6. Pelampiasan

925 Words
Fabian membawa tubuh Kiren ke dalam kamar, menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Membelai wajahnya dengan lembut lalu mendekatkan bibirnya ke bibir Kiren, menciumnya lembut. Ciuman yang tadinya lembut berubah menjadi menuntut. Tak ada lagi kelembutan, tapi ciuman liar yang membangkitkan hasrat. Isapan bibir Fabian seakan mampu meraup semua bibir Kiren dalam sekali ciuman. Kiren yang memang dalam siklus birahinya begitu saja mengikuti semua ciuman menuntut Fabian. Membalas lumatan yang tak kalah mesranya. Bibir Fabian membalas dengan lidahnya menyusuri setiap rongga-rongga mulut Kiren. Tangan Fabian memegang badan Kiren menuntun pinggang gadis itu untuk duduk dipangkuannya. Pakaian yang masih melekat di badan mereka dibuka secara perlahan dengan bibir yang masih saling bertautan. Tak ingin melepaskan setiap kenikmatan. Dua insan yang dilanda gairah saling menatap. Kiren dapat melihat bola mata Fabian yang begitu indah, ia sangat menyukai warna coklat yang sedang menatapnya. Jari jemarinya menyentuh hidung bangir Fabian. "Aku merindukanmu, Bi," ucap Kiren dan langsung mendapatkan balasan lumatan mesra dari bibir Fabian lagi. Lumatan bibir Fabian begitu mendominasinya. Kiren selalu saja kalah dan tak bisa melawan jika Fabian sudah memberikan apa yang dibutuhkannya. Membuat Kiren merasa menjadi prioritas laki-laki itu saat mereka memadu kasih. Ciuman mereka terputus dan saling memandang lagi. Terlihat jelas dari tatapan Kiren kalau ia butuh dari sekedar lumatan mesra dan liar. "Lakukan Bi. Aku juga menginginkanmu lebih dari ini." Kiren membelai kejantanan Fabian dengan jari lentiknya. Fabian menyeringai, keinginannya untuk melakukan hubungan seks dengan Kiren harus gadis itu penuhi. Ia sangat tahu kalau Kiren tak akan pernah menolak karena ia tahu kalau Kiren membutuhkan seks. Fabian membaringkan tubuh Kiren. Kiren membuka kedua pahanya saat Fabian menuju ke bagian bawah sensitifnya. Tangannya memegang lembut labia mayora yang tertutupi rambut-rambut halus terawat rapi sambil membuka lembut labia minora yang merah merekah itu. Menggeram dengan nikmat saat merasakan sapuan lidah Fabian menyentuh klitorisnya seperti ada sengatan aliran listrik kecil yang membuatnya memejamkan mata merasakan nikmat. "Lebih dalam Bi." Kiren mendesah saat lidah Fabian masuk ke dalam lembah-lembah surgawi miliknya sambil tangannya menjambak rambut Fabian. Desahan demi desahan keluar dari bibir Kiren. Ia menggeliat tak karuan saat Fabian menghisap semua cairan-cairan kenikmatan yang keluar dari intinya. Mata Kiren menjadi sayu saat Fabian menatapnya setelah puas bermain di bagian sensitifnya. Fabian melumat bibir Kiren sambil mengarahkan batang kejantanannya perlahan masuk ke dalam inti Kiren. Gadis itu memejamkan mata dan menggeram keras saat Fabian mulai menggerakan pinggulnya merasakan gesekan-gesekan nikmat kejantanan laki-laki yang berada di atas tubuhnya. Begitu juga Fabian. Laki-laki itu juga menggeram keras dengan suara baritonnya yang terdengar berat dan b*******h mengalirkan getaran di seluruh tubuh wanita yang sedang dilanda kenikmatan. Fabian menghentak-hentak kasar dan membabi buta di pusat inti Kiren yang membuatnya berteriak. "Aaah… Bi… aaah." Racauan terus terdengar dari mulut Kiren dengan tak terkontrol mengalun indah di telinga Fabian. "Oough Ren, f*ck, aah!" Fabian memaki merasakan nikmatnya inti Kiren yang menjepit kejantanannya. Fabian melumat bibir Kiren dengan kasar. Ia sudah kehilangan kendali saat Kiren membalas hentakannya dengan mengencangkan cengkraman kejantanannya. Gerakan pinggul Fabian tak mengendur malah semakin keras menghentak inti Kiren. Tubuh Kiren bergerak tak karuan di bawah Fabian sambil tangannya mencengkram tangan laki-laki yang terus saja menghentak kasar di intinya. Fabian menarik Kiren untuk duduk di atas pahanya tanpa melepaskan penyatuan mereka. Fabian menundukan wajahnya menghisap buah d**a Kiren sambil wanita itu bergantian menggerakan pinggulnya di kejantanan Fabian. Hisapan dan sapuan lidah Fabian di pucuk buah dadanya seakan ada desiran darah mengalir sampai kepikirannya membuat menjadi semakin b*******h lagi. Fabian menghisap leher Kiren meninggalkan bekas merah yang pasti akan lama hilangnya. Tak hanya di leher saja Fabian menghisap puncak dadanya, tapi ia suka dengan hisapan itu membuatnya jadi lebih b*******h. Yang membuat Kiren tak habis pikir, meskipun Fabian sibuk membuat tanda merah di leher dan dadanya, tapi gerakan dan hentakan pinggulnya yang menghujam intinya tak pernah berhenti walau hanya sesaat. "Bi… aakh…" Kiren mencengkram rambut coklat Fabian dengan tangan kirinya dan tangan kanannya memegang tubuh belakang Fabian dengan erat. Dia mendorong pinggulnya agar tubuhnya lebih dalam kejantanannya laki-laki yang terus menghujamnya. Dan rasa kenikmatan itu datang membuat perutnya merasakan sensasi yang luar biasa. Fabian pun merasakan yang sama, kedua tangannya mengungkung bahu Kiren meremasnya dengan kuat. Lumatannya di buah d**a Kiren mulai tidak fokus menandakan ia juga akan mencapai puncaknya. "Bersamaa Ren, aaah," ucap Fabian. Gerakan pinggulnya semakin cepat dan dalam beberapa hentakan mereka berbagi kenikmatan secara bersamaan menjadi satu merampas semua akal sehat keduanya. Tubuh Fabian melemas, ia terjatuh di dalam pelukan Kiren, menikmati sisa-sisa ledakan kenikmatan keduanya. Saling menatap penuh kepuasan yang telah mereka berikan dari bagian-bagian tubuh mereka berdua. Meskipun, ada rasa bersalah yang selalu muncul setelah percintaan mereka. Rasa bersalah yang meninggalkan rasa sesak didalam hati sepasang insan yang berbagai gairah dan kepuasan. Fabian memang b******k. Laki-laki itu pintar memanfaatkan keadaan untuk napsu, gairah, dan kepentingannya sendiri untuk mendapatkan kepuasan dari tubuh Kiren. Dan yang lebih memuakkannya lagi malah Kiren menikmati semua kebangsatan dan ketagihan yang dilakukan Fabian. Kiren menatap Fabian yang tertidur pulas di sampingnya dengan keadaan telanjang. Lekukan tubuh dan otot-otot perut laki-laki itu memang menjadi pemandangan yang indah di matanya. Keperkasaan Fabian mampu membuat sekujur tubuhnya remuk redam karena percintaan liar mereka. Seandainya, hanya ia yang ada di hati Fabian tentu akan lebih membuatnya bahagia, tapi ia tahu jelas kalau hanya dirinya lah yang menjadi tempat pelampiasan napsu, birahi, gairah pria itu, sedangkan Aurel tak pernah disentuh oleh Fabian. Hal tersebut membuat hati Kiren sakit. Apakah ia begitu tak berarti bagi Fabian? Apakah ia hanya sebagai tempat laki-laki itu membuang spermanya? Tak ada yang tahu jawabannya yang ada hanya ia lah yang semakin membuat dirinya hancur sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD