“Aku hanya ingin menjadi lebih dekat denganmu. Apakah itu tidak diperbolehkan? Seingatku tidak ada peraturan tentang itu dan juga bagaimana aku bisa mempercayaimu sebagai masterku bila aku saja tidak mengenalmu,” timpal Esme yang membuat Jhon dibuat kagum. Perempuan ini pandai sekali merangkai kata, jika saja Jhon tidak berhati-hati bisa saja dia secara tidak sadar mengupas soal hidupnya sendiri dan memberitahukan pada perempuan itu secara cuma cuma, dan itu sungguh sangat berbahaya.
“Esme, saya pernah bilang padamu bahwa saya pernah bekerja sebagai pria penghibur di masa remaja. Terkadang ada permintaan seperti ini, dan saya merasa perlu mempelajarinya untuk meningkatkan performa dan pendapatan,” jelas Jhon dan pria itu melihat sang nona menganggukan kepala.
“Ah, aku ingat yang satu itu. Tapi … kenapa kau tidak menjadi pelukis saja, sih? Aku sudah melihat karya lukisanmu dulu dan itu sangat indah kau sangat berbakat. Sayang sekali kau tidak mengeksplorasinya lebih jauh dan membuatnya menjadi sesuatu yang bisa ditukar dengan uang.”
“Maaf, saja Gorgeous, terkadang hidup di dunia saya tidak cukup hanya dengan memiliki bakat saja. Jika saya menggantungkan hidup saya dari melukis saya pasti sudah mati kelaparan. Menjual lukisan tidak sama seperti saat kamu menjual tubuhmu sendiri. Menjual lukisan membutuhkan koneksi dan nama besar yang bisa kamu sandingkan dengan karyamu. Berbeda denganmu tidak semua orang disuapi dengan sendok emas sejak lahir,” jelas Jhon yang membuat Esme bungkam seketika.
Sebelum Esme hendak membalas perkataan pria itu, tiba-tiba saja seseorang menyela mereka. Pria yang paling tidak ingin Esme lihat, tetapi pria ini pula yang menjadi alasan bagi Esme mengapa dia membawa Jhon kemari.
“Lihat siapa ini. Sepertinya calon tunanganku lebih suka menggandeng pria lain.”
Jhon langsung menoleh ke arah si pemilik suara, sedangkan Esme refleks langsung bergelayut manja pada Jhon meminta dukungan. Jhon yang menangkap tingkah Esme sebagai tanda bahwa sandiwara harus dimulai disini memulai aksinya pula.
Arthur Shelby berdiri dihadapan mereka semua, meski hanya berdiri saja tetapi aura yang terpancar dari pria itu pekat sekali dengan intimidasi. Tidak seperti semua orang, pria itu justru hadir ditengah mereka semua tanpa topeng di wajah. Dia melangkah dengan arogansi penuh mendekati calon tunangannya tanpa mempedulikan keberadaan Jhon yang ada berdiri disamping Esme.
Situasi itu kontan menarik perhatian para tamu yang lain. Memang bukan rahasia umum bila Esme Enderson adalah tipe perempuan yang hobby berbuat onar. Tetapi kehadirannya dengan lelaki lain di acara yang diselenggarakan oleh sang calon tunangan adalah sebuah topik gosip paling panas yang siap disebarluaskan dari mulut kemulut esok harinya. Semua orang menunggu apa yang akan terjadi dan buat Esme inilah saatnya. Tirai pertunjukan sudah dibuka.
Bila menurut Arthur, dia bisa membuat Esme kehilangan ketenangan di depan semua orang dengan sedikit provokasi. Maka Esme bersumpah akan membalas pria itu dengan sesuatu yang lebih spektakuler. Senyuman manis secara natural tercipta.
“Apa Anda tersinggung, Mr. Arthur? Sejak awal saya sudah bilang pada semua pihak bahwa saya tidak setuju menjadi calon tunangan Anda apalagi menikah dengan Anda. Jadi, apa pun yang saya lakukan malam ini tidak ada kaitannya dengan Anda. Situasi yang Anda buat sendiri ini seakan Anda menginginkan saya secara sepihak.”
“Begitukah menurutmu? Tapi buatku cepat atau lambat kau sendiri yang akan merangkak padaku. Pikirkan saja posisimu saat ini, Esme.” Kata-kata yang keluar dari mulut Arthur penuh dengan penekanan dan keyakinan. Esme sedikit merinding dibuatnya. Namun bukan Esme namanya bila dia ketakutan hanya karena sebatas kata-kata.
“Mr. Arthur yang terhormat, saya sudah memiliki kekasih. Apakah Anda sudah seputus asa itu hingga mengancam saya di muka umum seperti ini?” sahut Esme seraya menggenggam tangan Jhon semakin erat. Arthur baru saja memberinya sebuah ancaman, itu artinya Esme akan memberikan dia konfrontasi balasan.
Arthur mengalihkan perhatiannya pada Jhon yang tidak angkat bicara sama sekali. Lelaki itu seolah sedang mencoba menilai Jhon yang diakui oleh Esme sebagai kekasihnya. “Jadi pria seperti ini yang menarik perhatiamu?” ungkap Arthur terang-terangan seolah Jhon begitu rendah dimatanya.
Buat Arthur memang hanya tersisa dua cara untuk membuat Esme setuju dengan pertunangannya. Pertama membuat wanita itu tertarik padanya dan yang kedua adalah memojokan dia hingga dia tidak punya pilihan apapun yang tersisa untuknya. Untuk sekarang perempuan keras kepala itu jelas tidak bisa ditaklukan dengan opsi pertama, maka Arthur akan memilih opsi kedua untuk menjinakan Esme Enderson. Dia tidak suka bersaing dengan pria yang menyukai Esme, sebab dia merasa bahwa dia cukup mumpuni dan pandai mengeksplorasi kelemahan dibandingkan merayu. Jadi, menyingkirkan pengganggu lebih mudah dilakukan alih-alih bicara manis pada Esme yang secara terang-terangan telah men-cap dirinya sebagai pria menjijikan.
“Kalau boleh saya sarankan sebaiknya Anda meninggalkan calon tunangan saya, Tuan. Karena wanita ini memang sudah milik saya sejak awal,” ujar Arthur diperuntukan kepada Jhon.
Meski diperintah oleh Arthur seperti itu, Jhon tidak gentar sama sekali. Apalagi gerak-gerik orang ini sama persis seperti Fin Shelby (Ayah Arthur). Membuat kenangan dan juga beberapa hal buruk dimasa lalu yang pernah Jhon alami kembali naik ke permukaan. Dalam hirarkri keluarga, Jhon adalah putra dari kakek orang ini, maka posisinya sekarang adalah paman Arthur meski Jhon lebih muda darinya dan pemuda malang ini tidak tahu seluk beluk ikatan mereka.
“Namun Anda harus sadar bahwa Esme memilih saya. Sebaiknya justru Anda yang harusnya tahu diri dan berhenti mengganggu hubungan kami seperti ini. Anda bisa mencari perempuan lain, apakah Anda tidak bisa mencari perempuan sendiri sehingga sangat menginginkan kekasih saya?” jawab Jhon dengan nada datar. Tidak ada satu pun emosi yang dapat didefinisikan darinya. Tetapi justru karena itulah atmosfer rivalitas diantara mereka sangat terasa. Esme yang menyeret Jhon dalam permasalahan ini pun terkesima, dia tidak mengira bahwa pria ini sangat pandai bersandiwara. Seolah-olah memang Jhon punya masalah pribadi kepada Arthur.
Arthur langsung terkejut ketika menyadari bahwa pria tidak dikenal ini berani menjawabnya bahkan dengan cara yang sama seperti Esme. Tidak ada raut muka ketakutan apalagi terancam meskipun dia sedang berhadapan dengan Arthur.
“Apakah kata-kata saya masih belum cukup jelas, Arthur Shelby?” ulang Jhon yang membuat Arthur hanya bisa mengepalkan kedua tangannya.
Jika dibilang dia berani menentang Arthur karena tidak tahu, jelas bukan itu alasannya. Pria muda ini tahu siapa dia, dan keluarganya. Tetapi keberaniannya dalam mengkonfrontasi membuat Arthur dibuat bertanya-tanya. Apakah dia memiliki kekuasaan lebih daripada milik keluarganya?
Untuk sementara Arthur merasa langkah paling aman adalah mundur sementara. Dia tidak mau mengambil resiko melawannya langsung karena dia belum mengantongi identitas pria yang menjadi gandengan Esme malam ini. “Kalau begitu selamat menikmati pestanya, Tuan,” sahut Arthur yang memutuskan kontak mata diantara mereka lalu berbalik pergi.
Saat itulah Jhon menyadari bahwa mata yang mengawasinya dari jauh. Hanya ada satu petunjuk yang Jhon temukan. Seorang pria berambut panjang hitam legam yang mengamati. Orang itu dan Arthur Shelby memang sudah memaku pandang pada dia dan Esme sejak mereka tiba dan berdansa bersama. Jhon sadar akan hal itu, tetapi dia memilih abai. Sebab kini perannya baru saja dimulai, dia berhasil membuat musuh di pertemuan pertama, tetapi keberadaannya disini memang untuk itu.
Setelahnya dia melirik ke arah Esme. Wanita itu tampak puas dengan kepergian Arthur dari tempat mereka sekarang.
Sementara sepasang pria dan wanita yang entah kapan sudah berada disisi Esme hanya bisa memandang situasi tadi dengan penuh tanda tanya. “Esme, bisa kau jelaskan apa saja yang baru saja terjadi? Atmosfer tadi benar-benar gila. Membuatku tidak bisa bergerak dari posisiku,” ungkap si wanita yang langsung tidak buang waktu untuk bertanya pada Esme mengenai situasi barusan.
“Itu percakapan yang singkat, tetapi sangat intens,” komentar pria yang berada disisi si wanita pula.
“Thomy, Sakura sejak kapan kau sudah bergabung dengan kami?”