HmD 5 - Reina

1817 Words
HmD 5 - Reina "Gue nggak bisa hari ini, Daddy nggak ad di rumah." Seorang gadis cantik dengan rambut terurai tengah berbicara dengan orang yang menelponnya, ponsel yang dia apit di antara bahu dan telinga, kepalanya sampai menengkleng, dengan tangan dan tatapan fokus melihat kearah isi lemari pendingin di rumahnya. Reina memilih minuman dingin yang akan menjadi teman dirinya menonton anime siang ini, lalu setelah meraih satu botol pocari, dia beranjak ke lemari yang ada di sisi kanan lemari pendingin tadi, tempat bi Tasya menyimpan cemilan kesukaan Raina. Tangannya bergerak mengambil beberapa bungkusan dan berlalu pergi. "Nggak bisa, gue nggak bakal boleh pergi sebelum dapet ijin." Gadis itu mendengkus pelan, sembari melangkah masuk kedalam kamar. "Gila aja! Mana bisa gue kabur, tau sendiri mata Daddy ada di mana-mana, tanpa ijin, mana bisa gue kabur!" Reina merasa kesal saat sosok yang tengah menelponnya memaksa dirinya untuk keluar,. Nongkrong bersama dengan teman-teman yang lain, padahal dirinya saja dilarang keras oleh Deon untuk pergi hari ini. Selain banyak tugas yang belum Reina kerjakan, ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dia selesaikan. Contohnya saja membersihkan kandang Molly, kucing oranye kesayangannya yang sudah dua Minggu tidak dia bersihkan. "Jangan ajarin gue sesat ya, Luh! Bisa berabe nanti kita!" Reina membuka pintu kamarnya, lalu beranjak ke sofa santai miliknya dengan sebuah meja yang ada di depannya, ada sebuah laptop yang bertengger indah di sana, selain untuk mengerjakan tugas, laptop itu juga yang menjadi teman dirinya menjadi seorang wibu. Pecinta anime dan segala jenis film animasi. Entah karena alur atau karena seni yang di suguhkan begitu indah, Raina sudah mencintai animasi sejak dirinya menginjak kelas empat SD. "Enggak, sekali nggak tetep enggak, besok aja kalau mau keluar, nunggu Daddy pulang." Tangannya mulai mencari file yang sudah dua download tadi, lalu memutar dengan volume kecil. Bibirnya berdecih kesal saat Galuh, kakak angkat di seolahnya terus memaksa untuk mengajak dirinya keluar. Padahal Reina memiliki jadwal yang sangat ketat, dua jam menonton anime, dua jam mengerjakan tugas sekolah, dan sisanya dia gunakan untuk membersihkan kandan Molly. "Tugas gue banyak Galuh!" Lagi Reina mendengkus kesal, Galuh sama sekali tidak mengerti posisi dirinya saat ini. Reina memindahkan ponselnya ke telinga satunya. "Udah deh, gue lagi mau kerjain tugas, jangan ganggu gue, nanti gue kabari lagi. Bye!" Tanpa menunggu jawaban Reina langsung memutuskan panggilannya. Dia menatap sejenak layar ponsel yang menunjukkan beberapa notifikasi yang masuk. Lalu melempar ke sisi kiri begitu saja. Dia malas membalas chat yang masuk atau ikut andil dalam ghibah yang diciptakan oleh teman-temannya di grup chat. Kembali Reina fokus pada layar laptop yang sudah mulai memutar film animasi bergenre fantasi. Dia mulai larut dalam alur yang disuguhkan hingga dia lupa akan waktu. Dua jam berlalu begitu saja hingga satu. Panggilan telpon menyadarkan dirinya. Dengan malas Reina meraih ponsel miliknya, lalu melihat siapa yang menelepon dirinya, dan setelah melihat nama Daddy tertera di layar ponselnya, segera saja dia mengangkatnya. "Kenapa dad?" Tanya Reina dengan nada malas karena kesenangannya terganggu. "Kamu di mana?" "Di kamar lah, Daddy kan nggak kasih ini Rey main." "Lagi ngapain? Jangan bilang kamu lagi nonton anime." Reina menggaruk puncak kepalanya yang tidak gatal karena kegiatannya sudah ketahuan oleh Deon. Daddy nya itu selalu saja paham dengan kegiatannya. "Ini udah jam berapa? Daddy curiga kamu pasti belum kerjain tugas kan!" Reina menggerutu pelan dengan bibir Mengerucut sambil mengeluarkan bisikan pelan tanda tidak suka. "Lupa, dad. Keasikan nonton." "Alasan, cepat kerjain tugas kamu itu!" "Bentar lagi Daddy, ini nanggung udah Sampek konflik k*****s!" "Jangan ngeyel ya, Rey! Nanti Daddy pulang nih." Reina yang kesal langsung melirik jam yang ada di atas meja belajarnya, lalu saat menyadari sudah banyak waktu yang terbuang dia hanya berdecak pelan. "CK! Iya iya dad, ini mau kerjain." "Ya udah, ih ya bilang sama Bibi, nanti malam ada tamu yang mau datang, jadi suruh masak yang agak banyakan dikit, kita kedatangan dua orang tamu." "Temen Daddy?" "Iya." "Yang mana dulu nih? Kalo yang biasa aku males bilangnya, Daddy aja sendiri yang bilang." Tanya Reina seketika, karena jika dua orang yang Deon maksud adalah Gery dan Roy si pembuat ulah dan suka mengadu tiap kali apa yang Reina lakukan ketahuan, maka Rey malah menanggapi kedua orang itu. Biarkan saja mereka kelaparan, karena Reina tak peduli. "Bukan!" Kata Deon pelan. "Ini tamu dari Palembang, pengantin baru yang baru aja menikah, jadi tolong bilang ke BI Tasya suruh masak yang enak malam ini." "Emang Daddy punya temen di Palembang?" "Udah jangan banyak tanya, bilang aja giri, Daddy lagi sibuk ini. Daddy tutup ya!" "Eh dad..." Reina mendesis kesal saat panggilan telpon di tutup begitu saja oleh daddy-nya, dia menatap ponselnya serasa ingin membanting benda pipih itu dengan kuat karena tingkah sang Daddy yang membuatnya dia benar-benar kesal. "Ini orang kenapa suka banget bikin gue kesel, sumpah aja!" Dengan malas Reina beranjak keluar kakinya lunglai tak berdaya karena terlalu lama duduk sembari rebahan di kursi santai. Dia melangkah keluar lalu mencari sosok bi Tasya yang menjadi asisten di rumahnya sejak dia kecil. "Bibi oh bibi!" Reina berteriak bsembari menyusuri ruangan. Namun sama sekali tak ada tanda keberadaan si bibi yang membuat Reina mendengkus. Sepertinya dia harus berjalan kearah halaman belakang dimana si bibi suka menghabiskan waktu luang untuk membaca novel kesayangannya. Dan benar saja, baru saja dia membuka pintu belakang, dia bisa melihat sosok Bi Tasya yang tengah asik tersenyum-senyum sendiri di ayunan santai yang ada di halaman belakang. Ada keisengan yang muncul di kepala Reina untuk mengerjai bi Tasya. Perlahan dengan langkah mengendap-endap dia mendekat, lalu saat merasa bi Tasya tak menyadari kehadirannya barulah Reina memulai aksinya. "Dor!" "Eh, dor...! apa tuh yang meleduk. Kompor gue woy!" Seperti biasa Bi Tasya yang latah selalu saja membuat kelucuan tersendiri bagi Reina. Entahlah, dia suka mengerjai sosok yang usah merawatnya sejak kecil ini, sosok yang menjadi orang tua kedua yang dia miliki selain Deon. "Nggak ada yang meleduk bi, aman." Bi Tasya menoleh, menatap Raina dengan tatapan terpincing. "Reina ngerjain bibi lagi nih!" "Hahaha, becanda ni." "Hii kurang asem ya, nggak bibi masakin baru tau rasa nanti!" "Ehh ya jangan dong. Nanti Rey makan apa kalo bibi nggak masakin." "Makan angin!" "Yah, bibi mah, Rey kan cuma bercanda tadi." Sejenak, bi Tasya terdiam dengan tatapan marah, tak urung setelahnya dia tersenyum lebar saat melihat bagaimana anak majikannya ini menatap dengan tatapan memohon yang tak pernah bisa bi Tasya abaikan. "Iya deh iya, makanya Rey jangan usulin bini dong, nanti kalo hp bini jatuh lagi gimana?" "Eh, aman itu mah, nanti aku bilang Daddy suruh beliin bini hp baru, biar hp butut itu di buang aja." "Heh!" Bi Tasya melotot seketika karena Reina dengan mudahnya mengatakan hal itu. "Bukan masalah hpnya jadul atau nggak, tapi kenangannya. Di sini tuh banyak kenangan dan foto masa kecil kamu, enak aja di buang!" "Ya udah di museumkan aja bi." "Sembarangan!" Reina terpingkal saat melihat gurat bi Tasya sembari menyembunyikan ponselnya kebelakang tubuhnya. "Bercanda bi aku tuh, astaga segitunya amat sih bi!" "Iya lah, gimana lagi, hp ini tuh berharga banget, bahkan kalo ada yang nawar nggak akan bibi jual, bukan masalah uang tapi kenangannya." "Yakin nih?" Tanya Tasya dengan sebelah alis terpincing. "Iya lah." "Walau di beli satu m?" Tanya Reina dengan kedua alis naik turun. Menggoda bi Tasya itu memiliki keasikan tersendiri untuk Reina, entahlah, dia hanya memiliki bi Tasya di rumah ini yang berjenis kelamin perempuan, dan bisa di bilang hanya pada bi Tasya dia bergantung. Deon selalu pergi dan sibuk dengan pekerjaan dan teman-teman, sangat jarang pria itu ada di rumah, mungkin saat weekend atau hari libur saja daddy-nya ada di rumah. "Jangan goda bibi ya!" "Hahaha, ya ampun bi, segitunya banget sih, jadi makin makin Rey nih." "Mulai ngeraayu dia." Cibir bi Tasya dengan tatapan terpincing. "Rey ngagetin bibi mau apa tadi?" Seketika Reina ingat akan pesan Deon yang menyuruhnya untuk memberi tahu bi Tasya bahwa hari ini mereka kan kedatangan tamu. "Itu, tadi Daddy titip pesan. Katanya bibi suruh masak agak banyakan dan enak, soalnya ada tamu dari Palembang mau mampir, sahabat Daddy katanya mah." "Serius Rey?" "Iya lah, buat apa Rey bohong, tadi Daddy telpon ke Rey." "Haduh. Mana bibi belum belanja lagi, belanjaan udah tinggal sedikit itu di kulkas." "Yah, terus gimana bi?" Bi Tasya berpikir sejenak, yang membuat Reina diam sambil ikut duduk di sebelah bi Tasya, terlalu lama berdiri membuat kakinya pegal. "Kalo pesan sekarang masih ada nggak ya?" "Coba telpon orangnya aja bi." "Heem, biar bibi coba." Reina mengangguk dan membiarkan bi Tasya berlalu dengan tergesa-gesa. Reina memilih berdiam sejenak untuk menikmati suasana udara di sekitar, halaman belakang yang rindang dengan beberapa pohon buah yang tumbuh subur membuat tempat itu menjadi salah satu tempat paling nyaman dan menangkan, Deon memang suka menanam pohon buah-buahan agar bisa menjadi konsumsi tanpa harus membeli, ada beberapa pohon yang mereka tanam. Mangga, belimbing, jambu, dan kelengkeng, tak lupa anggur juga ada, hingga membuat halaman belakang benar-benar rindang dan sejuk. Rei betah berlama-lama di sana, hingga dia mengingat jika masih memiliki tugas yang harus segera dia selesaikan. Pekerjaan rumah yang diberikan gurunya benar-benar tak tanggung-tanggung, dan Reina yakin akan membutuhkan banyak waktu untuk sekedar menyelesaikannya. Habis sudah waktu bersantainya hari ini, belum lagi kandang Molly yang seolah melambai untuk segera di sentuh. Reina malas sebenarnya, hanya saja jika dia tidak membersihkan kandang itu dengan rutin. Deon pasti akan melarang dirinya untuk memelihara kucing, hewan yang benar-benar dia sukai itu. Dengan malas Reina beranjak, dia harus segera menyelesaikan tugas hari ini agar bisa meneruskan Acana nonton anime yang terganggu tadi. Andai saja dia memiliki seseorang yang bisa membantu segala urusannya dalam mengerjakan pr, mungkin Reina akan sangat senang sekarang. Sayang, itu semua hanya mimpi belaka yang entah sampai kapan dia bisa mendapat partner yang bisa dia ajak mengerjakan pr bersama, atau sekedar mengajari dirinya saat dia kebingungan dengan tumpukan soal yang membuat kepalanya serasa akan pecah. "Hah!" Reina menghela napas kasar, hari ini akan berakhir dengan lelah karena kepalanya terlalu keras berpikir, sebenarnya dia bisa saja menyalin hasil tugas milik teman sekelasnya, cuma dia tidak ingin mengecewakan Deon karena hal licik semacam itu. Lebih baik mendapat nilai kecil dari pada dia mendapat nilai besar hasil menyalin tugas temannya. Galuh... Dia Ingan satu mana itu. Sosok Yang kerap kali mengajarinya belajar itu malah asik main dengan teman-temannya dari pada mengajari dirinya. Halah, Reina tak ingin terlalu banyak berharap pada cowok itu, karen galuh juga memiliki kesibukannya sendiri. Belum lagi Deon jelas akan marah jika dia membiarkan cowok menyambangi rumahnya. Larangan keras Deon tak pernah bisa Reina bantah. Padahal jika dipikir, Deon selalu membawa teman-teman bahkan teman wanitanya ke rumah, tapi saat Reina ingin membawa teman cowoknya, Deon pasti selalu marah. Sungguh tidak adil. Deon memang egois dan keras kepala. Apalah daya Reina yang masih bergantung pada Deon, jika dia membatah maka jatah bulannya akan berkurang, dari pada hal terjadi, Reina lebih memilih menurut saja dengan semua peraturan yang Deon berikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD