Bab 10

1172 Words
Pitha tidak pernah berkata kasar atau pun membentak Nada. Dia selalu memanjakan dan mendidiknya dengan sabar layaknya seorang ibu kandung. "Apa kamu marah saat Bunda akan meninggalkanmu di rumah bersama kakek sayang?" Tanya Pitha. Walaupun Nada belum bisa bicara, Pitha tetap selalu mengajaknya berbicara agar Nada bisa melatih motoriknya dan mengenal apa saja yang di bicarakan sang Bunda. "Bunda tidak akan meninggalkan mu terlalu lama sayang. Hanya saja Bunda tidak bisa membawa mu dalam kondisi darurat seperti ini. Mengertilah sayang Bunda tidak ingin kamu sakit nantinya." Jelas Pitha kepada Nada dengan mata berkaca- kaca. "Bunda akan membawakan banyak boneka saat pulang dari rumah sakit nanti. Apakah kamu mau anak cantik?" Seakan mengerti perkataan sang Bunda Nada kembali tertawa dan memperlihatkan dua giginya. "Sekarang habiskan makanan mu dan kita akan tidur setelahnya." Nada langsung memakan makananya hingga tidak tersisa. Sedangkan Pak Rahman melihat gemas ke arah cucunya itu. Setelah selesai Pitha mulai membersihkan hasil karya putri nya. Pitha selalu membersihkan dengan sabar dan penuh senyuman. Dia selalu bangga dengan apa yang sudah di buat putrinya. "Ayo sayang, kita bersikan dirimu terlebih dahulu." Pitha tidak langsung menyuruh Nada tidur setelah makan malam. Pitha membersihkan badan Nada lalu menaruhnya di ruang keluarga bersama ayah nya karena Nada harus mencerna makan malamnya sebelum tidur. "Baiklah sayang sekarang kau sudah cantik mari kita kebawah bersama kakekmu." Mereka mempunyai rutinitas setiap selesai makan malam akan menonton film untuk melatih motorik Nada sebelum tidur. Sekarang masih pukul 20.00 dan Nada mempunyai jam tidur pukul 21.00. Seperti biasanya Nada akan tertidur di tengah- tengah filmnya. "Ayah beristirahatlah jangan lupa meminum vitamin yang sudah aku siapkan tadi." "Baiklah nak kau juga beristirahat lah karena besok kau akan bekerja kembali." Akhirnya mereka bertiga masuk kamarnya masing- masing. Pitha menyiapkan perlengkapan yang akan di bawa di rumah sakit dan menyiapkan beberapa baju Nada yang memiliki notenya masing- masing. Akhirnya jam menunjukan pukul 04.30. Pitha bangun dan menuju kamar mandi untuk melaksanakan sholat. Seperti biasanya setelah melakukan sholat Pitha langsung menuju dapur dan mulai bergelut dengan bahan- bahan masakannya. "Aku akan membuat opor ayam dan sayur bayam serta tempe dan tahu goreng dan tidak lupa juga sambelnya." Gumam Pitha. Pitha membuat opor ayam dengan dua wadah. Satu wadah milik ayahnya dan Pitha, satunya khusus untuk putri kesayangannya. Jam menunjukan pukul 06.00, Pitha bergegas masuk kamar dan membersihkan dirinya terlebih dahulu. "Hey, putri Bunda sayang! Tumben sekali putri Bunda belum bangun." Pitha mencoba untuk membangunkan Nada. Biasanya Nada selalu bangun pukul 06.00 namun tidak dengan pagi ini. "Apakah kamu sakit sayang?" Pitha mulai memeriksa suhu tubuh Nada dan benar saja Nada demam. "Ya ampun panas sekali bagaimana ini bunda tidak bisa cuti hari ini." Pitha cemas dan bingung. "Ayah! Ayah!" Panggil Pitha. Setiap cemas Pitha tidak bisa mengambil keputusan dan selalu mencari ayah nya. Itu adalah kelemahan Pitha. Dia tidak boleh panik maka dari itu dia selalu bersikap dingin dan datar di luar rumah karna. Dia takut sikap paniknya akan muncul kapan saja. "Ada apa nak? kau kenapa? tenang sayang. Minumlah dulu!" Pak Rahman mengerti akan sikap Pitha saat panik dan hanya dia yang bisa meredahkan rasa panik putrinya. "Ayah Nada demam bagaimana ini, apa karena acara kemari?" Tanya Pitha. Pitha lupa jika ada penyakit yang cepat menular di luar sana. Sedangkan dia sudah berjanji pada anak cantiknya itu. Sampai dia melupakan tentan penyakit itu. "Ayah aku tidak bisa libur hari ini karena ini sangat penting bagaimana ini ayah?" Pitha terus berbicara tanpa henti. "Tenanglah sayang tenang!" "Aku akan membawanya ke rumah sakit sebelum dia lemas dia harus mendapatkan infus Yah." "Baiklah nak ayah akan ikut bersamamu untuk menjaga cucu ayah." "Terima kasih ayah.. terima kasih." Pitha langsung memeluk ayahnya. "Ayah akan bersiap sekarang tenangkanlah dirimu dulu. Ingat kau akan bertemu banyak pasien tidak baik jika kau panik seprti ini." Pitha langsung mengontrol dirinya. Memang sikap paniknya akan muncul saat ayahnya sakit atau berita buruk tentang ayahnya. Hanya saja saat ini Pitha juga memiliki sikap panik yang luar biasa pada Nada entahlah mungkin ikatan batin seorang ibu walaupun bukan Pitha yang melahirkannya. Hanya saja Pitha yang merawatnya hingga saat ini. Nada sedang mengemas sayur yang sudah dia masak tadi untuk di bawa kerumah sakit. "Ayo nak ayah sudah siap." "Sini biar ayah yang mengendong Nada." Pitha tidak mengizinkan pak Rahman mengemudi. Karna dia tidak ingin trauma akan kecelakaan yang mengakibatkan ibunya meninggal saat melahirkan ku. Akan kemmbali muncul. "Baiklah ayah ayok!" Pitha pun mengunci pintu rumahnya serta pagarnya. Rumah mereka tidak memiliki pengawal karena mereka bukan keluarga pembisnis yang memiliki banyak musuh. Pitha melanjutkan mobilnya dengan sedikit cepat tidak seperti biasanya. Sesampainya di parkiran Pitha mengajak ayahnya masuk melalui pintu rahasia yang berada di parkiran itu. Pitha tidak ingin mengambil resiko melewati koridor rumah sakit yang kemungkinan banyak orang di sana. "Ayo ayah kita lewat sini." Pak Rahman sudah mengetahui pintu ini. Pak Rahman pernah sakit dan di rawat di kamar pribadi milik putrinya itu. "Ayah tunggulah di kamar pribadiku aku akan mengambil beberapa alat untuk memeriksa Nada." Pitha keluar dan menuju ruang penyimpanan alat yang masih steril. "Hay dokter Pitha!" Pitha terkejut dengan suara yang tidak asing itu. "Dokter Galang!" "Iya, saya sudah balik dan sekarang di tugasin di sini karena katanya darurat." Dokter Galang yang baru saja pulang dari singapura itu pun langsung menghampiri Pitha. "Oh baguslah berarti dokter bisa bantu kami untuk merawat pasien yang sangat membeludak ini." Dengan sikap dingin dan datar seperti biasanya karena dia tidak ingin orang lain tahu sikap ceria dan ramahnya Pitha di ketahui semua orang yang sedang memandangnya. Pitha meninggalkan Galang dan menuju kamarnya dengan peralalatan yang berada di tangannya. Galang yang melihat itu pun mengerti bahwa kondisi Pitha sedang tidak baik- baik saja dan mulai mengikuti Pitha. "Ada apa dokter Pitha, mengapa kau terlihat tidak baik. Dan untuk apa semua barang- barang itu?" Tanya Galang dengan nada cemas. Galang menyukai Pitha, tapi dia tidak ingin Pitha membencinya kalau dia menyatakan cintanya kepada Pitha. Galang sekarang menjadi teman Pitha yang bisa mengetahui sisi lain dari Pitha yang tidak di ketahui banyak orang. "Masuklah aku akan memberitahu saat di dalam." Mereka masuk lalu mengunci ruangan itu. Pitha menekan tombol untuk membuka lemari bukunya yang ternyata itu juga pintu kamar rahasianya. Namun tombol itu mengunakan akses sidik jari dan juga kornea mata. Galang takjub dan tidak ingin banyak bertanya. Tapi dia mengurungkan niatnya karena dia sudah mengetahui moodnya Pitha sedang tidak baik. "Nada demam aku ingin mengambil sampel darahnya aku takut Nada terkena virus itu." Ya walaupun hanya demam, flu, batuk biasa terjadi di indonesia. Hanya saja kali ini virus mematikan salah satunya. "Tahan sebentar ya sayang Bunda akan memasang infus untukmu supaya kamu tidak lemas." Pitha langsung memasang selang infusnya. Nada menangis lalu di tenangkan oleh pak Rahman. "Berikan sempel itu padaku dokter Pitha. Aku akan mengeceknya dan kembali 10 menit." Galang menawarkan diri karena sebenarnya Galang tau Pitha tidak tega meninggakan Nada yang menangis karena selang infusnya. "Terima kasih dokter Galang! Aku akan menunggunya di sini cepatlah kembali." Pitha langsung mengambil Nada dan menggendongnya. "Maafkan Bunda sayang, cepatlah sembuh dan kita akan bermain bersama." Katanya sendu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD