Bab 11

1051 Words
Setelah Pitha tenang Pak Rahman datang membawa makanan untuk sarapan. Pak Rahma tau putrinya akan melupakan kesehatannya saat orang yang dia sayangi sedang sakit. "Nak makanlah sedikit saja! Kamu belum sarapan saat berangkat tadi." Kata Pak Rahman dengan lembut. "Tidak Ayah, Ayah makan saja dulu. Pitha akan makan bersama Nada. Pitha tidak bisa makan sebelum Nada makan Yah." Sebenarnya tadi Pitha sudah menyuapi Nada dengan bubur. Tapi Nada memutahkannya kembali. Sekarang Nada tertidur karena obat yang di berikan Bundanya. "Ayah makanlah dulu, setelah itu beristirahat. Aku tidak ingin Ayah sakit juga, saat ini hanya Ayah yang mengerti keadaan Pitha." Kata Pitha. Pak Rahman mengerti apa yang di maksud putrinya itu. "Ayah Pitha ingin mengecek sempel darah Nada dan beberapa pasien. Pitha pergi dulu ya, kalau Ayah membutuhkan sesuatu telpon OB ya. Apa Ayah masih mengingatnya?" Tanya Pitha. Pak Rahman sudah mengetahui banyak tentang ruangan pribadi sang anak saat dia di rawat di rumah sakit itu. "Iya nak, Ayah masih mengingatnya ayah tidak sepikun itu untuk melupakannya." Balas Pak Rahman sambil memberi gurauan pada putrinya. "Baiklah ayah Pitha pergi dulu ya! Asalamuallaikum Ayah." Pamitnya. Pitha pun pergi setelah mengecup tangan tangan Ayahnya. Saat ingin keluar dari ruangannya secara bersama Galang membuka ruangnya dan membuat Pitha terkejut. "Apakah hasilnya sudah keluar?" Tanya Pitha. "Iya Pith, Nada terkena virus itu, tapi masih gejala awal. Tapi kalau kita tidak bisa menemukan obatnya. Demamnya akan semakin tinggi." Kata Galang. "Baiklah aku akan pergi ke lab untuk meracik beberapa obat yang mungkin bisa mengatasi virus ini." Pitha memang sangat cerdas dan memiliki IQ di atas rata- rata. Dia mulai bergelut dengan obat- obatan yang dia campur dan dia racik satu- persatu. 1 jam lamanya Pitha meracik obat itu, dia mencoba menggabungkan obat itu terhadap sempel darah yang terkena virus itu. Dan Pitha berhasil membuat penawarnya. Pitha langsung membuat banyak obat itu dengan dosis yang dia tulis. Memang pemerintah sedang membuat penawar virus itu. Hanya saja pemerintah belum menemukannya hingga saat ini. Sedangkan Pitha hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk membuat penawar itu . Setelah selesai dengan semuanya, dia membawa troli yang berisi obat penawar serta suntikannya. Pitha memasuki satu- persatu ruangan pasien dan menyutikan obat itu tanpa bantuan siapa pun. Tidak ada yang berani menanyakan atau pun mencegah Pitha menyuntikkan obat itu. Karena mereka tahu Pitha memiliki sikap dingin yang juga kejam terhadap siapa saja yang meremehkannya. Setelah 2 jam berkeliling rumah sakit dan yang terakhir dia memberikan obat itu pada Nada juga. "Baiklah sayang beristirahatlah beberapa jam lagi kau akan segar sayang." Bisik Pitha sambil mencium pipi chubby anaknya itu. Melihat Ayahnya yang tertidur di samping cucunya Pitha pun keluar dan mulai mengisi perutnya yang kosong sejak pagi tadi. Sekarang sudah pukul 12.00, dia memakan bekalnya dan duduk di kursi kebesarannya. Setelah selesai dengan makan siangnya Pitha memutuskan untuk mengecek laptopnya dan melihat jadwal beberapa hari kedepan di emailnya. "Ya semua jadwal hanya tentang virus ini saja. Aku tidak perlu terlalu cemas karena virus ini pun akan berkurang." Gumama Pitha. Setelah 1 jam obat itu memberikan efeknya pada putrinya. Nada yang bangun langsung diberikan makan oleh Pitha. Dan benar dia tidak memuntahkannya bahkan demamnya pun sudah turun. "Anak pintar! Kamu membuat Bunda cemas dalam beberapa jam. Sekarang kamu sudah bisa tersenyum dan tertawa sayang." Kata Pitha yang sangat bahagia melihat kecerian nya putrinya itu. "Ya kau benar nak, Bundamu sangat menyayangi mu sampai dia sangat cemas melihat putri kesayangan nya sakit dan melupakan ayahnya." Goda sang ayah pada anaknya. "Tidak ayah, maafkan aku." Katanya dengan wajah memelas. "Hehehe tidak nak, Ayah hanya bergurau." Pitha langsung memeluk Pak Rahman mendengar perkataan Ayahnya. Dia sangat sayang pada Pak Rahman sang Ayah. "Bunda!" Panggilan itu sangat jelas terdengar di telinga kedua orang yang sedang berpelukan hingga membuat mereka menoleh secara bersamaan. Pak Rahman terharu, bahkan melihat Pitha anaknya yang mengeluarkan air mata. Pitha memang sangat tulus menyayangi putrinya itu tanpa syarat serta pamrih. "Bisa kamu ulangi perkataanmu lagi sayang! Bunda ingin mendengarnya." "Kek.. kekkk!" Panggil Nada. Bukannya memangil Bunda, Nada malah memanggil sang kakek dengan tangan terjulur seperti minta di gendong. "Cucu kakek ingin bersama kakek ya? Setelah ini rumah kita akan ramai dengan suara indah cucu kakek ini." Kata Pak Rahman bahagia. "Ya Nada tidak mendengar permintaan Bunda. Baiklah kalau begitu Bunda akan pergi saja." Rajuk Pitha. Seakan mengerti Bundanya marah terhadapnya. Nada langsung memanggilnya. "Bunda! Wleek.." dengan menjulurkan lidahnya seperti kartun yang dia tonton semalam. "Wah.. wah sekarang sudah semakin pintar ya putri Bunda ini." Pitha mencubit pipi chubby anaknya itu dengan gemas. Setelah capek bermain dengan Bundan dan kakeknya. Nada di berikan obat lagi oleh Bundanya. Dan Nada pun kembali tertidur. "Ayah nanti malam Nada sudah bisa pulang dia sudah sehat." Pitha memberi tahu Ayahnya. "Tapi kau sudah menemukan penawar obat itu kan nak?" Tanya sang Ayah yang mengetahui kecerdasan anaknya tidak perlu di ragukan lagi. "Ya Ayah, Pitha tadi meracik beberapa obat dan akhirnya menemukan penawarnya." "Baiklah Ayah, Pitha akan memeriksa pasien Pitha kembali." Pamit Pitha. Pak Rahman menganggukkan kepala pada putrinya. Pitha pun keluar dan meninggalkan sang ayah di kamarnya. # # # "Bagaimana kondisi mereka?" Tanya Pitha pada perawat yang ada di ruang rawat. "Sudah membaik Dok, bahkan sangat baik mereka sudah tidak demam dan tidak lemas lagi." Kata salah satu perawat yang ada di sana. "Dok apakah saya boleh mengetahui jenis obat apa yang Dokter Pitha berikan kepada mereka?" Tanya salah satu dokter kepada Pitha. "Kamu tidak perlu tau. Kalau memang kamu ingin mengetahuinya, kamu bisa mengecek sendiri obat itu. Dan aku jamin kamu tidak akan menemukan bahan- bahannya." Kata Pitha dengan ekspresi datar. Pitha menjawab seperti itu karena dia yakin setelah ini akan ada banyak orang yang memanfaatkan obatnya untuk di perjual belikan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Maka dari itu Pitha hanya membuat obat itu sesuai dengan jumlah pasien di setiap ruangannya. Pitha memutuskan untuk menginap di rumah sakit malam ini. Dan membiarkan Ayahnya dan Nada tidur di kamar itu sekarang sudah waktu keliling jam malam. Pitha meninggalkan Ayah dan putrinya yang sudah terlelap setelah makan malam. Pitha pun memasuki satu- persatu ruangan di rumah sakit melihat perkembangan pasien yang sangat pesat dia sangat bahagia namun dia tidak menunjukan ekspresinya kepada setiap pasiennya. "Baiklah aku akan memeriksa kondisi kalian jika sudah membaik kalian bisa pulang dan beristirahat di rumah besok." Memang benar saat ini rumah sakit penuh dengan pasien flu singapur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD