“Sudah larut malam, biarkan kami istirahat dengan tenang.” Jemmy bersedekap sambil menunduk. Tampangnya tampak menyimpan rasa kesal tak bertepi. Tentu saja, ia sengaja mengusir Dion yang masih bertahan di sana.
Dion yang duduk di hadapan Amel, mereka dipisahkan oleh keberadaan meja kerja Amel, menatap heran Jemmy. Pria itu masih memandori kebersamaannya dan Amel, masih berdiri di samping Amel bak pengawal pribadi yang akan selalu terjaga sekaligus melindungi.
“Bukankah kamu akan menikah lagi dan sampai sudah memesan pakaian pengantin kepada Amel?” sinis Dion.
Jemmy menghela napas dalam kemudian menahannya. Ia melirik sebal Dion tanpa perubahan berarti. Ia belum sempat menjawab, tetapi Dion dengan berani mengajak Amel untuk menikah andai Amel sudah resmi bercerai dengannya.
“Maksud kamu apa?!” tegas Jemmy.
“Aku bukan tipikal yang ribet. Mamahku juga bukan wanita berpikiran kuno yang menganggap istri sebagai mesin pencetak anak. Malahan, mamah menyarankan untuk enggak menuntut istri punya anak. Karena pada dasarnya, tujuan menikah memang agar kita bisa lebih menyayangi, menjaga, sekaligus membahagiakan dengan leluasa. Bukan untuk berlomba seberapa banyak kita mencetak anak. Anak ibarat bonus, kita bisa mendapatkannya melalui mengadopsi.” Dion sengaja menyindir Jemmy dan orang tuanya.
Tak ada yang mau mengalah. Baik Dion apalagi Jemmy masih sibuk berusaha mencuri perhatian sekaligus menguasai Amel. Di ruang kerja Amel, semua itu terjadi.
Kok Dion bisa tahu perkaranya, ya? Padahal kan aku belum cerita. Aku hanya cerita perihal perceraianku dan Jemmy, serta Jemmy yang akan menikah lagi dengan Tianka, batin Amel. Ia mengaduk salad buah di wadah terbilang besar miliknya, dengan tidak bersemangat.
“Aku tegaskan ke kamu, tidak ada yang akan bercerai. Hubunganku dan Amel baik-baik saja apalagi dalam waktu dekat, kami akan punya anak!” tegas Jemmy sesaat setelah menggebrak meja kerja Amel menggunakan kedua tangan. “Jadi, jangan pernah menggoda apalagi menghasut istriku!” tegasnya yang kemudian menarik kedua tangannya dari meja.
Amel berangsur menghela napas panjang. Jujur ia merasa bingung, tetapi ia merasa harus bersikap tegas pada Jemmy maupun Dion. “Ion ... sekarang kamu jadi saksi. Karena andai Jemmy kembali mengkhianatiku, ... tolong pastikan dia tidak bisa mengusik kehidupanku lagi!” tegasnya sambil tetap menunduk. Sambil kembali mengaduk salad buahnya, ia berkata, “Aku masih menunggu hasil syaratku kepadanya. Karena andai bukan demi anak, aku tidak mungkin mau mengenal apalagi bersamanya lagi.”
Dion yang menyimak serius, langsung menatap Jemmy. “Apa syaratnya?”
Amel tak berniat menjawab. Ia memilih menikmati salad buahnya dengan pelan sambil terus menunduk karena baginya, memang Jemmy yang harus menjawabnya.
“Aku sudah mengakhiri hubunganku dengan Tianka,” ucap Jemmy.
Bukan hanya hati Amel yang teriris karena hal yang lebih parah juga terjadi pada Dion. Aliran darah Dion langsung memanas menahan kekesalan yang sangat sulit ia sembunyikan. Karena baru saja, Jemmy mengakui kesalahannya yaitu mengenai hubungannya dengan Tianka. Itu juga yang menjadi alasannya melempar asal sendok di tangan kanannya ke meja. Padahal tadinya, ia menggunakan sendok itu untuk mengaduk salad buah yang baru ia sajikan kepada Amel.
“Enggak semudah itu mengakhiri hubungan dengan wanita tak punya harga diri seperti dia!” tegas Dion masih menatap kesal Jemmy. Pria itu menghela napas kasar sambil melirik sebal kepadanya. “Kamu enggak tanya kenapa aku menganggapnya tak punya harga diri? Memang kamu pikir, wanita macam apa yang dengan begitu nyamannya menjalin hubungan dengan suami orang bahkan secara terang-terangan? Ya ampun, Jem ... sekarang kamu keluar, itu di pinggir jalan banyak yang begitu. Atau langsung pesan saja ke lapaknya. Mau yang model apa pasti ada. Dari yang cantik, perhatian, seksi, pengertian dan kamu anggap lebih memuaskan dari pasangan kamu. Ya tentu saja mereka akan memanjakanmu karena mereka memang kerjaannya menjual diri dan perhatian! Asal kamu kasih yang mereka mau, pasti mereka akan memuaskan sekaligus memanjakan kamu. Namun kalau kamu sudah enggak punya apa-apa, boro-boro mau. Lirik kamu aja, mereka ogah! Hati-hati kamu, kena penyakit kelamin! Demi kebaikan bersama, kamu cek kesehatan juga deh, Mel. Takutnya melalui Jemmy, kamu juga tertular. Soalnya kebanyakan di lapangan, kasusnya si suami baik-baik saja, tapi justru si istri yang enggak bersalah yang kena!” Dion mengomel, dan sepanjang itu, Amel menjadi menangis. Kenyataan tersebut terjadi karena lagi-lagi, Amel teringat pengkhianatan yang Jemmy lakukan dengan Tianka.
“Sudah, Mel, sudah. Kalau kamu merasa bersamanya hanya bikin kamu merasakan beban, kamu merasa terluka, lebih baik jangan. Jangan mengorbankan hidupmu untuk orang yang hanya bisa melukai kamu. Masalah anak, nantinya aku yakin mereka paham. Enggak selamanya keutuhan orang tua menjadi sumber kebahagiaan anak, kok. Banyak anak korban broken home yang tetap bisa bahagia.” Dion meyakinkan sambil mengangsurkan beberapa helai tisu kering yang ia ambil dari kotak di meja.
Jemmy menghela napas kasar, kemudian menarik beberapa helai tisu kering dan menggunakannya untuk mengelap air mata Amel secara langsung. Kali ini, Dion memilih mundur.
“Jangan lupa, melepaskan diri dari wanita seperti Tianka, beneran enggak muda. Contohnya sudah ada dalam kehidupan kita. Memangnya kasus Intan, belum cukup membuat kamu belajar, Jem? Semua orang yakin Intan jatuh dari tangga karena murni kecelakaan. Padahal, itu ulah Inara yang terlalu cemburu kepada Intan karena Arden tetap memilih Intan. Fatalnya, kasus itu baru terungkap, setelah bertahun-tahun berlalu dari kematian Intan!” Setelah berucap demikian, Dion yang berangsur berdiri juga berkata, “Aku enggak sepenuhnya mundur karena aku akan tetap mengawasi kalian. Ingat, Mel, jangan dipaksakan. Karena andai kamu terluka, anakmu juga akan ikut merasakannya.” Dion pamit dan memutuskan pergi dari sana. Dion sengaja memberi ruang sekaligus kesempatan agar Amel bisa berdua bersama Jemmy. Namun seperti yang ia kata sebelumnya, ia tidak sepenuhnya mundur karena ia masih akan mengawasi. Ia akan memastikan Amel benar-benar bahagia tanpa membiarkan wanita itu bertahan dalam luka hanya untuk cinta.
Kepergian Dion membuat Jemmy memeluk Amel dengan leluasa. Jujur, ia tidak menampik anggapan Dion. Karena melepaskan diri dari Tianka memang tidak mudah. Buktinya, meski ia sudah sampai memblokir nomor ponsel Tianka, wanita itu tetap memakai nomor baru hanya untuk bisa terhubung dengannya.
***
Masih sangat pagi, Amel dikejutkan oleh keberadaan Jemmy yang tidur di sebelahnya. Pria itu bahkan tak segan memeluknya, seolah semuanya baik-baik saja. Semudah itu Jemmy melupakan kesalahannya sekaligus luka-luka Amel.
“Kamu tidurnya pulas banget,” ucap Jemmy sambil membingkai wajah Amel kemudian menatapnya penuh cinta. Sesekali, kedua tangannya juga membelai kepala Amel, silih berganti.
Amel mendengkus kesal dan buru-buru menjaga jarak tak lama setelah Jemmy mendaratkan ciuman di keningnya. “Aku masih sulit buat terbiasa.” Ia beranjak duduk kemudian merapikan asal penampilannya sebelum akhirnya ia berusaha turun dari tempat tidur, tetapi keberadaan Jemmy menghalanginya.
Jemmy berusaha bangun, mencoba menjadi suami siaga dan membantu sang istri turun dari ranjang sederhana yang mereka tempati. “Pelan-pelan,” ucapnya sambil menatap Amel sebelum akhirnya ia buru-buru turun. Ia tak mengizinkan Amel jalan dan sengaja membopongnya.
“Mulai hari ini, ayo kita biasakan. Kita biasakan berpacaran, kencan. Oh, iya ... hari ini, kita lihat-lihat rumah baru buat kita. Aku kurang nyaman kalau kamu tinggal di sini. Tempat ini terlalu sempit,” ucap Jemmy sambil melangkah pelan membawa Amel ke kamar mandi.
“Memangnya kamu punya apa? Memangnya kamu bisa apa tanpa orang tua kamu?” ucap Amel. “Aku enggak bermaksud meremehkan apalagi merendahkan kamu, tetapi itulah kenyataannya. Selama ini, kamu selalu hidup dengan bermalas-malasan di atas harta dan kekayaan orang tua kamu.”
“Gini, lho. Sesayang-sayangnya orang tua ke orang lain, mereka pasti tetap condong sekaligus berat ke anak. Sementara semua yang selama ini aku punya, semua itu memang hakku. Iya, aku memang enggak punya apa-apa sekaligus enggak bisa apa-apa tanpa mereka. Namun mulai sekarang, aku akan belajar buat lebih berguna lagi,” ucap Jemmy sarat perhatian sekaligus kepedulian. Ia menurunkan Amel dengan hati-hati di depan kloset.
Di kamar mandi yang tidak begitu luas di sana tapi masih dihiasi wastafel lengkap dengan cermin, Jemmy sengaja meninggalkan Amel karena wanita itu tak mau ditunggui olehnya dan berdalih sudah sangat kebelet pipis. Jemmy membasuh wajahnya. Ia menatap pantulan bayangan wajahnya pada cermin wastafel. Wajahnya masih babak belur dan langsung terasa sangat perih ketika ia membasuhnya menggunakan air apalagi sabun.
Di dalam dan hanya tertutup oleh pintu kaca tebal, Amel yang masih duduk di kloset, menjadi menatap tak tega Jemmy. Pria itu babak belur karena dihajar Arden. Amel memang tidak menyalahkan Arden karena Jemmy pantas mendapatkannya. Namun tetap saja, rasa peduli itu membuatnya untuk segera mengobati. Hingga beberapa saat kemudian, di pinggir tempat tidur, Amel mengobati luka-luka di wajah Jemmy.
Suasana kamar tak lagi temaram karena selain semua gorden tebal sudah dibuka, jendelanya juga turut dibuka semua. Jemmy menahan tangan kanan Amel yang tengah memoleskan salep peredam lebam di wajahnya.
“Apa?” lirih Amel sambil menatap heran Jemmy.
Bukannya menjawab, Jemmy malah mengabsen punggung tangan Amel dengan ciuman dan langsung mendapat omelan dari yang bersangkutan.
“Status hubungan kita apalagi bila di mata agama, sudah sangat enggak baik. Demi jaga-jaga biar enggak salah kaprah, kalau kamu memang serius mau lanjut, harusnya kita menjalani ijab kabul lagi. Tentu saja, kita harus melakukannya di depan orang tua kita. Kamu sanggup membuat itu terjadi enggak? Kalau enggak, ya jangan harap aku mau sama kamu lagi. Kalau kamu menganggap aku terlalu ribet, ya silakan saja cari yang gampangan. Seperti kata Dion, yang semacam Tianka banyak di pinggir jalan. Dapat perhatian apalagi kepuasan dari mereka saking gampangnya asal kamu punya uang. Sementara kalau sama aku, aku enggak hanya butuh uang, tapi juga tanggung jawab. Aku enggak munafik dan bilang aku enggak butuh uang. Buktinya, buat berobat kemarin dan menjalani pengobatan janin secara intensif saja bayarnya pakai uang, bukan ucapan terima kasih apalagi janji.” Amel menyikapi Jemmy dengan sangat tegas.
Jemmy mengangguk kilat dan menanggapi Amel tak kalah tegas. “Hari ini juga, setelah kita sarapan, aku akan membawamu menemui orang tuaku, setelah itu kita ke orang tuamu, kemudian kita menjalani ijab kabul lagi. Aku serius ke kamu dan aku mau fokus ke rumah tangga kita,” tegasnya.
Hari ini juga, Jemmy akan membawaku bertemu dengan orang tuanya, dan dengan kata lain, aku akan bertemu ibu Marta? batin Amel yang kemudian bertanya, “Kalau orang tuamu apalagi mamah kamu enggak setuju?”
“Aku enggak peduli, yang penting aku sudah minta restu secara baik-baik,” balas Jemmy masih menyikapi Amel dengan tegas.
“Kalau Tianka masih mengejarmu, dan bahkan sampai terjadi kasus Mbak Intan dan Inara, dalam kehidupan kita?” sergah Amel.
“Aku sudah bilang ke dia, bahwa aku sudah meminta surat larangan khusus berkekuatan hukum karena surat tersebut berasal dari kepolisian. Karena andai Tianka sampai nekat melukaimu, dia akan langsung dipenjara. Mendekati kita saja, dia wajib ada jarak. Minimal sepuluh meter, itu jarak terdekat dia dengan kita.”
Dalam hatinya, Amel bertanya-tanya. Benarkah Jemmy bisa dipercaya? Dan apakah apa yang Jemmy lakukan bisa membuat Tianka jera?