“Bisa kita bicara berdua, Pak?” pinta Zeline saat dilihatnya Farrel yang tengah sibuk dimejanya.
“Bicara
saja, Farrel lagi sibuk, juga tidak mungkin akan ikut bicara,” ujar Aksa.
Zeline
menyodorkan sebuah amplop berwarna cokelat kepada Aksa.
“Ini apa?” tanya Aksa memandang kepada Zeline dengan tatapan yang meminta penjelasan.
“Surat
pengunduran diri,” ucap Zeline.
“Apa
ada masalah?” tanya Aksa.
“Semuanya
sudah saya jelaskan di dalamnya,” jawab Zeline sambil melihat kepada Farrel
yang sedang berhenti bekerja, meskipun dia terlihat sibuk dari tadi, akan
tetapi Zeline sangat mengetahui jika Farrel mendengarkan apa yang barusan
disampaikannya.
“Baiklah kalau begitu. Sesuai dengan perjanjian kontrak yang telah kamu tanda tangani. Bayar dahulu pinalti dua puluh kali lipat dari total gaji yang kamu terima sebulan,” sahut Aksa dengan menyodorkan rekening perusahaan kepada Zeline.
Zeline yang mendengar ucapan Aksa terkejut bukan main.
“Semua itu tidak ada di dalam perjanjian kontrak, Pak!” tegas Zeline.
“Silakan dibaca kembali perjanjian kontraknya, jika kamu lupa,” ucap Aksa sambil memberikan surat perjanjian kontrak yang ditandatangani oleh Zeline minggu lalu.
Zeline membaca kembali surat kontrak tersebut dengan sangat hati hati, takut ada yang tertinggal.
Akan tetapi setelah membaca surat kontraknya sebanyak tiga kali, Zeline tidak menemukan kalimat yang tadi diucapkan Aksa kepadanya.
Dia melihat kepada Aksa dengan kening berkerut meminta penjelasan.
“Lihat di belakangnya,” ucap Aksa seakan mengerti maksud dari pandangan Zeline.
Zeline pun membalikkan surat kontrak tersebut sesuai dengan perintah Aksa. Dia memutar matanya sambil menggigit bibirnya yang terlihat begitu seksi dimata Aksa.
“Jangan digigit bibirnya jika tidak ingin aku menikmatinya sekarang juga,” desis Aksa karena merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana. Hanya karena melihat Zeline yang menggigit bibirnya saja mampu membuat Aksa b*******h.
Bukannya berhenti, Zeline malah memejamkan matanya karena pusing membaca halaman belakang surat kontraknya, yang saat menandatanganinya tidak dibacanya yang bagian belakang tersebut.
Melihat Zeline yang tidak berhenti menggigit bibirnya, Aksa beranjak dari kursinya dan mengecup bibir Zeline pelan.
Zeline yang baru menyadari jika Aksa telah mengecup bibirnya malah melongo dengan mata melotot plus dengan pipinya yang merona.
“Jangan digigit lagi bibirnya. Bibir kamu bisa bengkak karena digigit,” bisik Aksa sambil mengelus sayang bibir Zeline.
Farrel yang menyaksikan kegiatan Zeline dan Aksa barusan merasakan sesuatu yang sakit di dadanya.
Meskipun hubungan mereka telah berakhir tiga tahun yang lalu, akan tetapi rasa sayangnya masih tersisa untuk Zeline.
Zeline meninggalkan ruangan Aksa dengan pikiran yang kacau. Begitu sampai di mejanya Zeline duduk melamun sambil membentur benturkan kepalanya ke meja dan mengomel sendirian.
Sedangkan Aksa dan Farrel yang melihat kearahnya, malah tertawa bahagia.
“Untung saja aku antisipasi dengan kemungkinan ini,” ucap Aksa membuka amplop cokelat yang diberikan Zeline tadi kepadanya.
“Semua yang aku prediksi tidak ada yang meleset,” ucap Farrel sambil melihat surat kontrak kerja Zeline kembali.
Sebenarnya memang surat kontraknya hanya satu halaman saat Zeline tanda tangani.
Akan tetapi karena kemungkinan ini sudah di dalam dugaan Farrel dan Aksa, maka mereka menambahkan penalty di halaman belakang surat kontrak setelah ditanda tangani oleh Zeline. Tentu saja hal tersebut tanpa sepengetahuan Zeline.
“Mulai besok, aku tidak di sini lagi, Sa,” ucap Farrel sambil menatap ke arah Zeline yang terpisah oleh dinding kaca pembatas ruangan.
“Baiklah. Terima kasih untuk semuanya,” senyum Aksa penuh kepuasan.
“Selamat berjuang. Mendapatkan hatinya sangatlah sulit. Semoga saja kamu berhasil,” ucap Farrel sambil menerawang jauh ke masa lalunya bersama Zeline.
“Aku pasti akan mendapatkannya walau bagaimana pun dia menolakku,” jelas Aksa.
“Semoga saja kamu berhasil mendapatkan hatinya, Sa. Karena dia adalah wanita paling berharga di dalam hidupku,” ucap Farrel pelan.
“Lupakan Zeline dan pikirkan Zanna yang sudah menunggumu, Rel,” ucap Aksa.
“Walau bagaimana pun hatiku tetap menjadi milik Zeline. Entah sampai kapan, aku juga tidak mengetahuinya, Sa,” desah Farrel dengan wajah yang tertunduk lesu.
“Semua itu hanya karena rasa bersalah yang terlalu besar, Rel,” potong Aksa.
“Aku juga takut jika mengecewakannya nantinya, Rel.” Aksa menambahkan.
“Pesan aku cuma satu, Sa. Jangan sakiti hatinya lagi. Cukup aku saja yang telah menorehkan luka dalam di hatinya,” ujar Farrel dengan air mata yang menetes dipipinya.
Zeline duduk di mejanya dengan pikiran yang tidak menentu. Matanya menatap lurus kedepan dengan tangan yang menopang kepalanya.
Hari ini adalah hari paling kacau di dalam hidupnya. Kamana dia harus mencari uang sebanyak dua puluh kali lipat dari gajinya.
Hanya satu pilihan yang pasti, yaitunya tetap bekerja dengan risiko apapun.
“Bersiaplah, kita makan diluar,” ucap Aksa yang sudah berdiri di depan meja Zeline.
Zeline hanya diam saja tanpa menjawab ucapan Aksa barusan.
“Zeline Zakeisha,” ucap Aksa menyebut nama lengkap Zeline yang membuat gadis itu tersadar dari pikirannya.
“Iya, Pak,” ucapnya terbata.
“Bersiaplah, kita makan diluar sekarang.” Aksa mengulangi perkataannya yang tadi sambil berjalan mendahului Zeline.
Sedangkan Farrel diam saja melihat kepada Zeline, karena takut akan membuat Zeline sedih jika dia berbicara.
Zeline berjalan mengikuti Aksa yang diikuti Farrel disampingnya. Rasanya seperti Zeline yang menjadi pemimpin perusahaan karena berjalan diiringi oleh dua bodyguard tampan disampingnya.
Semua karyawan menunduk dengan rasa takut, saat Aksa dan Farrel melewati mereka.
Akan tetapi ada juga yang memandang kepada Zeline dengan tatapan cemburu dan iri.
Zeline duduk di depan, di samping Aksa. Sesuai dengan permintaan Aksa.
Drt!
Terdengar hape Farrel yang bergetar.
“Iya sayang. Nih udah jalan. Kamu tunggu di tempat biasa saja,” ucap Farrel yang sengaja menyuruh Zanna menghubunginya agar tidak terjadi salah paham nantinya, saat ada yang melihat Farrel makan siang dengan Zeline.
Meskipun ada Aksa di antara mereka, akan tetapi Farrel hanya menghindari masalah dengan mamahnya yang akan berbuntut panjang nantinya.
Dada Zeline terasa nyeri saat mendengar percakapan Farrel barusan.
Dia memejamkan matanya untuk mengusir rasa sakit di dadanya.
Semua itu tidak luput dari perhatian Aksa yang berada di sampingnya.
‘Aku akan melindungimu, Zel,’ lirih Aksa.
Mobil yang dikemudikan oleh Aksa memasuki pelataran parkir sebuah restoran mewah. Mereka bertiga turun dari mobil dan berjalan memasuki restoran.
Sedangkan Farrel sudah disambut dengan pelukan dan ciuman mesra dari Zanna Kirania yang merupakan tunangannya.
Zeline yang menyaksikan kemesraan mereka di depan matanya, hanya menundukkan kepalanya.
Semua itu tidak terlepas dari tatapan Aksa.