Episode 8 : Istri Orang

1511 Words
Seruan bel yang menegaskan, di luar sana seseorang telah menekannya, mengusik keheningan Amel yang tengah mendesain sebuah dress selutut, di buku agenda khusus miliknya. Amel tetap diam, sekalipun ia juga mulai menduga-duga, perihal siapa pelakunya? Belum genap lima menit Dion pergi, apa mungkin pria itu sengaja kembali karena ada sesuatu yang tertinggal? Pikir Amel. Dengan hati-hati, ia beranjak dan berdiri. Ia sengaja menggunakan kedua tangannya untuk berpegangan pada tepi meja kerjanya, terlebih biar bagaimanapun, harusnya ia tengah bedrest. Berdiri saja ia masih lemas dan merasa sedikit pening. Itu juga yang membuatnya perlahan menyeringai. “Dalam waktu dekat, buat jaga-jaga, aku harus pasang monitor CCTV di ruangan ini, atau seenggaknya terhubung ke laptop, bahkan ponsel seperti punya Mas Arden. Coba besok aku minta Mas Arden buat urus. Kira-kira, perusahaan jasa keamanannya, bisa semacam pasang monitor CCTV, enggak, soalnya aku memang beneran enggak ngerti perkara ini,” pikir Amel. Dering bel yang kembali terulang, tak lantas membuat Amel keluar dari ruang kerjanya karena geraknya juga terbatas. “Andai itu Dion, harusnya dia telepon, minta dibukain pintu.” Amel yakin itu. Dan seperti keyakinannya, di meja kerjanya, ponselnya mendadak berdering. Dering tanda panggilan masuk. Hanya saja, kontak ponsel yang tertera menghiasi layar bukan Dion, melainkan sosok yang sedang Amel hindari. Jemmy. Kedua tangan Amel refleks mengepel kencang di sisi tubuh. Bersamaan dengan itu, tubuhnya juga menjadi gemetaran akibat amarah sekaligus kekecewaan yang ia tahan. Apalagi di ingatannya kini, pengkhianatan yang Jemmy lakukan dengan Tianka juga mendadak terputar. Butiran bening yang susah payah Amel tahan, luruh membasahi pipi, mengurai setiap luka yang membuat batinnya meronta-ronta sekalipun kini ia memilih bungkam. Tak lama setelah tiga kali telepon masuk dari Jemmy, Amel abaikan, pria itu juga sampai mengirim Amel pesan. Jemmy : Aku tahu kamu belum tidur. Tolong buka pintunya. Amel memang membaca pesan tersebut, tapi sekali lagi, ia sengaja mengabaikan Jemmy. Amel melakukannya karena Jemmy memang tipikal yang akan makin mengejar jika diabaikan. Iya, Jemmy tipikal yang akan makin penasaran sekaligus berjuang, jika usahanya justru selalu mendapatkan penolakan. Buktinya, belum genap tiga detik Amel membuka pesan dari Jemmy, pria itu sudah kembali menelepon Amel. “Teruslah begitu! Mengemis padaku dan jadilah budakku! Jadilah senjata untukku membalas setiap luka yang Tianka dan mamahmu siramkan kepadaku!” Balas dendam, benar-benar itu yang akan Amel lakukan. “Kalian, ... gara-gara kalian, aku nyaris kehilangan anakku!” Butiran bening tak hentinya mengalir dari kedua ujung mata Amel di antara sumpah serapah yang terucap lirih penuh penekanan dari bibirnya. Jemmy : Mel, please. Tolong kasih aku kesempatan. Biarkan anak kita memiliki keluarga yang sempurna. Jemmy : Biarkan anak kita memiliki orang tua dengan formasi lengkap. Jemmy : Sebaik-baiknya orang tua sambung, orang tua kandung jauh lebih di atas segalanya, Mel. Jemmy : Please, katakan padaku apa yang harus aku lakukan? Jemmy : Apa pun, Mel. Apa pun, aku akan melakukannya buat kamu. Jemmy : Mel Amel masih menjadi pemantau untuk setiap pesan WA masuk yang ia dapatkan dari Jemmy. Jemmy : Aku tahu aku salah. Kesalahanku fatal, tetapi bukan berarti aku enggak bisa berubah. Jemmy : Aku tahu kamu sangat marah, kecewa ke aku. Dan aku tahu kamu belum tidur. Ayo buka pintunya. Aku bakalan tetap nunggu, sampai kamu bukain pintu. Seperti yang Amel duga, begitulah Jemmy. Dan Amel yakin, pria itu benar-benar menunggu di depan sampai ia memaafkan atau setidaknya keluar, membukakan pintu. Dan Amel sengaja membalas pesan Jemmy agar pria itu merasa makin tertantang. Amel : Pergilah. Aku tidak mau, mamah kamu dan gundikmu mengotori butikku. Tanpa menunggu lama, Amel pun mendapat balasan dari Jemmy. Kali ini, Jemmy begitu cekatan dalam membalas setiap pesan balasan datinya. Jemmy : Aku pastikan itu tidak akan pernah terjadi. Amel : Aku sudah terlalu bosan, muak dengan janji-janji kamu! Jemmy : Mel, tolong izinkan aku menebus semua kesalahanku kepada kalian. Izinkan aku membahagiakan kalian. Terlalu lama berdiri membuat kepala Amel makin pening. Kedua mata Amel refleks terpejam, menahan pening yang juga sampai membuat matanya berkunang-kunang. “Kok gini banget, ya? Ini aku anemia, apa memang bawaan hamil? Sebelumnya aku enggak pernah begini,” keluh Amel. Ia berangsur mencoba duduk di kursi kerjanya sambil berpegangan pada meja. “Aku enggak boleh sampai jatuh.” Amel takut janinnya mengalami luka fatal andai ia sampai jatuh seperti yang ia takutkan. Jemmy : Aku sayang kamu. Aku sayang kalian. Amel : Pergilah. Sekarang aku tahu, mana yang benar-benar tulus, mana juga yang hanya mengobral janji. Andai dari awal aku mendengarkan nasihat Mas Arden dan Mbak Keyra, andai aku tidak memberimu kesempatan, anak yang kulahirkan pasti memiliki ayah. Amel membaca pesan dari Jemmy, sambil merebahkan kepalanya di meja. Sampai detik ini, bujuk rayu Jemmy sama sekali belum bisa membuat hatinya tersentuh karena ia telanjur terlalu terluka. Dan kini, ia sengaja mendiamkan Jemmy. Sekitar dua jam kemudian, setelah Jemmy memberinya jeda dalam menghubungi, pesan dari Jemmy kembali menghiasi ponsel Amel. Amel yang ketiduran langsung kaget dan refleks membaca sambil setengah terpejam. Jemmy mengiriminya foto pintu masuk butik Amel. Foto tersebut diambil dari sekitar bangku tunggu yang ada persis di depan pintu masuk utama butik, Amel paham itu. Jemmy : Kamu sudah tidur? Amel mendengkus malas setelah membaca pesan tersebut. Malahan, ia menerima telepon masuk dari Dion yang kebetulan menghiasi ponselnya. “Sebentar lagi aku sampai. Aku pakai motor.” Dari seberang, Dion sampai berseru dan suaranya khas orang yang sedang mengendarai motor. Mendengar suara Dion yang sarat perhatian, Amel tak segan berkeluh kesah. Amel meminta Dion untuk secepatnya sampai dengan dalih karena kepalanya terasa sangat pusing. Sekitar setengah jam kemudian, setelah Dion berjanji akan datang secepatnya, pria itu menepati janjinya. Dion datang dan mendapati Jemmy masih duduk terjaga di bangku tunggu pintu masuk yang tertutup dan dihiasi keterangan tergantung bertuliskan : CLOSED. Api cemburu langsung membakar hati bahkan kehidupan seorang Jemmy hanya karena mendapati Dion kembali datang, membawa dua kantong berwarna putih berisi tumpukan kotak makanan terbilang besar. “Ngapain kamu ke sini?” ucap Jemmy sesaat setelah berhasil berdiri. Dion yang menepis tatapannya terlihat sangat cemas. Membuatnya curiga, sesuatu telah terjadi di dalam sana dan menimpa Amel. Suara proses terbukanya pintu dan itu dilakukan oleh Amel, langsung mengusik mereka. Di pintu transparan yang luarnya dihiasi jeruji besi sebagai pengaman, Amel yang memakai piama lengan panjang warna pink tua, tengah susah payah membuka gembok. “Pelan-pelan, Mel.” Dion sungguh mengkhawatirkan Amel. Ia sampai gelisah, tak bisa tenang hanya karena kekhawatirannya. “Kamu ngapain sih, malam-malam niat banget menemui bahkan mengganggu istri orang? Enggak sopan dan enggak seharusnya kamu melakukannya kalau kamu memang enggak mau berurusan denganku!” tegas Jemmy meledak-ledak. Dion mengernyit, menatap tak habis pikir Jemmy yang terlihat jelas tak hanya ingin mengajaknya ribut, tetapi lebih. “Istri orang ...?” ucapnya yang kemudian tersenyum getir dan memang sengaja ia lakukan untuk mengejek Jemmy. Jemmy meradang, ingin rasanya ia menghajar Dion, tapi Amel baru saja berdiri di hadapan mereka sesaat setelah wanita yang ia pastikan masih merupakan istri sahnya, berhasil membuka pintu. Sambil mengerling, melirik Dion dan Jemmy silih berganti, Amel juga merenung. Ia mendapati aura kecemburuan dari Jemmy terhadap Dion. Kecurigaannya tersebut ditegaskan dengan rahang Jemmy yang mengeras dan juga kedua tangan pria itu yang sampai mengepal kencang. Tentu saja, tatapan Jemmy pada Dion juga jangan ditanyakan lagi. Penuh amarah dan seolah mengobarkan kobaran api. Terbukti, Jemmy juga sampai meraih sebelah tangannya, menggenggamnya erat kemudian mendekapnya. Dion tahu, apa yang Jemmy lakukan sengaja menegaskan perihal kecemburuan pria itu kepadanya. Istri orang, istri Jemmy, persis seperti yang beberapa saat lalu pria itu tegaskan. “Kamu kenapa, sih?” tegas Amel yang merasa risih pada sikap Jemmy. Kemudian ia menoleh, menghadap sekaligus menatap Dion. Pria itu masih menatapnya sarat kekhawatiran, berbeda dengan Jemmy yang masih dikuasai sekaligus memperlakukannya penuh kecemburuan. “Biar aku saja yang taruh ini, kamu kelihatan sakit begitu.” Tanpa mendapatkan izin, Dion langsung masuk. Amel melepas kepergian Dion yang memasuki butiknya sambil menghela napas pelan. “Aku enggak suka kalau kamu dekat dengan dia apalagi sampai begini, yah, Mel!” Jemmy menegaskan kemarahannya karena ia sungguh tak ingin berbagi Amel dengan laki-laki mana pun, bahkan itu Dion yang ia ketahu sudah cukup akrab dengan Amel. “Apaan, sih?” keluh Amel lirih sesaat setelah menghela napas kasar sebagai wujud dari kekesalannya pada Jemmy. Ia masih menatap kesal Jemmy. “Bilangnya sayang, tapi hobinya hanya mengatur, mengekang, tanpa peduli aku sedang kelaparan, bahkan sakit!” Apa yang baru saja Amel tegaskan sukses membungkam seorang Jemmy yang seketika menunduk dalam bersama kata maaf yang pria itu sampaikan penuh sesal. “Kalau kamu serius sayang ke aku dan anakku, harusnya kamu selesaikan duku urusan kamu dengan gundik itu. Termasuk dengan mamah kamu. Karena sampai kapan pun, kalau mereka masih begitu dan kamu enggak bisa tegas, ... semuanya beneran sia-sia.” Amel memilih pergi meninggalkan Jemmy. Ia bermaksud menyusul Dion, tapi Jemmy mendadak mendekapnya dari belakang sangat erat, hingga langkah Amel juga tak lagi bisa dilanjutkan. “Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Aku akan melakukannya, besok juga.” Jemmy berusaha meyakinkan Amel. Amel menggeleng kemudian berusaha menyingkirkan kedua tangan Jemmy yang mendekapnya. Namun, tenaganya yang tak seberapa sama sekali tak mampu membuatnya untuk melakukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD