MW11

2392 Words
Venus masih khawatir dengan keadaan Sheina, tak hanya tak beristirahat. Dirinya pun menunggu Sheina yang masih dalam keadaan belum membaik, suasana Wilayah Surabaya hari ini agak sedikit mendung dengan hujan gerimis yang menemani, tak hanya wangi yang tercium dari udara, wewangian alami yang keluar dari wangi alam. Venus berjalan melewati rak lemari dengan beberapa pajangan disana, tak hanya foto Sheina dan keluarganya, tak hanya foto-foto dirinya bersama Venus dan juga kakak-kakaknya menghiasi beberapa rak dan juga dinding. Tak hanya Sheina dengan ibu dan ayahnya, ada foto dirinya dengan beberapa teman kantornya. "Adik ke empat, demammu sudah turun?" Tanya Venus dengan khawatir. Tangannya begitu dingin menyentuh tangan Sheina, Venus pria yang paling tak pernah menyakiti wanita. Tangan itu tangan yang selalu bisa mengobati Sheina ketika ia dalam kondisi sedih ataupun sedang dalam kondisi demam. "Sudah membaik, terimakasih kakak. Aku selalu merepotkanmu terlebih kakak selalu sibuk bekerja, aku memahami kalian yang selalu bekerja keras, aku tak enak melihatmu selalu seperti itu. Datang di depanku secara mendadak," tuturnya dengan bibir yang agak cemberut, Sheina paling enggan meminta apapun ke Venus karena memang tanpa Sheina meminta pasti Venus memanjakannya. "Adik jangan berbicara seperti ini, yang penting aku selalu melihatmu baik-baik saja aku sudah bahagia lagipula ayah sangat khawatir, kemungkinan minggu depan mereka pulang dari Swiss. Lusa aku akan berangkat ke Jakarta. Apartemenmu di Surabaya sangat bagus, syukurlah jika seperti ini, dimakan buburnya. Buatan kakakmu yang paling kau sayangi ya kan," ucap Venus dengan penuh percaya diri. Dirinya memberikan semangkuk bubur putih dengan beberapa potongan daging ayam serta beberapa potongan daun bawang, dengan saputangan menahan mangkuk dari bubur yang baru saja ia masak. "Terimakasih kak, aku akan menghabiskan bubur buatanmu lagi, buburnya enak," jawab Sheina dengan memakan sesendok demi sendok bubur buatan kakaknya, senyuman itu terlihat dari Wajah Venus dengan menemani Sheina di dekat sofa. White luxury hotel pukul 01.00 dini hari Wilayah Jakarta. Hotel dengan gedung di Wilayah Kuningan, Jakarta Selatan. Dekat dengan beberapa gedung kantor lainnya. Letaknya cukup strategis dekat dengan tempat perbelanjaan dan juga kawasan mewah. "Nama itu kau memakainya tanpa seizinku, nama itu nama She La Cosmetic, namaku bukan?" Tanya Mishel dengan nada kecewa, ada wajah kecewa yang ia perlihatkan dengan dahinya yang mengkerut ketika berbicara. Kedua lesung pipitnya mengapit ketika ia berbicara. "Bukankah sangat bagus, lagipula aku suamimu. Tak perlu izin darimu untuk memakai namanya," jawab Axel dengan jawaban ketusnya. Bukan Axel jika ia tak membutuhkan pendapat dari Mishel, bagi Axel, Mishel miliknya. Tanpa persetujuan Mishel, apapun pekerjaan yang menyangkutnya, Axel berhak untuk memutuskannya. Tatapan dingin Axel terlihat dengan melihat pemandangan malam Wilayah Kuningan dari atas gedung. Pemandangan malam yang selalu Axel sukai sepulang ia bekerja. "Kalau begitu mulai sekarang perlakukan aku memakai hati nurani, Karena aku manusia dan aku hidup, aku memiliki hati dan perasaan bukan benda mati, kau memakai namaku tapi kau membahagiakan wanita lain, apa itu adil? Bagaimana rasanya seperti diriku? Banyak orang Menginginkan kebahagiaanku, kau merasakannya bukan? Banyak orang menginginkanmu sekarang. Ingat Axel, ini hanya pernikahan kontrak yang selalu kau bicarakan, kau menginginkan perjanjian maka aku akan memberikannya, kau bicara ini adalah permainan, maka akan menjadi permainan untukmu. Yang kuberikan perasaanku yang tulus tapi kau menginginkan hal yang kau inginkan." Sesekali tatapan itu begitu dingin ketika Mishel membahasnya, membahas tentang dirinya untuk Axel. Mendengar ucapan Mishel, Axel mendekati Mishela dengan rasa kekecewaannya. Hanya ada suara ac dengan suara dari led tv yang pelan dari ruang keluarga. Tangan kekar itu menarik lengan Mishela dengan tak mau kalah, membiarkan wajah maskulin seorang Axel menatap wajah Mishela dengan jawaban yang terlontar dari mulut Axel, "Sudah kubilang semuanya salah paham, Dengarkan aku Mishela mulai sekarang tolong jangan pernah memiliki perasaan aneh-aneh apapun tentangku, kau akan selalu menjadi milikku. Percuma kau mengatakan permasalahan kontrak, karena hanya aku yang akan selalu menjadi pasanganmu." "Kemarin aku datang kepadamu dan kau tidak menginginkannya, kau menginginkan wanita lain. Sekarang dengan mudahnya kau menginginkanku, ketahuilah Axel, dari awal aku tidak pernah tahu bahwa kau seorang pengusaha, keluargamu, semua kepemilikanmu aku tidak mengetahuinya, semuanya berbeda ketika aku mulai mengenal keluargamu, identitasmu serta kepemilikanmu, aku bahagia kau membawa namaku dan aku berdoa semoga nama itu bisa menjadi cahaya untuk kehidupanmu, jangan kembali jika hanya untuk mengkasihaniku atau hanya karena kau membawa namaku. Aku bahagia jika kau bahagia, jangan pernah memaksakan perasaanmu Axel. Karena yang kulihat hanyalah kepalsuan, kau berbicara ini untukku tapi yang kulihat justru sebaliknya," ucapan Mishel dengan kedua mata berbinar didepan Axel. Hatinya begitu terluka dengan melihat pria yang sudah menyakitinya. Pria yang menyakitinya berkali-kali, pria yang tak pernah ingin mengalah dari segala apapun di mata seorang Mishela Rayn. "Sudah kubilang ini hanya salah paham, Mishela," bentakan Axel dengan suara menggema diseluruh ruangan. Berkali-kali Mishel selalu membahas tentang kekecewaannya, tak ada niat bagi Axel untuk kembali membuat Mishela terluka. White luxury hotel , ruang vvip deluxe sweetrose no 6, ruangan yang dipesan Axel hanya untuk bertemu dengan Mishela. "Lepaskan Axel, jika kau membahas bisnis bersamaku adalah jiwa dibayar dengan jiwa, kau tahu aku paling tidak suka bermain-main, kau memang memiliki segalanya, terlebih hotel White milik keluarga Kendrick, bukan berarti kau bisa memperlakukanku sesukamu Axel. Lepaskan Axel, lebih baik aku pulang karena puteraku sudah menungguku." Ucapan Mishela terdengar berkali-kali, ucapan yang membuat Axel menahan Mishela dalam pelukannya. Suara Mishel terdengar di seluruh ruangan, tentu saja suaranya terdengar dengan beberapa asistant Axel yang berjaga di sekitar hotel. Suara keras Mishela membuat emosi Axel bangkit, suara yang paling tak disukai oleh Axel dari seorang Mishela. Nada bentakan dari wanita yang ia cintai. "Dia juga puteraku tapi sekarang kau sudah kembali padaku. Jadi kau harus melayaniku, percuma kau menginginkan keluar dari sini karena bodyguardku selalu ada menjagaku," bentak Axel dengan menarik lengan Mishela, genggaman keras dengan amarah Axel karena pembicaraan akan dirinya dan juga Mishela terlebih akan masa lalu Mishela bersama Sean Kendrick. "Kau, lepaskan Axel." Suara Mishela terdengar getir dengan menatap wajah Axel. Lengannya merasa kesakitan karena cengkraman Axel dengan keras, "Tubuhmu hanya milikku Mishela, kau dengarkan bisikanku. Jaga ucapanmu karena aku suamimu Mishela," ucap Axel dengan menatap wajah Mishela. Srakkkk ... robekan kemeja Mishela terlepas dibawah sana, hanya sentuhan hingga ciuman yang menyentuh Mishela berkali-kali, malam panjang dengan cumbuan mesra berkali-kali tentunya dengan Mishela yang menolak beberapa reaksi dan perlakuan Axel. "Aw ... kenapa kau menggigit lenganku Mishela," teriak Axel dengan kesakitan, gigitan dari Mishela membuat Axel kesakitan dengan meronta, hanya pakaian dalam Mishela serta rok mini yang ia kenakan dengan kemeja yang tertanggal di atas lantai. Suara dering telepon terdengar dengan getar ponsel Mishela, pelukan Axel pun terlepas dengan Mishela yang beranjak dari ranjang. "Sudah kubilang jangan menggenggam tanganku erat-erat Axel, sebentar aku akan mengangkat panggilan video dari daddy," ucap Mishela dengan melepas tangan Axel. Axel masih merasakan nyeri akibat gigitan Mishela di pergelangan tangan kanannya, wajahnya masih meringis kesakitan dengan kemeja yang acak-acakan, "Kau ini selalu seperti ini." "Mishela, sedang berada dimana?" Tanya seorang pria dengan suara beratnya disana, usia yang sudah memasuki usia ke lima puluh tahun dengan wajah yang masih bugar. Siapa lagi jika bukan ayah kandung Mishela, Wilson Rayn. "Halo daddy, sudah lama kita tidak bertemu." "Axel," panggil Wilson ketika melihat Axel. Wajah Wilson agak kecewa dengan melihat kehadiran Axel berada di sisi putrinya, Mishela. Dirinya masih menahan amarah akibat Axel pernah menyakiti putrinya. "Iya benar, aku bersama Axel sedang berbicara hal usaha kok daddy, tenang saja ada Fredy juga," Mishela melanjutkan dengan nada menyela, ia tahu pasti ayahnya terkejut dengan kehadiran Axel yang kini berada di sisinya. "Daddy dan kakakmu Hary akan pulang lusa ke Jakarta, Mishel jangan lupa setelah daddy pulang daddy mau berbicara kepadamu soal ini." Jawab Wilson Rayn dengan cepat. Tak lama panggilan video itu di akhiri dengan wajah Wilson yang masih menahan rasa kecewa, ia masih sangat ingat bagaimana perlakuan Axel yang menyakiti putrinya. "Ada apa sayang?" Tanya Kathy disana menghampiri suaminya setelah melakukan panggilan video bersama putrinya. "Tidak apa-apa, lusa kita akan kembali ke Jakarta bersama Hary dan juga Liana." "Hary, kau mengetahui Mishela bersama Axel Galatica?" Tanya Wilson dengan melihat Harry. "Memangnya kenapa? Tidak apa-apa daddy, aku tdak ingin mencampuri urusan adikku lagipula ini berurusan dengan hati, Liana saja menginginkan Mishela kembali bersama Axel," jawab Hary tanpa membantah, ia tahu percakapan antara ayahnya dan juga Mishela dengan memikirkan Axel. Apalagi jika bukan masa lalu Mishela bersama Axel, kenangan yang hingga saat ini masih menyimpan luka bagi seorang Mishela setelah masa lalunya bersama Sean Kendrick. "Tapi Axel pernah menyakiti Mishela," Wilson masih melihat Hary dengan menaruh ponsel miliknya di saku jas. Dirinya masih berdiri dengan memperhatikan putranya, tak lama Hary pun beranjak dari sofa dengan melihat Wilson. "Oh ayolah daddy, berikan kesempatan kepada Axel Galatica, memberikan kesempatan kedua tidak ada salahnya." "Tapi Harry." "Daddy, aku percaya jika Axel Galatica tidak pernah menyakiti Mishela, percayalah kepadaku berikan kesempatan kedua kepada Axel Galatica," ucap Harry dengan menjelaskan, ia tahu tak ada yang salah dengan kesempatan. Terlebih ia melihat kehadiran Axel bersama adiknya Mishela Rayn. "Daddy akan melihatnya, jika Axel Galatica melukai perasaan adikmu lagi maka tidak akan ada kesempatan lagi bersama Mishela, jangan lupa makan siang Hary, ibumu Kathy selalu menyayangi kalian. Mishela adikmu, daddy tidak ingin Mishela menangis lagi hanya karena luka yang pernah di berikan Axel Galatica." "Sayang, jangan terlalu seperti ini bicaranya kepada Hary, dia kakak Mishela, lagipula Archi dan Liana sedang berada di ruang keluarga, suaranya jangan terlalu seperti ini," ucap Kathy meredam kemarahan Wilson ketika melihat Axel bersama Mishela di panggilan video terlebih percakapan bersama putra mereka di ruang keluarga. "Kau selalu memanjakan anak-anak sayang, aku hanya tidak ingin anak-anak kita terluka," suara Wilson terdengar datar dengan melewati Kathy, melihat Hary yang memihak Axel membuat Wilson pun mengalah dan menyudahi pembicaraan mereka di ruang kelurga. Kathy berbalik dengan memanggil Wilson, tak ada yang salah dengan pembicaraan Hary kepada suaminya, "Sayang," panggil Kathy dengan memanggil Wilson. Wilson hanya berjalan tanpa melirik ke arah Kathy, ia masih sangat ingat bagaimana seorang Axel menyakiti putrinya. Wilson hanya tak ingin keluarganya terluka terlebih Mishela adalah anak perempuan. "Mam, aku yakin ini salah paham." Jawab Hary dengan menghampiri Kathy. "Iya paham sayang, tidak apa-apa mami akan bicara kepada daddy, daddy mu hanya kaget sedikit melihat adikmu bersama Axel Galatica," jawab Kathy dengan berbalik mengejar Wilson. "Wilson," panggil Kathy dengan suara pelannya. Sikap kecewa yang hampir Kathy kenal dari suaminya, ia tahu Wilson masih kecewa dengan Axel terlebih ia pernah mempercayakan Mishela bersama dengannya. "Wilson, tunggu aku." "Ada apa?" Tanya Wilson dengan agak membentak Kathy, Kathy terdiam dengan suara gertakan Wilson yang kecewa. "Jangan berbicara terlalu keras kepada putera kita, jika ada yang ingin di sampaikan bicaralah kepadaku, biar aku yang bicara kepada anak-anak kita." "Tapi Kathy," bantah Wilson dengan rasa kecewa, dirinya melihat Kathy berjalan mendekat dengan mencoba memeluk suaminya saat ini. "Tidak apa-apa sayang, jangan khawatir lagi. Aku memahami perasaanmu sebagai seorang ayah, lihat aku Wilson, tolong jangan limpahkan kekesalanmu kepada Harry dan juga Liana, lusa kita akan kembali ke Jakarta. Aku mencintaimu Wilson, jangan marah lagi." "Aku akan berbicara kepada Mishela soal ini," ucap Wilson dengan balasan ucapan Kathy. Amarahnya meredam dengan pelukan hangat dari istrinya saat ini. Senyuman itu terlihat dengan Wilson yang membelai rambut istrinya. "Berikan kesempatan kedua kepada Axel Glatica, ini permintaanku sayang." "Hanya sekali ini saja sayang, jika Axel menyakiti Mishela lagi aku tidak akan memaafkannya." "Aku mencintaimu Wilson, terimakasih." Setelah pembicaraannya bersama Wilson, Harry pun berjalan menemui keluarganya di lantai atas. Menemui Archi dan juga istrinya, Liana. "Sayang, ada apa?" Tanya Liana dengan suara agak berbisik. Ia tak ingin Archi mendengar percakapan dirinya dan juga bersama Harry. "Tidak ada apa-apa Liana, Archi apakah Fredy berbicara tentang tantemu?" Tanya Harry dengan berjalan menghampiri Archi, Archi pun menoleh dengan memperhatikan wajah ayahnya. "Tante Mishela? Hanya berbicara tentang Tante Mishela dan Om Sean Kendrick saja daddy, memangnya ada apa daddy?" Tanya Archi dengan berbalik bertanya kepada Harry, Harry hanya menyimak sesaat dengan mengusap rambut putranya. Senyumannya terlihat dengan dirinya beranjak dari sofa. "Tidak ada apa-apa, sayang Liana maafkan aku karena lusa kita harus kembali ke Jakarta," jawabnya dengan berbisik, suara pelan dengan melihat wajah cantik sang istri, rambut panjangnya terlihat cantik dengan polesan make up minimalis yang di kenakan Liana. "Jadi kita tidak akan lama di Australia daddy?" Tanya Archi dengan melirik ke arah Liana dan juga Harry, bisikan Harry terdengar dengan Archi yang menanyakan keinginan ayahnya ke Jakarta sementara. "Hanya sebentar Archi, daddy akan menemui tantemu Mishela." "Hary, kemarilah ... aku ingin berbicara," Liana memanggil Harry dengan memasuki ruangan kamar. Tak lama Harry pun mengikuti Liana dengan istrinya yang ingin berbicara bersamanya. "Kenapa sayang?" Tanya Harry dengan melihat wajah Liana. Dirinya duduk di atas ranjang dengan istrinya yang duduk di sebelahnya. Ruangan kamar luas dengan berisikan beberapa pajangan serta lukisan dengan perlengkapan perlengkapan gaya khas eropa. Harry duduk di atas ranjang dengan seprai berwarna biru tua, tatapan Liana terlihat khawatir dengan apa yang di pikirkan suaminya. "Ada apa?" Bisik Liana ketika melihat suaminya Harry. "Mishela selama ini selalu tidak pernah bercerita tentang hubungannya bersama Axel Galatica," jawabnya dengan melihat ke arah jam dua belas, helaan napas beratnya terdengar menohok dengan melirik ke arah Liana. Hampir tak pernah Harry ikut campur dalam urusan percintaan adiknya, karena Harry percaya dengan apa yang dibicarakan Mishela, melupakan dan tak pernah membenci seorang Sean Kendrick dan juga Axel. "Sepertinya ayah marah ketika melihat Mishela bersama Axel disaat panggilan video barusan, hanya terkejut sedikit," ucap Harry dengan genggaman tangan Liana kepadanya. "Yasudah jangan menceritakannya kepada putera kita Archi, lagipula saat ini perusaahaan Archi sedang maju, terlebih perusahaanmu juga. Mishela juga sedang launching produk, ayah mertua juga mengetahuinya." "Maafkan aku karena kita tidak bisa liburan panjang di Australia, kujanji hanya sementara di Jakarta setelah itu kita kembali ke Australia," jawab Harry dengan menatap wajah istri tercintanya. Tak hanya liburan bagi Harry, ada acara penting untuk putranya di Australia. "Tidak apa-apa Hary, aku memahaminya bicaralah nanti kepada Mishela ketika kita kembali ke Jakarta. Kau harus kembali sebelum pesta pertunangan Cindy dan Archi minggu depan sayang," ucap Liana. Archi berjalan menuju ruangan kamar kedua orangtuanya, pintunya terbuka dengan suara percakapan Liana dan juga ayahnya, Harry. "Tapi aku mau melamar Cindy untuk menjadi istriku dad," ucap Archi, dengan berdiri di dekat pintu. Harry menoleh dengan melihat putranya, tak lama dirinya beranjak dari ranjang dengan berjalan mendekati putranya. "Aku saja yang ke Jakarta jika begitu, lamaran Archi bersama Cindy juga akan di laksanakan minggu depan, hanya sebentar saja sayang aku berada di Jakarta setelah itu aku akan kembali ke Australia," jawab Harry kepada istrinya Liana, dirinya berdiri di depan Liana dengan keputusannya untuk ke Jakarta seorang diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD