Rio Sang Dewa Penolong

2064 Words
“Jo, ntar elo anterin gue les kan?” tanya Amel ketika mereka berada di kelas. Mendengar suara Amel, Jonathan yang sedang mengerjakan tugas Biologi langsung berhenti menulis dan mengangkat kepalanya. “Sori, hari ini nggak bisa Mel.” “Kenapa? Emang elo mau ngapain?!” cecar Amel. “Ada yang mesti aku kerjain Mel,” sahut Jonathan. “Apaan? Tumben amat sih?!” gerutu Amel. “R-A-H-A-S-I-A,” ujar Jonathan sambil mengeja setiap huruf. “Nyebelin!” sentak Amel dan berjalan meninggalkan kelas. Jonathan diam saja melihat Amel pergi, dan melanjutkan pekerjaannya. Nanti siang dia ada janji untuk bertemu dengan Christian, pengacara keluarga sekaligus sahabat ayahnya. Beliau ingin membicarakan tentang warisan yang ditinggalkan mama untuk dirinya. Awalnya Jonathan tidak ingin bertemu, karena itu akan mengorek kembali luka di hatinya. Namun, Handoko memintanya untuk menemui dan mencari tahu ada apa. Karena itulah, sepulang sekolah dia akan pergi untuk menemui Christian. Sepulang sekolah, Amel mendatangi Jonathan di tempat parkir untuk memastikan jika pemuda itu tidak bisa mengantarnya pergi kursus. “Jo, ini beneran elo nggak bisa anterin gue?” tanya Amel. “Iya Mel, maaf ya. Hari ini aku beneran nggak bisa.” “Ya udah! Awas ntar malem nggak boleh ke rumah gue!” “Dih, kok main ngancem sih?” goda Jonathan. “Biarin!” sahut Amel ketus. “Ayo Shel, kita pergi.” Amel menarik tangan Sheila dan bergegas meninggalkan Jonathan. Akhirnya  Amel pergi les sendiri karena Sheila juga tidak dapat menemani karena harus pulang dan menjaga adiknya. Sepanjang les, Amel tidak dapat berkonsentrasi karena hatinya masih kesal pada Jonathan. Begitu juga ketika pulang dan harus berjalan sendirian. Amel terus saja menggerutu hingga tidak menyadari dirinya diikuti oleh tiga orang pemuda. Tiba di jalan yang agak sepi, sekitar 500 meter dari tempat lesnya, ketiga pemuda tersebut bergegas mendahului Amel dan menghadang jalan gadis itu. “Minggir!” ujar Amel pada  ketiga pemuda yang menghadang jalannya. “Neng mau ke mana nih? Abang temenin ya,” ujar salah satu pemuda yang badannya penuh dengan tato. “Kalian mau apaan sih?!” sentak Amel yang mulai merasa ketakutan. “Kita cuma mau kenalan kok,” sahut pemuda yang lainnya sambil menyeringai. “Kalo kalian nggak pergi, gue bakalan teriak!” ancam Amel. “Silakan, teriak aja. Gue jamin nggak akan ada yang dateng buat nolongin elo!” sahut pemuda terakhir dengan nada dingin. Amel mulai berjalan mundur karena takut. Ketika hendak berlari, salah seorang pemuda dengan sigap berjalan maju dan mencekal pergelangan tangan Amel. “Lepasin!” bentak Amel ketika salah seorang pemuda mencekal tangannya. “Ikut sama kita aja Neng,” sahut pemuda itu dengan memaksa. “TOLONG!” teriak Amel yang langsung dibekap mulutnya oleh pemuda yang mencekal tangannya. “Tuhan, tolongin Amel,” jerit Amel dalam hati. Di saat dirinya sudah tidak mampu berbuat apa-apa karena kalah tenaga, tiba-tiba Amel mendengar suara laki-laki di belakangnya. “LEPASIN DIA!” ujar seseorang. “Emang elo siapa?! Berani buat keributan di sini?!” bentak pemuda yang penuh tato. “Gue bukan siapa-siapa! Tapi gue paling nggak suka ngeliat cowok yang suka main paksa sama perempuan,” sahut pemuda yang baru datang dengan datar. Amel menatap lekat pemuda yang baru saja datang. Tubuhnya tinggi dan berisi, wajahnya juga tampan, membuat jantung Amel mendadak berdetak dengan cepat. “Elo berani sama kita?!” tanya pemuda bertato sambil menyeringai kejam. Tanpa banyak kata, kedua teman pemuda bertato langsung menghampiri pemuda tersebut. Namun, dalam beberapa gerakan kedua preman yang mengganggu Amel jatuh dan memilih pergi meninggalkan pemuda bertato yang masih mencekal tangan Amel. Melihat kedua temannya pergi, pemuda bertato pun memutuskan untuk pergi dan meninggalkan Amel berduaan dengan pemuda yang sudah menolong. “Kamu gapapa?” tanya pemuda itu sambil menghampiri Amel. “G-gapapa,” sahut Amel yang masih gemetar karena takut. “Saya Rio, kebetulan tadi lewat dan liat kamu diganggu sama mereka,” ujar Rio sambil mengulurkan tangan. “Makasih ya,” sahut Amel pelan. “It’s oke. Memang sudah seharusnya kan kita saling tolong,” sahut Rio. “Ngomong-ngomong kamu mau ke mana? Dan nama kamu siapa?” “Saya Amel, dan mau pulang,” sahut Amel sambil membalas uluran tangan Rio. Rio tertawa kecil mendengar jawaban gadis di hadapannya ini.  “Rumah kamu di mana?” tanya Rio. Amel menyebutkan alamat rumahnya dengan hati yang berdegup kencang saat Rio terus menatapnya lekat-lekat. “Kalo gitu, saya anter kamu pulang. Sekarang udah mulai gelap, dan nggak baik buat gadis pulang sendirian.” “Emang nggak ngerepotin? Lagian kan baru kenal,” sahut Amel waspada. Tenang aja, kita pulang naik kendaraan umum, supaya kamu nggak akan merasa bahwa saya akan menculik kamu,” ujar Rio mencoba meyakinkan gadis itu. Amel terdiam sebentar. “Emang kamu nggak bawa kendaraan?”  Amel yang baru menyadari jika Rio memakai jaket kulit dan tidak jauh dari tempat mereka terparkir sebuah motor berwarna hitam. “Bawa sih, dan kebetulan itu motor saya,” ujar Rio sambil menunjuk ke arah motor yang terparkir. “Terus motornya mau dikemanain?” tanya Amel. “Kalo kamu nggak keberatan, biar saya titip motor di dekat sini.” “Oke, siapa takut,” sahut Amel. Rio kembali tertawa mendengar jawaban singkat Amel yang terdengar lucu dan menggemaskan di telinganya. “Kalo gitu, ayo kita jalan,” ujar Rio sambil membalikkan badan dan menuju ke motornya. Rio mempersilakan Amel untuk berjalan terlebih dahulu sementara dirinya berjalan sambil menuntun motornya menuju mini market yang berada di depan mereka. Setelah itu barulah mereka berdua menunggu mikrolet yang akan melewati perumahan tempat tinggal Amel. Di dalam mikrolet, ponsel Amel bergetar. Dengan malas, dia mengeluarkan dari dalam tas. Ternyata ada pesan dari Jonathan. Amel sengaja tidak membaca pesan karena masih kesal dengan sahabatnya itu. Hingga akhirnya Jonathan menghubungi Amel, dan dengan terpaksa dia menjawab panggilan dari Jonathan. “Mel, kamu di mana?” tanya Jonathan dengan suara khawatir. “Bukan urusan elo!” sahut Amel ketus. “Aku khawatir. Kasih tau kamu di mana, biar aku jemput,” pinta Jonathan. “Nggak usah!” Amel langsung memutuskan sambungan dan menyimpan kembali ponselnya di dalam tas. Rio terus menyimak dan memperhatikan raut wajah gadis di sampingnya yang terlihat sedikit cemberut. “Sori ya,” sahut Amel sambil tersenyum manis pada Rio. “Gapapa. Yang telepon barusan pacar kamu?” tanya Rio sambil lalu. “Bukan. Aku belum punya pacar,” sahut Amel cepat. Diam-diam Rio memalingkan wajahnya dan tersenyum mendengar jawaban Amel. “Aku turun di depan,” ujar Amel memberitahu Rio ketika mikrolet sudah mendekati komplek tempat tinggal Amel. “Oke,” sahut Rio. “Pak, berhenti di depan ya,” ujar Rio dengan suara keras pada supir. Pengemudi mikrolet menepikan mobilnya dan menunggu Rio yang  turun terlebih dahulu disusul oleh Amel. Kemudian Rio  membayar ongkos mikrolet. Setelah mikrolet berlalu, Rio memegang tangan Amel dan membimbing gadis itu untuk menyeberangi jalan yang cukup ramai dilalui oleh kendaraan. Sementara itu saat sedang menyeberang, Amel melihat Jonathan yang berdiri di depan minimarket dekat gapura komplek. Seketika itu juga, wajah Amel kembali ditekuk. Kekesalannya pada Jonathan semakin besar mengingat dirinya hampir saja mengalami musibah. “Ngapain di sini?” tanya Amel dengan ketus ketika Jonathan menghampirinya. “Nungguin kamu. Kenapa lama banget?” tanya Jonathan sambil memeriksa keadaan Amel melalui tatapan matanya. “Bukan urusan elo juga kan?! Siapa suruh tadi nggak anterin!” sahut Amel ketus. “Dia siapa?’ tanya Jonathan sambil menatap Rio. “Maaf, saya Rio. Tadi Amel diganggu sama preman pas pulang kursus, kebetulan saya lihat dan tolongin dia,” Rio mencoba menjelaskan pada Jonathan. “Oh, makasih,” sahut Jonathan sopan. Jonathan kembali menatap Amel untuk meyakinkan dirinya bahwa gadis di hadapannya baik-baik saja. “Kamu gapapa?” tanya Jonathan. Bukannya menjawab, Amel malah berjalan meninggalkan Jonathan dan Rio. “Maaf, saya tinggal dulu,” ujar Jonathan dan langsung mengejar Amel. “Mel, tungguin aku dong,” ujar Jonathan sambil menahan tangan Amel. “Lepasin ih!” seru Amel sambil menyentakkan tangannya. “Kalo mau marah sama aku, di rumah aja ya. Sekarang aku anter kamu dulu.” Jonathan menarik tangan Amel menuju motor. Rio memandangi Jonathan dan Amel dengan pandangan yang sedikit aneh. Setelah terdiam beberapa saat, Rio membalikkan badan dan pergi untuk mengambil motornya. Sedangkan Amel berjalan mengikuti Jonathan ke arah motor.  Sampai di depan rumah, Amel turun dari motor. Sebelum dia sempat berjalan, Jonathan menahan tangannya. “Sampe di dalem, langsung mandi, terus makan. Ntar aku ke rumah, kita bikin PR bareng.” “Nggak usah!” sahut Amel dan langsung masuk meninggalkan Jonathan yang hanya mampu menggelengkan kepala melihat kelakuan Amel. Jonathan membawa motornya pulang. Di rumah, Jonathan langsung menuju ke kamar, mandi dan bersiap untuk ke rumah Amel sambil membawa buku PR. Jonathan berjalan ke taman samping, menaiki tangga dan melompat masuk ke rumah Amel. Kemudian dia berjalan ke arah kamar Amel dan masuk ke sana melalui tangga yang sengaja dipasang di sana. Dilihatnya Amel yang sedang duduk terpekur di lantai sambil bersandar pada tempat tidur. Perlahan Jonathan duduk di samping Amel dan langsung menyapanya dengan suara ketus. “Ngapain ke sini?!” sentak Amel yang masih kesal pada Jonathan. “Mau bikin PR bareng,” sahut Jonathan kalem. Melihat Jonathan yang sepertinya tidak merasa bersalah, semakin membuat Amel kesal. Dia berbalik ke samping menghadap Jonathan. “Gue sebel sama elo! Gue benci! Elo jahat!” ujar Amel sambil memukuli pundak kiri Jonathan. Jonathan diam saja dan menerima semua perlakuan Amel.  “Udah lega?’ tanya Jonathan lembut setelah Amel berhenti memukuli dirinya. “Belum!” seru Amel. Perlahan Jonathan menarik Amel dan memeluk gadis itu dengan lembut. “Maafin aku ya tadi nggak ada buat nolongin kamu,” bisik Jonathan lembut.  “Elo jahat Jo,” ujar Amel sambil tersedu.. “Coba tadi ada elo, gue pasti nggak bakal digangguin sama preman-preman. Gue beneran takut tau.” “Iya, maafin aku ya. Jo janji bakalan terus anter jemput kamu kalo kursus.” “Janji?!”  “Iya. Tapi kalo aku nggak bisa, biar nanti minta tolong sama Pak Darmo aja ya,’ ujar Jonathan. Amel menganggukkan kepalanya. “Emang tadi elo ke mana sih?” tanya Amel penasaran. “Maaf Mel, untuk kali ini aku beneran nggak bisa cerita.” “Udah mulai main rahasiaan sama gue?!” “Bukan begitu. Aku  janji suatu hari pasti diceritain, tapi nggak sekarang.” “Awas kalo bohong!” “Iya,” sahut Jonathan dengan sabar. “Sekarang bikin PR yuk.” “Nggak mau, gue laper Jo. Kita makan dulu ya.” “Kenapa belum makan?” “Mana bisa makan, kan tadi kesel sama elo.” “Eh, aku boleh nanya?” ujar Jonathan yang tiba-tiba teringat akan sesuatu. “Nanya apaan?” “Cowok yang tadi. Gimana caranya bisa nolongin kamu? Dan gimana ceritanya sampe kamu bisa ketemu sama para preman itu? Karena setau aku, daerah tempat les kamu itu sangat aman.” “Ya bisa-bisa aja Jo, namanya juga lagi nggak beruntung.” “Iya, aku tau. Tapi tolong ceritain kejadiannya,” pinta Jonathan. Kemudian Amel pun menceritakan kejadian tadi dengan rinci apa yang sudah menimpanya tadi sore. Amel mengerutkan keningnya melihat Jonathan yang hanya diam saja. “WOY!” seru Amel sambil melambaikan tangannya di depan wajah Jonathan “Apa Mel?” tanya Jonathan. “Kenapa elo diam aja?” “Aku lagi mikir,” “Mikir apaan?!” sela Amel penasaran. “Gapapa. Udah yuk, sekarang kita makan dulu.” Jonathan berdiri dan mengulurkan tangannya pada Amel untuk membantu gadis itu berdiri. Mereka berjalan menuju ruang makan. Sepanjang makan, Jonathan terus memikirkan cerita Amel. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dan mencurigakan.  “Elo kenapa sih diem aja dari tadi?” tegur Amel saat mereka sedang mengerjakan tugas di gazebo yang terletak di belakang rumah. “Gapapa Mel, cuma dari tadi perut aku agak nggak enak,” ujar Jonathan. “Kamu udah minum obat Jo?” ujar Larasati yang baru saja datang membawakan cemilan untuk Amel dan Jonathan. “Belum Mam,” sahut Jonathan. “Ya udah tunggu sini, biar Mama ambilin obat dulu.” “Nggak usah Mam, biar nanti Jojo ambil sendiri,” ujar Jonathan. “Bener ya?!” “Iya Mam. Kalo gitu, Jojo pulang dulu.” “Lho kok?” ujar Laras. “Tugasnya udah beres Mam, Jojo mau pulang, minum obat, terus tidur.” “Besok ke sekolah bareng kan?” ujar Amel. “Iya. Nggak pake kesiangan bangun ya,” goda Jojo. “Bawel!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD