Manusia Munafik

1350 Words
“Saya sangat berharap padamu, Esme. Saya dengar kamu punya reputasi yang cukup bagus di mata para pemuda kelas atas. Saya yakin kamu pasti bisa meluluhkan hati putra saya yang dingin. Selama ini saya sangat khawatir karena Arthur belum pernah dekat dengan perempuan mana pun. Kamu adalah calon yang pas untuk mendampingi putra saya,” ujar Fin kepada Esme yang kebetulan duduk dihadapannya. Mereka saat ini sudah berada di satu meja, dan orang pertama yang mengeluarkan suara adalah ayahnya Arthur. “Dan Arthur adalah pria yang dewasa, keberadaannya disisi Esme akan menjadi sesuatu yang bagus untuk mengontrol sisi liar, manja, dan juga egoisnya. Aku setuju kalau mereka sangat sempurna untuk menjadi pasangan dan aku yakin bersama putramu, kita bisa memiliki cucu dengan bibit yang unggul. Terlebih perusahaan kita juga akan sangat diuntungkan dengan adanya pernikahan ini,” timpal Ethan yang membuat Esme mencebik. Padahal dia sudah terang-terangan tidak setuju pada ayahnya, tapi gelagat pria itu sekarang seolah dia melupakan segalanya. Dugaan Esme memang tidak meleset. Tujuan dari pertemuan ini memang hanya sebuah pembicaraan mengenai lanjutan rencana perjodohan. Esme melirik Arthur yang tidak bereaksi apapun dan itu jelas membuat Esme frustasi. “Ayah, keputusan ini tidak bisa begitu saja dibuat. Esme akan sangat tidak nyaman bila Ayah setengah memaksanya seperti ini. Lagipula aku masih sangat sibuk mengurus perusahaan kita. Urusan pernikahan bisa ditunda untuk lain waktu,” sahut Arthur yang membaca gurat ketidaknyaman yang Esme perlihatkan. Wanita itu seolah berharap Arthur buka suara, dan oleh sebab itu dia pada akhirnya mencoba untuk bernegosiasi semampunya. “Ayah, tolong pertimbangkan sekali lagi. Maksudku aku belum tertarik menjalani hubungan dengan komitmen seperti itu. Lagipula Arthur dan aku belum saling mengenal. Kami masih sibuk dan nyaman dengan kehidupan masing-masing,” tambah Esme pula dengan nada merengek. Ini adalah fase pertama, mencoba merajuk pada sang ayah karena dia memang tidak bisa diam saja ketika dia tidak suka dengan keputusan yang dihasilkan. “Oh ya? Kalau memang kau tidak mau aku tidak akan segan mencoret namamu dari daftar ahli waris kalau kau tidak mau menikah dengan Arthur! Kau benar-benar memalukan Ayah, Esme. Bagaimana bisa kau menentang hal yang sesempurna ini? Arthur sangat cocok menjadi pendamping hidupmu, memang dimana lagi kau bisa mendapatkan pria sedewasa dan sebaik Arthur?!” “Ayah tidak mengerti! Aku tidak suka dengan situasi ini. Aku bisa menghasilkan uang sendiri, urusan dengan pria dan ranjang aku juga sudah merasa tercukupi. Lantas untuk apa menikah? Tanpa ikatan itu saja aku sudah mendapatkan semuanya.” timpal Esme yang malah makin tidak terima dengan jawaban dari ayahnya. “Kau tidak mengerti itu, Esme. Sebagai ayahmu aku hanya ingin yang terbaik.” “Sudahlah! Ayah tidak memahami putrinya sendiri. Ayah hanya bersikap egois dan keras kepala. Kalau ayah sesuka itu pada Arthur, ayah bisa mengangkat anak perempuan lain dan menikahkannya dengan Arthur. Karena aku tidak mau!” Itu adalah sikap yang paling kurang ajar yang Esme perlihatkan, apalagi dia juga sempat menggebrak meja sebelum pergi meninggalkan kedua orang tua yang tampak keras kepala dan tidak mau mendengar argumentasinya. Pertemuan itu berakhir dengan gantung tanpa keberadaan Esme, dan sebagai pihak yang membawa wanita itu kemari Arthur kemudian menyusulnya langkah wanita itu. Ethan langsung mengurut keningnya, rasa pening mulai terasa dikepala sang duda kaya atas tingkah laku putrinya. Merasa menyesal karena Fin melihat kelakuan Esme yang diluar nalar. “Fin, maafkan tingkah laku putriku. Dia memang terkadang suka bertingkah semaunya, aku merasa gagal menjadi seorang ayah karena tidak bisa mendisiplinkan dia. Setelah melihat apa yang terjadi malam ini, apa kau masih yakin putramu cocok dengannya? Apa kau yakin kau ingin dia sebagai menantumu? Lagipula kalau tidak salah ingat, putriku juga pernah memacari Thomy, adiknya Arthur. Apa kau lupa soal itu?” Sang kepala keluarga Shelby hanya tersenyum. “Aku tidak akan menarik kata-kataku. Sejak Thomy memperkenalkan dia sebagai pacarnya, aku sudah suka pada putrimu. Sayangnya hubungan mereka tidak bertahan lama dan kandas. Aku suka putrimu karena dia sangat energik dan emosional. Dia tidak ragu mengatakan apa saja yang menganggunya, itu mungkin akan sangat berpengaruh secara positif kepada Arthur. Lagipula sebelum aku memutuskan untuk membicarakan soal perjodohan aku tentu sudah tahu rumor yang menerpa putri kesayanganmu. Tapi aku tidak peduli hal itu, Ethan. Lagipula, Esme, Thomy dan tunangannya sudah berteman baik sejak lama mereka pun tampaknya sudah berdamai dengan keadaan. Aku rasa tidak masalah kalau mereka menjadi satu keluarga. Malah aku rasa itu akan jadi keluarga yang hangat.” *** Diluar restoran Esme menghentak kedua kakinya, meluapkan seluruh emosi dengan gesture tubuh tanpa kenal tempat. Dia mendengus kesal karena ini adalah kali pertama dia bertengkar hebat dengan ayahnya. Biasanya pria itu sangat mudah dinego, apalagi kalau Esme sudah merengek dan terang-terangan menolak. Namun malam ini, sikapnya tidak seperti ayahnya yang dia kenal. Memangnya sepenting apa sih menikah itu? Ibu dan ayahnya saja bercerai dulu, lantas kenapa Esme perlu menjalin hubungan yang bisa retak kapan saja macam itu? Esme tidak akan mau menikah, apalagi kalau mempelai prianya adalah Arthur Shelby. Kakak dari mantan pacarnya. “Esme.” “Mau apa kau kemari? Tinggalkan aku sendiri. Aku sudah sangat muak sekarang,” sahut Esme penuh emosi. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari tas tangannya dan menghisap benda itu sambil menarik napas dalam-dalam. Arthur hanya menyaksikan tingkah polah sang nona besar, dan kemudian memandang wajah wanita itu lekat-lekat. “Kau mau pergi kesuatu tempat kan? kau tidak bawa mobil, jadi biarkan aku mengantarkanmu kesana,” bujuk Arthur yang mencoba untuk bersikap lebih tenang dan sabar pada Esme. Tetapi bukannya mau menurut, mendengar saja Esme sudah tidak sudi. Bahkan wanita itu malah berjalan menjauh dari Arthur untuk mencoba menghentikan taksi. “Bawa aku ke bar,” ujar Esme pada satu taksi yang melintas. Tetapi Arthur dengan sigap langsung menghadang dan menjegal tangan sang nona manja. “Kau pikir minum-minum akan menyelesaikan masalah ini? kau baru saja menyiram minyak ke dalam api yang berkobar Esme,” tutur Arthur dengan serius, dia memandang sang supir taksi yang tak juga pergi di detik berikutnya dengan cara yang menyeramkan sehingga sang supir taksi langsung tancap gas dan meninggalkan mereka dengan ekspresi ketakutan. “Apa yang kau lakukan? Kau mengusir taksi yang mau aku naiki. Kau b******k Arthur!” “Bukan itu masalahnya! Kau membuat situasi ini jadi semakin pelik, Esme.” “Memangnya kenapa? Biar saja, Arthur. Biar saja ayahmu melihat kelakuan burukku. Biar dia paham dan melihat langsung kalau aku tidak cocok menjadi menantunya. Kenapa pula aku harus menurut saja saat aku tidak suka? Memangnya kau tidak bisa cari istri sendiri sampai kau tidak menentang mereka? kau lupa aku ini mantan kekasih adikmu! Memangnya kau bisa nyaman dengan situasi itu? kau ini payah, Arthur. Padahal dengan tampang dan uangmu kau bisa dengan mudah mendapatkan wanita mana pun yang kau mau!” “Aku tidak peduli, lagipula aku tidak begitu tertarik dengan wanita.” “A—Apa?” kedua mata Esme terbeliak. Apa yang baru saja dia dengar? “Kau gay?” ulang Esme tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Arthur. Pria itu mengedikan bahu. “Setengahnya benar. Tapi menurutmu ada tidak perempuan yang mau membagi suaminya dengan pria lain atau seorang perempuan yang bisa menerima jenis hubungan polyamore tanpa merasa cemburu?” Mulut Esme langsung menganga, terlalu banyak plot twist dihidupnya hari ini. Tetapi yang paling besar adalah pengakuan sang kakak sulung mantan pacarnya ini. “Hah … ini Gila.” Ternyata oh ternyata the most eligible bachelor memiliki penyimpangan dan kecenderungan homo s****l dan bukan tipe pria yang suka dengan hubungan monogami. Pantas saja Arthur jarang terlihat menggandeng wanita karena dia sejujurnya lebih suka laki-laki. Arthur Shelby memang pria yang bersih dan jauh dari skandal apapun. Dia selalu pandai menjaga image diri sebagai pria alim yang jauh dari seks bebas, hingar bingar pesta, dan juga hedonisme. Sebelum tahu faktanya Esme juga berpendapat kalau dia pria yang sangat sempurna. Tetapi ternyata, justru dia sama saja dengan Esme. Hanya saja Arthur bermain rapi dan pintar menutupi, sementara Esme justru lebih suka mengumbar kegilaannya. “Ya.” “Kau tahu, aku jadi punya alasan lain untuk tidak menikah denganmu.” “Karena aku gay?” “Bukan.” “Lantas?” “Aku benci manusia munafik!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD