HmD 17 - Reina

1599 Words
HmD 17 - Reina Hal yang paling Rei sukai adalah berada di bengkel Galuh, menghabiskan waktu untuk memandangi pria yang sibuk dengan pekerjaannya, bahkan sangking fokusnya dia sama sekali tidak peduli dengan sekitar. Semua dia kerjakan tanpa bantuan montir lainnya. Karena Galuh sama sekali tidak suka di ganggu. Seperti hari ini, Galuh terlihat sibuk dengan mesin las dan beberapa potong besi yang dia rangkai menjadi sebuah sasis untuk sebuah motor modifikasi pesanan dari salah seorang yang datang kepadanya. Selain memperbaiki, Galuh juga terkenal sangat piawai dalam memodifikasi sebuah motor. Tinggal bagaimana selera dan keinginan para pelanggannya. Di saat seperti ini Galuh akan mempercayakan pekerjaan perbaikan pada beberapa montir yang memang bekerja bersamanya. Tanggung jawab atas pekerjaannya itu lah yang membuat Rei semakin kagum dengan dirinya. "Bal, ambilin gue mata grendra di dalam dong." "Sebentar bang, yang alus apa kasar?" "Mata yang buat miring itu." "Oh, sebentar?" Riya teriakan dan beberapa orang bercakap-cakap membuat sekitar Rei terlihat sangat ramai. Belum lagi banyak motor berjejer menunggu antrian untuk servis membuat suasana bengkel terlihat sangat sibuk. Galuh sendiri lebih fokus mengerjakan segala hal yang diperlukan untuk memodifikasi motor, dari mesin motor standar menjadi bodi motor cross. "Oh ya hal, itu kemaren udah di tune up belum sehernya?" Tanya Galis sembari membuka kacamata hitam yang dia gunakan untuk mengelas sasis motor tadi. Jika Rei lihat pekerjaan Galuh sudah menyentuh angka tujuh puluh persen, dan tinggal bagian peralihan dan pemasangan mesin saja, maka pekerjaan dengan pundi keuntungan sudah jelas di depan mata. "Belum bang, masih mau di kerjain sama bang Igo." "Suruh selesaiin, ini udah mau beres soalnya." "Yah, bang Igo masih ada keperluan. Hari ini kan nggak masuk." "Iya juga." Galuh terdiam, dia memandang sasis motor cross yang ada di hadapannya sebentar, sebelum berbalik dan melangkah kearah Rei yang sedari tadi duduk di belakang dirinya. "Rio belum Dateng!" Tanya Galuh meraih botol air minum dan meneguknya hingga tersisa setengah. "Belum, lagi antri paling." "Udah laper?" Tanya Galuh lagi, dia memilih duduk di sebelah Rei, meraih satu batang rokok miliknya dan menyulutnya. Menghisap perlahan asap candu yang belum bisa Galuh tinggalkan. Padahal Rei sudah mewanti-wanti agar Galuh segera berhenti. Rei menggeleng pelan. Dia memang lapar tadi, tapi sekarang entah menguap kemana rasa laparnya tadi. Dia malah senang saat melihat Galuh yang ada di sisinya sekarang ini. "Tadi katanya laper, kok sekarang enggak?" "Sengaja. Biar Lo dateng dan gendong gue." Ucap Rei setengah tertawa, dia memang sengaja melakukan hal itu agar menarik perhatian Galuh, sekaligus melihat apakah Galuh masih mengutamakan dirinya di atas segalanya. Dan ternyata, Galuh masih sama seperti pria yang dulu dia kenal. "Dasar!" Kekeh Galuh, tangannya terangkat ke puncak kepala Rei dan mengacaknya dengan pelan. Sungguh Rei memang selalu memiliki sesuatu yang membuat dirinya geleng kepala. "Udah bilang Daddy kalo Lo di sini?" "Enggak, lagian Daddy nggak di rumah. Dia akhir-akhir ini selalu keluar rumah, gara-gara ada doi makanya jarang betah di rumah." "Maklum lah. Masih kasmaran. Jadi ya gitu." "Macam kita?" Galuh terkekeh, tak urung dia mengangguk pelan. Karena kenyataanya memang seperti itu. Galuh dan Rei masih selalu sama, saling mencintai dengan cara mereka sendiri, gakuh yang selalu bisa mengimbangi tingkah kekanak-kanakan Rei, tapi juga bisa membimbing sekaligus mengendalikan gadis yang dulunya selalu bolos dan enggan untuk berada di kelas. Bahkan Rei salah satu orang yang memimpin sebuah p*********n sekolah lain. Walau dirinya perempuan, tetap saja Rei adalah gadis yang tak pernah memiliki rasa takut. Bahkan dengan guru sekalipun. Mereka sama sekali tidak bisa mengendalikan Rei saat itu. Sampai di mana Rei mengenal Galuh dan menaruh rasa pada pria itu. Perlahan Rei berubah. Dia mengurangi hobinya yang selalu menyukai keributan, dia juga sudah mulai aktif di kelas walau terkadang masih suka tertidur selama jam pelajaran. "He'em, tapi kayaknya lebih parah deh. Daddy bucin akut, dan semoga aja, pilihan Daddy bisa ngertiin gue dan nerima keberadaan gue." "Harus dong. Kalo misal Lo nggak diterima, biar Lo sama gue aja. Lo nikah sama gue biar semua kebutuhan Lo gue yang tanggung." "Eh! Mana bisa gitu, umur gue masih berapa, kata Lo gue kudu kuliah juga? Enak banget kalo ngomong!" Galuh terbahak. Apalagi saat raut wajah panik dari Rei terlihat sangat jelas, semua itu terasa menggemaskan untuk Galuh. "Ya urusan itu mah tenang aja lagi, gue bisa tanggung semua." "Tapi Daddy belum tentu kasih izin, apalagi cowok macam lo." "Belum di coba mana tau." "Iya sih." Rei bergumang sebentar, lalu perlahan dia mendongak menatap sepasang mata milik Galuh yang selalu saja terlihat tegas dan teduh, Rei suka sepasang mata itu, dua bola yang selalu berhasil menarik perhatiannya hingga sekarang. Bahkan Galuh tidak pernah merasa bosan dengan semua hal yang dimiliki pria ini. "Tapi yakin emang? Nikah sama bocil macam gue?" Galuh mengedikkan bahunya acuh. Lagi dia menikmati asap nikotin yang kini memenuhi paru-parunya. "Yakin nggak yakin. Gue pacaran sama Lo kan bukan cuma mau main-main, tapi memang ada niatan serius." "Iya deh. Tunggu gue lulus kalo gitu, terus bilang baik-baik sama Daddy." Entah kenapa Galuh tersenyum karena perkataan Rei yang satu itu. Gadis itu memang tak pernah muluk-muluk, apa yang menurutnya nyaman pasti akan dia pertahankan, toh masalah umur bukan menjadi sebuah patokan. Tinggal bagaimana dia menyikapi dan bersikap dewasa di kemudian hari. Rei juga tidak ingin terlalu lama menjalani hubungan yang hanya bisa berbuat sebatas skin ship saja. Dia butuh lebih. Namun, untuk saat ini jelas tidak bisa. "Gue laper ...." Bisik Rei pelan saat merasa perutnya mulai berbunyi. Dia belum makan siang. Dan sekarang sudah hampir sore, jadi wajar saja jika perut karetnya itu lapar. "Sebentar lagi, Rio juga kemana dah, lama bet perasaan." "He'em, udah laper padahal.". Galuh baru saja akan merogoh ponsel dalam saku celananya sebelum dia melihat sekelebat sosok Rio yang datang dengan motor milik pelanggan yang servis di tempat ini. "Nah itu anaknya." Ucap Galuh menunjuk Rio yang berjalan mendekat kearah mereka. "Lama amat Yo?" "Ah, ini antri tadi, sekalian isi bensin juga sama beli alat yang lagi kosong." "Loh. Apa aja yang kosong?" Tanya Galuh bingung, pasalnya baru Minggu lalu dia berbelanja alat dagangan, tapi sudah kosong saja. "Oli, kampas rem, sana kelaher, kosong tuh tiga barang." "Loh, perasaan baru Minggu kemaren gue stok?" "Lah lu kagak liat bos, seminggu ini bengkel rame terus, segala antri pula." Ucap Rio mengingatkan Galuh akan kondisi bengkel Minggu ini. "Oh iya, aki motor juga kosong tuh. Seles kapan Dateng?" "Loh, emang belum dateng?" Tanya Galuh yang benar-benar belum mengecek segala alat belanjaannya, dia terlalu asik dan fokus dengan modifikasi motor makanya hak seperti itu tidak dia cek secara rutin. Dan Rio sekaligus Ikbal yang selalu dia percaya untuk hal itu. "Nah, ini nih. Sibuk sama kerjaan Mulu sih Abang, itu belum Dateng udah tiga hari, janjinya kemaren, tapi belum ada dateng. Seles ban juta belum dateng tuh." Berapa banyak lagi alat yang belum datang. Padahal Galuh sudah memesan banyak alat dari temannya yang ada di jawa, tapi tetap saja alat yang dia pesan selalu saja kurang karena kebanyakan bengkel belanja di tempat dirinya. Selain harga yang murah, Galuh juga memberi harga grosir untuk pembelian dengan jumlah banyak. "Ya udah biar nanti gue cek lagi laporannya. Lo lanjutin lagi deh itu motor, capek gue." Ucap Galuh menyuruh Rio untuk meneruskan pekerjaannya tadi. "Tinggal dempul aja itu, nanti Lo jemur terus Lo cat." "Sip lah, gue ke dalem dulu." Galuh mengangguk pelan, lalu menoleh kearah Rei yang sudah melahap separuh nasi pecel yang di beli Rio tadi. "Lah udah mau abis aja?" Tanya Galuh heran. Rei terkekeh pelan, dia menatap Galuh dengan mulut yang masih mengunyah dengan santai. "Mau?" Tanya Rei sembari menyuapkan nasi pecel kearah Galuh yang dengan cepat di terima Galuh. "Enak..." Ucapnya pelan. "Pantes kamu ketagihan." "Bener kan? Lo ngeyel sih, di bilang enak juga?" "Hem, tapi gue nggak terlalu suka sayur." "Kudu di biasakan, nggak baik makan daging atau makanan instan Mulu." "Iya deh iya." Balas Galuh dengan wajah yang terlihat lesu karena perintah Rei memang tak pernah bisa dia bantah. Sekalipun membantah, Rei akan selalu memaksa, memaksa dan terus memaksa dirinya. "Itu tadi bengkel kenapa?" Tanya Rei sembari menyuapkan nasi pecel kedalam mulutnya, lalu kembali menyuapi Galuh dengan lembut. "Bias lah, alat abis lagi. Dan paket belum dateng, agak repot kalo dateng suka telat ini." "Oalah. Alhamdulillah kalo gitu. Masih di kasih kelancaran." "He'em." Ucap Galuh pelan. Rei tersenyum, dia selalu suka melihat Galuh yang seperti saat ini, pria itu mengubah banyak cara berpikirnya, jika dulu Rei selalu merasa segalanya tak berpihak kepada dirinya, dan tidak mengerti caranya bersyukur, kini Rei malah yang sering mengingatkan Galuh untuk bersyukur dengan segala hal yang dia dapatkan. "Besok lagi buat antisipasi mending pesen agak banyakan deh." "Rencananya gitu, kayaknya memang harus nambah stok dan gedein gudang lagu." "Modal udah ada kan? Kali belum pake uang yang itu ada." Galuh mengerti maksud Rei, tapi sampai kapanpun Galuh tak akan pernah menyentuh yang tabungan yang Rei maksud, mau bagaimanapun dia tidak akan pernah mengambil uang yang ada di sana. Lebih baik bekerja lebih dan berusaha lagi untuk mewujudkan keinginannya dari pada harus mengambil yang sudah ada. "Tenang aja, untung dari penjualan Minggu ini udah cukup buat stok alat lagi kok." "Yakin?" Tanya Rei memastikan. "He'em, Lo tenang aja, semua beres di tangan gue mah." "Dih, yang sok kepedean, iya deh. Percaya gue mah, apa sih yang nggak mungkin untuk seorang Galuh." "Nah itu paham." "Kecuali ketemu Daddy yang masih sedikit takut-takut!" Ledek Rei dengan menjulurkan lidahnya, membuat Galuh tertawa cukup keras karena tingkah Rei, yang memang ads benarnya. Untuk sekarang dia memang belum berani untuk menemui Daddy Rei. Setidaknya tunggu sampai kekasihnya itu lulus SMA dulu baru dia mengatakan niat sesungguhnya pada Daddy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD