Persahabatan yang Manis

1976 Words
"Lia! Ayo cepet sarapan, nanti kamu terlambat lagi ke sekolah!" Laras memanggil dari lantai bawah. Amelia yang sedang berjalan keluar kamar segera berlari ke bawah. "Iya Mam,” sahut Amel sambil bergegas turun. Amel segera berlari kecil menghampiri Laras yang sedang meletakkan semangkuk besar nasi goreng di meja, kemudian memeluknya dari belakang. "Morning Mam," sapa Amel sambil tersenyum manis. "Morning too Lia," balas Laras. "Ayo sarapan dulu. Kamu itu hobi banget berangkat sekolah dengan waktu mepet," tegur Laras. "Tenang aja Mam, nggak akan terlambat selama ada Jojo," sahut Amel santai. "Kebiasaan yang tidak baik Lia!" tegur Laras lembut. Jonathan yang baru saja masuk ke ruang makan memberikan jawaban untuk Laras. "Amel kan emang begitu Mam. Masa Mami nggak kenal anak sendiri." Laras tertawa mendengar jawaban Jonathan. “Kamu belum sarapan kan? Ayo sarapan dulu bareng Lia.” "Dengan senang hati Mam," ujar Jonathan sambil duduk di seberang Amel. "Biarin!" sahut Amel sambil meleletkan lidah pada Jonathan. Laras memandangi mereka berdua dengan penuh kasih. Jonathan adalah tetangga sebelah rumah yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri. Dan Laras merasa bersyukur dengan kehadiran Jonathan, karena anak itu  selalu menolong dan menjaga putrinya yang kadang ceroboh. "Ayo kalian sarapan dulu, lalu berangkat sekolah," ujar Laras.  "Papi sama Brenda mana  Mam?" tanya Jonathan. "Papi masih di kamar, Brenda sudah berangkat dari  tadi. Dia piket hari ini." Laras menjelaskan. "Anak rajin," celetuk Amel dengan mulut penuh makanan. "Hush! Nggak boleh bicara kalo mulut penuh makanan Lia!" Laras menegur Amel. Amel tersenyum lebar mendengar teguran ibunya. Jonathan ikut tersenyum. Dia merasa bahagia dan bersyukur bisa berada bersama keluarga ini.  "Mel, ayo cepetan! Aku udah selesai nih," ujar Jonathan. "Tunggu sebentar, dikit lagi. Bawel amat sih," gerutu Amel. Amel buru-buru menghabiskan makanan di piringnya, kemudian minum.  "Udah!" seru Amel sambil bangkit berdiri. "Mam, Amel pergi dulu ya." Amel menyambar tasnya dan berlari keluar. Namun, tiba-tiba dia berbalik kembali ke ruang makan. Dihampirinya Laras, dan Amel mencium kedua pipi Laras. "Love you," bisik Amel di telinga Laras.  Setelah itu Amel berlari sambil menarik tangan Jonathan supaya mengikutinya keluar. "Mam, Jojo berangkat dulu ya," ujar Jonathan sebelum mengikuti Amel keluar. Jonathan menyalakan motor dan menunggu sampai Amel naik. Dia menyerahkan helm untuk dipakai oleh Amel. Setelah siap, barulah Jonathan mulai menjalankan motor. "Bye Mam!" ujar Jonathan dan Amel bersamaan pada Laras yang menunggu mereka di teras. Laras melambaikan tangan pada mereka. Setelah kedua remaja itu pergi, Laras masuk kembali ke dalam rumah untuk mempersiapkan keperluan Thomas, suaminya. Jonathan membawa motor dengan kecepatan sedang. Dia menyukai udara pagi yang segar. "Jojo!" Amel berteriak supaya terdengar oleh Jonathan. "Apaan Mel?" jawab Jojo kalem. Jonathan melambatkan kecepatan motor, supaya dapat mendengar perkataan Amel. "Bawa motornya nggak bisa cepetan dikit?" gerutu Amel. "Kamu mau kita masuk Rumkit?" tanya Jonathan. Amel gemas mendengar jawaban Jonathan. Dia mencubit pinggang Jonathan. "Sakit Mel," ujar Jonathan masih dengan sabar. "Lo nyebelin banget ih," gerutu Amel. "Tenang, nggak akan telat kok." Jonathan menambah kecepatan motor supaya dapat tiba di sekolah lebih cepat. Tiba di sekolah, Jonathan menurunkan Amel terlebih dahulu, kemudian barulah dia memarkir motor di tempat parkir khusus motor. Sudah banyak motor yang berjejer di sana. Setelah Jonathan memarkir motor, dia berlari menuju gedung sekolah.  "Dasar curang!" ujar Jonathan sambil memiting pelan leher Amel dari belakang. "Ih …. Sakit tau!" seru Amel sambil memukul tangan Jonathan. "Biarin. Kan kamu yang mulai duluan. Siapa suruh ninggalin aku," sahut Jonathan. "Amel!" seru Sheila dari pintu kelas. "Liat tuh kelakuan temen kamu. Teriak-teriak kayak Tarzan," bisik Jonathan. "Ih, mulut lo jahat banget sih Jo," rutuk Amel. "Biarin. Kan kamu tau dari awal aku nggak pernah suka kamu temenan sama dia," ujar Jonathan. "Emang kapan kamu pernah suka sama makhluk berjenis kelamin perempuan Jo?" "Ada kok," bantah Jonathan. "Jangan bilang gue deh." "Emang kamu bukan perempuan Mel?" "Ish!" Amel mengentakkan kakinya. "Aku masuk duluan Mel." Jonathan meninggalkan Amel tanpa sedikit pun menoleh ke arah Sheila. "Dia kenapa?" tanya Sheila bingung melihat kelakuan Jonathan. "Biasa …, dia lagi PMS. Kenapa panggil gue?" "Udah bikin PR Fisika? Pinjem dong." "Kebiasaan lo Shel." Amel masuk kelas, berjalan menuju kursinya. Setelah itu membuka tas dan mengeluarkan  buku PR Fisika miliknya dan memberikannya pada Sheila. "Nih. Nggak pake lama ya." "Yeay …. Amel memang yang terbaik," ujar Sheila sambil memeluk Amel. "Buruan! Ntar lagi bel bunyi." "Iya, iya. Gue kerjain sekarang."  Sheila langsung duduk di kursinya dan menyalin semua jawaban PR Fisika. Dia selesai menyalin tugas tepat ketika bel masuk berbunyi.. "Kenapa sih kamu selalu ngasih pinjem PR ke dia?" tanya Jonathan dengan nada tidak suka. "Kok elo yang sirik?" sahut Amel sambil duduk di sebelah Jonathan. "Ngapain juga sirik sama dia! Aku cuma nggak suka kamu terlalu baik sama dia Mel." "Udah ah. Bentaran lagi Pak Hotma dateng. Gue males denger nasihatnya pagi-pagi." Sepanjang pagi itu, Amel menyimak semua pelajaran dalam diam. Dia masih merasa kesal dengan Jonathan yang selalu merecoki pertemanannya dengan Sheila. Begitu bel istirahat berbunyi, Jonathan langsung bergegas ke kantin bersama Reza sahabatnya. "Jo! Mau ke mana?!" seru Amel. "Kantin. Mau ikut nggak?" "Ntar gue nyusul. Duluan aja," ujar Amel. Amel menunggu Sheila yang belum selesai mengerjakan tugas dari Pak Hotma. Setelah Sheila selesai, barulah mereka pergi ke kantin. Di sana Amel celingukan mencari sosok Jonathan. "Ih ini anak asal nyomot aja! Nggak sopan tau!" Jonathan menegur Amel yang barusan mencomot batagor di piringnya. "Jojo pelit ih," gerutu Amel dengan manja. "Ngambil boleh Mel, tapi ijin dulu."  "Memang cuma Amelia Cantika Wongso yang sanggup naklukkin Jonathan," ujar Reza sahabat Jonathan. "Siapa dulu dong? Gue gitu lho," ujar Amel sambil menepuk dàdanya. "Elo pake pelet apa sih Mel?" tanya Reza. "Pelet ikan Za," sahut Amel seenaknya. "Sembarangan kalo ngomong." Jonathan menyentil pelan kening Amel. "Eh Seila, kenapa berdiri aja. Duduk di samping Abang," ujar Reza sambil menepuk bangku kosong di sampingnya. "Gombal lo Za," ujar Amel. “Sini duduk sebelah gue Shel.” “Nggak ah, gue di sebelah Reza aja,” ujar Sheila sambil duduk di samping Reza. “Wuih …, hati gue langsung cekat-cekot,” ujar Reza sambil tersenyum lebar. Jonathan menusuk sepotong batagor dan menyodorkan ke depan bibir Amel. “Uh … co cuit banget sih kalian …,” ledek Reza. “Biarin,” sahut Amel. “Jojo cuma milik gue seorang. Iya kan Jo.” Amel memandang sahabatnya dengan mesra. “Hm.” Sheila diam-diam merasa iri melihat kedekatan antar Amel dan Jonathan. Dia sudah menyukai Jonathan sejak kelas X. Namun, Jonathan sama sekali tidak pernah membalas perhatian yang Sheila berikan, sehingga dia mulai mengubah siasat dengan jalan mendekati Amel dan mengajaknya berteman, supaya dapat terus dekat dengan Jonathan. “Mel, elo nggak mau makan?” tanya Sheila. “Nggak ah, kan ini udah berduaan sama Jo.” “Kalo gitu gue beli makanan dulu ya,” ujar Sheila sambil berdiri. “Sini Abang temenin,” ujar Reza juga ikutan berdiri. “Mel, sampe kapan kamu mau temenan terus sama dia?” tanya Jonathan setelah kedua orang itu pergi. “Entah,” sahut Amel sambil menggedikkan bahu. “Tapi kenapa sih elo nggak suka banget gue temenan sama dia?” “Kamu masih mau di sini?” tanya Jonathan tidak mengacuhkan pertanyaan Amel. “Kenapa? Elo udah mau pergi?” “Iya, kan udah habis,” ujar Jonathan sambil menunjuk piring kosong di hadapannya. “Terus Sheila sama Eza gimana?” “Tinggalin aja, kasih kesempatan sama Eza buat pedekate ke Sheila,” sahut Jonathan acuh. “Ya udah, tungguin gue,” ujar Amel sambil menyedot minuman milik Jonathan. *** Sepulang sekolah, Jonathan sudah terlebih dahulu sampai di parkiran motor dan menunggu Amel. Tidak lama kemudian Amel datang bersama Sheila.  “Ayo naik Mel,” ujar Jonathan. “Gue duluan ya Shel,” ujar Amel yang sudah duduk di belakang Jonathan. “Iya, hati-hati,” sahut Sheila. Jonathan mengendarai motor menuju tempat kursus piano Amel. Sudah menjadi rutinitas bagi Jonathan untuk mengantar jemput sahabatnya ke manapun gadis itu pergi. Jonathan tidak bisa membiarkan Amel sendirian, karena gadis itu kerap ceroboh. Tidak lama kemudian, Jonathan menepikan motornya di depan tempat kursus. Dia menunggu sampai Amel turun. “Elo pulang apa nungguin gue Jo?” tanya Amel. “Kamu mau aku tungguin?” Jonathan balik bertanya. Amel menganggukkan kepalanya. “Ya udah, aku tungguin. Sana masuk, nanti telat. Aku mau parkir motor dulu.” Amel mengikuti perintah Jonathan Dia membuka pintu kaca dan melangkah masuk. Sedangkan Jonathan memarkir motor, setelah itu masuk ke dalam dan duduk di ruang tunggu. Setelah satu jam lebih, akhirnya Amel keluar dan menemui Jonathan yang masih menunggunya sambil membaca majalah yang memang tersedia di ruang tunggu. Jonathan menggandeng tangan Amel, dan mengajaknya keluar menuju motor. “Mau langsung pulang?” tanya Jonathan sambil menyerahkan helm pada Amel. “Laper, makan dulu ya,” pinta Amel. “Iya. Kamu mau makan apa?” tanya Jonathan sabar. “Bakso,” sahut Amel cepat.  “Tempat biasa?” tanya Jonathan. “Iya.” “Ayo naik,” ujar Jonathan. Kemudian Jonathan mengarahkan motornya ke tempat bakso favorit Amel tidak terlalu jauh dari tempat kursus. Begitu motor berhenti di depan warung tenda, Amel bergegas turun dan meninggalkan Jonathan. “Pak, pesan bakso dua seperti biasa ya,” ujar Amel begitu memasuki tenda penjual bakso kesukaanya. “Siap Neng,” sahut Amir, penjual bakso. Tidak lama kemudian, Jonathan datang. Amel dan Jonathan duduk di salah satu meja dan duduk berhadapan. Amel mengambil sebungkus pangsit goreng dan membukanya.  “Mau?” tanya Amel sambil menyodorkan bungkusan pangsit yang sudah dia buka. Jonathan mengambil pangsit dan menikmatinya bersama dengan AMel sambil menunggu pesanan bakso mereka datang. Tidak lama kemudian, pesanan mereka datang. Amel yang memang sudah kelaparan, langsung menambahkan sambal dan cuka. Begitu rasanya sesuai dengan yang dia inginkan, Amel langsung menyantap bakso di hadapannya. “Nggak doa dulu?’ tegur Jonathan lembut. “Lupa, gue udah kelaperan dari tadi,” sahut Amel dengan mulut penuh. “Ck! Kebiasaan deh, ngomong dengan mulut penuh!” “Biarin. Buruan makan, ntar kalo dingin udah nggak enak.” Selesai makan, Jonathan berdiri dan menghampiri Amir untuk membayar. Setelah itu, dia kembali ke meja. “Pulang yuk Mel,” ujar Jonathan sambil mengulurkan tangan pada gadis itu. “Ayo!” ujar Amel sambil menyambut uluran tangan Jonathan. Jonathan mengendarai motor menuju rumah dan menurunkan Amel tepat di depan rumah gadis itu. Setelah memastikan Amel masuk, barulah Jonathan mengendarai motor ke rumahnya, yang persis berada di sebelah rumah Amel. Sampai di rumah, Jonathan langsung masuk ke dalam kamar dan mandi. Ketika keluar kamar mandi, dia melihat Amel yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Jonathan menggelengkan kepala melihat ulah sahabatnya itu. “Mau ngapain ke sini?” tanya Jonathan. “Bikin PR,” sahut Amel santai. “Emang udah mandi?” “Belum. Mandi di sini aja,” sahut Amel. Jonathan mengembuskan napas mendengar jawaban Amel. “Mandi dulu sana, baru bikin PR.” “Oke.” Amel beranjak dari tempat tidur, mengambil handuk yang tersampir di pundak Jonathan, kemudian berlari ke kamar mandi.  Tidak lama kemudian, Amel keluar dari kamar mandi dan menghampiri Jonathan yang sudah mulai mengerjakan PR di tempat tidur. “Kok udah mulai duluan?” protes Amel. “Buruan duduk sini,” ujar Jonathan sambil menarik tangan Amel untuk duduk di sampingnya. “Yeay selesai!” seru Amel sambil merebahkan badan di tempat tidur. Jonathan tertawa melihat kelakuan Amel. “Beresin dulu buku-buku kamu,” ujar Jonathan. “Ntar aja, mau rebahan dulu. Badan gue pegel banget.” Jonathan membereskan buku-buku dan meletakkannya di meja. Setelah itu dia berjalan menuju pintu. “Jo, mau ke mana?” “Ambil minum, mau?” “Mau.” “Tunggu sebentar.” Tidak lama kemudian, Jonathan kembali membawa minum untuk Amel dan tersenyum kecil ketika melihat gadis itu sudah tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Jonathan meletakkan gelas di meja nakas, kemudian menyelimuti Amel. “Selamat malam Candy,” ujar Jonathan lembut yang selalu memanggil Amel dengan sebutan Candy hanya di saat dirinya sendirian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD