Episode 7 : Bangkit

1706 Words
“Bila kita ingin dilihat dan tidak diinjak, kita harus jadi orang hebat!” *** “Kamu yakin tidak tinggal di rumahku saja?” Arden menatap khawatir sosok Amel yang wajahnya saja masih pias. “Iya, paling tidak selama dua minggu ini apalagi kamu juga wajib bedrest selama dua minggu, kan?” timpal Keyra yang berdiri di sebelah Arden tak kalah khawatir. Amel tersenyum sambil menggeleng. “Aku harus bangkit, Mas, Mbak. Aku akan menata diri, menjadi Amel yang lebih baik lagi. Aku yang sudah susah payah sampai di titik ini saja masih diinjak. Apa kabar bila aku tetap lemah?” Kedua tangannya masih aktif mengelus perut sekalipun tatapannya menyisir suasana butiknya yang tengah dikunjungi beberapa pelanggan. Ia mengamati semua itu dari ruang kerjanya. Setelah menyimak balasan Amel, Keyra menoleh dan menatap Arden. Perlahan tapi pasti langkahnya yang mundur membuatnya sampai di sisi Amel. Ia merengkuh Amel bersama kepeduliannya yang membuncah. Ia pernah ada di posisi Amel—harus berjuang sendiri ketika hamil sebelum akhirnya ia menikah dengan Arden (baca n****+ : Terpaksa Menikah (Cinta Duda Dan Wanita Hamil Di Luar Nikah). “Aku di sini, yah, Mas?” pinta Keyra. “Untuk beberapa waktu,” lanjutnya masih memohon. Arden tampak merenung, mempertimbangkan permintaan sang istri. “Ya ampun, Mbak Key. Enggak usah, aku bisa. Ih anakmu ada empat di rumah. Mau jadi apa mereka tanpa kamu apalagi Mas Arden juga harus fokus kerja. Nanti yang ada berita perceraianku dan Jemmy menyebar sampai planet tetangga!” ujar Amel. “Di planet ini saja sebenarnya kamu enggak diakui!” umpat Arden. Amel langsung merengut sebal. “Ya sudah, Mas. Kalau begitu minta bantuan orang buat angkat tempat tidur karena Amel belum boleh naik-turun tangga. Bahkan harusnya Amel beneran hanya tiduran miring ke kiri seperti aku dulu itu, lho. Yuk kita ubah ruang kerja ini buat jadi kamar sekalian. Biar Amel enggak naik-turun tangga,” ucap Keyra yang langsung menyisihkan tas di pundak kanannya ke meja kerja Amel. “Aku panggil pekerja lain dulu buat bantu kita. Kamu duduk, Mel. Kamu duduk kalau kamu ingin rahasia hubunganmu dan Jemmy aman dari keluarga kita!” Arden sengaja mengancam Amel. Terenyuh, hati Amel seperti diiris oleh sembilu tak kasat mata. Hanya saja, berbarengan dengan rasa sakit itu, Amel juga merasa sangat bahagia. Ketika Tuhan memberiku pasangan tak setia dan justru membuatku merasakan banyak luka, Tuhan menggantinya dengan kebahagiaan yang aku dapatkan dari saudara-saudaraku. Mereka senantiasa ada dan memberiku banyak cinta, batin Amel benar-benar bersyukur. Ia ingin menangis, matanya sudah sampai berkaca-kaca selain ia yang sengaja memipihkan bibirnya. Namun, ia sengaja menahannya, berusaha menjadi wanita kuat apalagi sebentar lagi ia akan menjadi seorang mama. Sayang, lihat. Om dan Tante sayang banget sama kita. Yuk kita semangat, kita bisa jadi orang hebat! Karena bila kita ingin dilihat dan tidak diinjak, kita juga harus jadi orang hebat! Mbak Intan, ... lihat. Wanita yang mendampingi Mas Arden dan membesarkan anak-anak kalian merupakan wanita hebat yang tidak hanya cantik rupa. Karena hatinya juga sangat cantik seperti Mbak. Aku yakin, dari Surga sana, Mbak sudah melihatnya. Mbak juga sangat bahagia, kan? Tenang dan bahagia yah, Mbak, di Surga. Apalagi Inara dan orang tua kalian sudah meninggal dengan tragis. Ya ... mereka pantas mendapatkan ganjaran itu apalagi mereka sudah menjadi penyebab kematian Mbak. Dan Mbak Intan, bukan Istri pengganti seperti yang Inara maupun keluarga Mbak harapkan (baca n****+ : Istri Pengganti (Pernikahan Sementara). Sebutan Istri Pengganti itu justru untuk Inara yang telah diam-diam menulis surat wasiat palsu agar Mas Arden menikahi Inara. Tentu saja, meski Mas Arden hidup bahagia bersama Keyra, bukan berarti Mas Arden melupakan Mbak. Mas Arden hanya terlalu pintar menyembunyikan perasaannya. Dan aku sangat-sangat yakin, Mbak jauh lebih tahu dari siapa pun bahkan aku, bahwa seorang Mas Arden yang memiliki kepribadian dingin tak tersentuh apalagi semenjak kematian Mbak, merupakan tipikal yang sangat menghargai apa yang ada dalam hidupnya, batin Amel. Kekompakan Arden dan Keyra yang tengah menyulap sebagian ruang kerjanya menjadi kamar, benar-benar membuatnya iri. Kebersamaan yang dihiasi keromantisan. Yang membuat Amel merinding, ia melihat bayang-bayang Intan tersenyum padanya. Bayang-bayang itu berdiri di sebelah kebersamaan Arden dan Keyra. Intan yang mengenakan gaun panjang putih dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai, terlihat sangat bahagia. Selain itu, tubuhnya juga bercahaya. **** Ruang kerja Amel sudah diubah menjadi kamar pribadi dan sampai ditutup menggunakan tirai atas usul Keyra. Iya, Keyra Miranti, wanita yang pernah sangat Amel benci hanya karena cinta buta Amel pada Joe. Padahal sebenarnya, baik Kerya maupun Amel sama-sama merupakan korban Joe—si pria brengssek yang hobinya menanam benih di setiap rahim wanita yang dikencani. Pria brengssek yang akan menggunakan kekuasaannya untuk menghancurkan musuh-musuhnya. Parahnya, semua itu terjadi tanpa terkecuali. Karena wanita yang telah Joe nodai bahkan tengah mengandung anaknya, juga merasakan dampaknya. Meski nasib Amel tak seburuk Keyra Miranti, kini Amel benar-benar menyesal pernah sangat mencintai Joe sangat dalam. “Sudah ... sudah, Mel. Ayo bangkit! Semangat!” Amel menyemangati dirinya sendiri, menikmati keindahan ruang kerjanya yang kini menjadi sangat cantik. Suasana yang masih dikuasai nuansa pink di sana membuat keadaan seperti kamar seorang tuan putri dari negeri dongeng. Benar-benar kamar idamannya. Paling tidak, itu akan membuatnya sedikit melupakan masalahnya dengan Jemmy sekeluarga. Hal yang langsung Amel lakukan setelah ia kembali duduk di kursi kerjanya adalah menghubungi Dion—sahabat baiknya yang juga merupakan koki dari restoran favorit Amel. Satu lagi, Dion itu sahabat baik Keyra dan juga merupakan sepupu Joe. “Jika menghubungiku hanya untuk memesan makanan, kenapa kamu enggak menikah denganku saja, biar pesannya cukup lewat mata batin?” Balasan semacam itu sudah biasa Amel dapatkan dari Dion. Memang sesantai itu Dion meski dulu, pria itu sangat kejam kepada Amel. Tentu saja Dion memiliki alasan kenapa Dion yang selalu menjadi pembela Keyra, begitu membenci Amel. “Jika menikah semudah itu, ... KUA penuh ....” Amel tersenyum getir. Dari seberang, ia mendengar Dion yang pura-pura tertawa lepas. “Aku mau pesan makanan empat sehat lima sempurna tanpa ikan.” “Tanpa ikan? Kenapa sampai tanpa ikan? Lagi ngidam?” Amel refleks mengangguk. “Iya. Sudah dua belas minggu. Oh, iya. Kirimnya ke butik ya, jangan ke rumah Jemmy.” Tak seperti sebelumnya, kali ini Dion tak langsung merespons. “Ion, jangan bikin aku tambah kelaparan. Awas kamu ya, kalau anakku sampai kurang gizi berarti itu gara-gara kamu!” “Kamu tinggal di butik?” Pertanyaan serius barusan langsung membuat Amel tak bisa berkata-kata. **** “Makan yang banyak. Lihat wajahmu, vampir saja jauh lebih menarik ketimbang kamu bila keadaanmu seperti ini.” Dion benar-benar tidak tega melihat Amel yang seperti sekarang. Tak hanya wajah Amel yang pucat karena kulit Amel yang lainnya juga. Sekitar satu bulan tidak bertemu, Dion pangling pada Amel yang menjadi sangat kurus. Amel tak hanya kurang istirahat termasuk kekurangan gizi. Amel terlihat tertekan karena terlalu banyak pikiran, nyaris mendekati penderita anoreksia. Di ruang kerja Amel yang sudah disulap menjadi sebagian kamar, kebersamaan mereka terjalin setelah dua jam setengah dari pemesanan yang Amel lakukan. Demi memastikan Amel baik-baik saja, Dion nekat datang mengantar semua pesanan Amel seorang diri. Seperti dugaannya yang langsung berfirasat tak enak, Amel sungguh tidak baik-baik saja bahkan meski Amel bungkam dan terkesan menyembunyikannya. Tak seperti biasa, Amel langsung anteng, langsung menghabiskan semua menu yang Dion buatkan dan tadi sengaja Dion bukakan penutupnya. Satu lagi yang sengaja Dion siapkan sangat amat spesial, rujak! Padahal biasanya, Amel berisik dan paling bawel bila sudah berdebat dengan Dion. “Hubunganmu dan Jemmy baik-baik saja, kan?” Dion memberanikan diri untuk bertanya. Sambil terus menghabiskan nasi dan juga ayam bakarnya, Amel mengangguk. “Mungkin sebentar lagi Jemmy akan memesan pakaian pengantin kepadaku. Kamu mau sekalian?” Dion langsung mengernyit tak paham. Duduknya menjadi gusar bersama otaknya yang langsung berkelana. Masih seperti awal dugaannya, sesuatu yang fatal pasti telah terjadi dan itu menyangkut hubungan Amel dan Jemmy. “Aku akan menghabiskan semua ini, jadi kamu jangan banyak bertanya,” ucap Amel yang sengaja membatasi Dion agar tidak memasuki kehidupannya. “Aku tidak akan bertanya!” tegas Dion jengkel. Dengan mulut penuh makanan, Amel menahan senyum menanggapi. Tidak, Dion bukan tipikal egois. Dion pria penyayang yang juga sangat bertanggung jawab. Tunggu saja, sebentar lagi Dion juga akan menawari menu lain pada Amel untuk dimakan dini hari. Dion akan memberikannya secara cuma-cuma agar Amel tidak sakit apalagi kekurangan gizi. “Ini sudah nyaris pukul sembilan malam. Sebentar lagi kamu pasti akan kembali lapar apalagi sekarang kamu enggak sendiri. Kamu mau pasta seperti biasa? Apa lasagna? Apa dua-duanya? Aku juga akan membuat minuman yang bagus buat janin dan ibu hamil.” Dion menatap Amel penuh kepedulian. Dengan ceria, wanita itu mengangguk-angguk dan Dion benci itu. Jelas-jelas terluka, tapi Amel masih ceria—seolah semuanya baik-baik saja. *** Kepergian Dion setelah pria itu memastikan semua makanan racikannya dihabiskan Amel, juga dibarengi dengan kedatangan Jemmy. Suasana sudah makin sunyi selain di butik yang tidak ada siapa-siapa lagi kecuali mereka dan seorang satpam yang berjaga. Sementara di dalam sana, Amel juga hanya sendiri tanpa ada yang menemani. Entah karena terbawa suasana atau bagaimana, kali ini Dion sungguh ingin mengamuk pada Jemmy. Tak seperti biasa, penampilan Jemmy kali ini terbilang berantakan. Tak ada dasi apalagi jas yang membuat penampilan pria gagah di hadapannya tampak sangat menawan. Hanya kemeja lengan panjang warna merah maroon dan bagian lengannya disingsing hingga siku, dipadukan celana panjang bahan warna hitam. Selain itu, yang paling mencolok adalah luka lebam di wajah bagian kanan Jemmy. Pertemuan kini tak hanya membuat kedua tangan Dion mengepal kencang hingga otot-otot di tangan kekarnya tampak menegang. Sebab kedua tangan Jemmy yang membawa kantong besar berisi makanan, juga mengalami hal serupa. Dan kali ini, setelah sempat malas untuk menatap satu sama lain, tatapan keduanya bertemu. Tatapan yang sama-sama dikuasai amarah. Sorot lampu tembok di sebelah mereka menjadi saksi, bersama satpam di sana yang menjadi tegang sendiri. “Apa maksudmu menemui istriku diam-diam, ... semalam ini?!” Tatapan tajam Jemmy seolah nyaris mencabik-cabik Dion. Mendengar itu, Dion yang mengenakan sweter cokelat tua dan bagian lengannya disingsing hingga siku, langsung tersenyum Geli. Hanya sebatas itu tanpa balasan berarti karena Dion memutuskan masuk mobil yang terparkir di sebelah mereka. Dion memilih pergi tanpa sudi berurusan dengan Jemmy. “Apa maksudnya? Dia meledekku?” gumam Jemmy yang menjadi bertanya-tanya dan melepas kepergian Dion dengan tatapan kesal. Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD