Part 7. Bukti Baru

1540 Words
Janu bergegas kembali masuk ke gedung K*K. Tanpa menghiraukan pandangan penuh tanya orang-orang yang berada di lobi, yang melihat drama antara dirinya dan Gea, ia melangkah cepat menuju lift. Menekan tombol lalu menunggu beberapa waktu sampai pintu terbuka. Kakinya melangkah lebar memasuki lift kemudian kembali menekan tombol. Tangan kirinya terangkat, ia hampir saja terlambat. Tanpa menyapa sang sekertaris, Janu segera membuka pintu kantornya, kemudian menduduki kursi kerja yang belum lama menjadi miliknya. Tangannya bergerak mengeluarkan laptop dari dalam tas yang ditentengnya. Ia mengambil nafas panjang sebelum membuka, kemudian menyalakan laptop.  Belum lama ia mencermati email-email yang masuk dalam inbox nya, suara ketukan dipintu membuat Janu mendongak. Sudah datang … batinnya. “ Masuk.” Perintahnya. Pintu perlahan terbuka menampilkan sosok sang sekertaris. “ Tamu yang Bapak tunggu sudah datang.” Ucap Lila, yang diangguki Janu. Janu berdiri, kemudian berjalan menghampiri tamu yang datang. Seorang berbaju kebesaran kepolisian masuk, sementara Lila permisi keluar dari ruangan. “ Selamat pagi Jenderal.” Janu menyalami pria yang kini terkekeh. Pria itu menepuk-nepuk bahu Janu. “ Saya senang akhirnya kamu ada di tempat ini.” Mereka berjalan beriringan menuju sofa, lalu duduk berhadapan. “ Terima kasih atas dukungan Bapak selama ini.” Janu mendesah. “ Seharusnya saya yang mendatangi kantor Bapak, bukan malah sebaliknya.” Janu merasa tidak sopan karena sudah membuat seorang Jenderal repot-repot mendatangi tempatnya bekerja. Pria yang sudah tak lagi muda itu tersenyum. “ Saya yang ingin datang ke sini. Melihat tempat kerjamu sekarang.” Pria itu mengedarkan pandangannya. Dia memang sudah lama mengagumi sepak terjang Janu saat bekerja sebagai salah satu pengacara yang sering membela orang-orang yang melawan para petinggi korupsi, atau membela mereka yang tidak mampu. Pria itu tidak pernah mau menjadi pengacara tersangka kasus korupsi. Ada yang istimewa dari pria muda yang sedang duduk di sebelahnya. Sebagai orang yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan, ia bisa menilai seseorang hanya dari beberapa kali berbincang. “ Bagaimana perkembangan kasus Dondi?” tanya Pak Agus saat mengingat tujuan kedatangannya. Janu menggeleng. Dia memang masih belum mendapat kabar baru dari Pak Fendi. Kabar terakhir yang di dapatnya adalah keberadaan Dondi di luar negeri, dan anak buah Pak Fendi sedang mengikutinya. Mencari kejelasan di sana, siapa sebenarnya dalang dari kasus yang sedang mereka selidiki. “ Masih belum ketemu anj*ng besarnya Pak. Dondi ternyata hanya tangan kanannya saja. Bukan dia yang kita cari.” Pak Agus, pria berbaju kebesaran itu mengangguk. Dia juga sudah mendapat informasi itu dari Fendi, bawahannya yang secara langsung ia tugaskan untuk menyelidiki kasus pelepasan lahan di daerah elit tersebut. “ Memang tidak akan mudah. Dia pasti pemain lama … yang sudah paham betul bagaimana cara menghindari orang-orang seperti kita. Tapi kali ini kita harus bisa menangkap, dan membongkar kedoknya, Janu.” Pak Agus menghela nafas. “ Kerugian negara yang dia sebabkan sangat besar kali ini. Kita tidak bisa membiarkan orang seperti itu berkeliaran dengan bebas di negara kita. Mau jadi apa negara kita kalau terus-terusan digerogoti oleh orang-orang seperti mereka.” Pak Agus menatap tajam Janu. Janu mengangguk paham. Itulah tujuannya bekerja di K*K, agar bisa menghentikan para koruptor yang merugikan negara. Adanya orang-orang seperti si anj*ng besar yang sedang dibidiknya itulah yang menjamurkan para koruptor di negeri ini. Pak Agus mengeluarkan sebuah amplop coklat dari balik baju kebesarannya, lalu meletakkan amplop itu ke hadapan Janu. “ Saya baru mendapatkan itu tadi malam. Itu sebabnya saya datang ke sini pagi ini.” Janu menatap Pak Agus sesaat sebelum menurunkan pandangannya kearah amplop diatas meja. Tangannya bergerak meraih amplop coklat lalu membukanya. Matanya mengerjap beberapa kali. Manatap dua lembar photo yang kini berada di tangannya. Dondi. Salah seorang yang ada di dalam foto itu adalah Dondi, sedangkan seorang dihadapan pria itu, yang hanya terlihat dari samping tampak begitu familier di matanya meskipun photo tersebut tampak kurang fokus. Ia mencoba mengingat di mana ia pernah melihat sosok tersebut. Keningnya berkerut, matanya mengamati dengan teliti sosok di dalam photo tersebut. Ia mengambil lembar photo ke-dua. Desah kerasnya terdengar jelas dalam ruang berukuran 6x6 m tersebut. Lembar photo ke-dua tidak membantunya mengingat dengan lebih baik karena lembar tersebut hanya menampakkan punggung seseorang yang terlihat familier baginya. “ Informasi terbaru … kasus Dondi berkaitan dengan pemilik perusahaan kontraktor SHABA Group, yang juga menjadi pemilik Alina Hotel.” Kini, matanya yang cenderung agak sipit itu membuka lebar kala mendengar nama SHABA Group. Tentu saja dia mengenal siapa pemilik SHABA grup. Baru beberapa waktu yang lalu ia mendatangi kantor pria itu untuk menyelesaikan urusan masa lalu Ibunya. Matanya kembali memperhatikan selembar photo di tangannya. Benar … lelaki di hadapan Dondi itu memang dia. Pantas saja wajahnya telihat begitu familier. Dadanya terasa sesak. Kini Janu harus berhadapan dengan pria itu. Pria yang seumur hidup akan dia benci. Matanya berkilat penuh amarah. Ia menggenggam erat kedua photo yang ia pegang. Photo Dondi bersama pria yang hanya terlihat dari samping, namun sekarang bisa dengan jelas ia kenali. Shabaga Husein. Pria itu tidak lain adalah pria masa lalu sang Ibu. Janu tersenyum miring. Rupanya karma sedang menjalankan takdirnya. Ia akan segera menghampiri pria itu. Pria itu akan segera merasakan bagaimana dinginnya penjara. Ibunya tak pernah menghendaki Janu membalas dendam, tapi sepertinya Tuhan membukakan jalan agar Janu bisa sedikit membalaskan sakit hati sang Ibu kepada pria yang sudah menghancurkan hidupnya. Ibunya kehilangan jati diri karena pria itu. Pengorbanan sang Ibu untuk menyelamatkan Janu sangat besar. Ia kembali mengingat berlembar-lembar catatan yang sang Ibu torehkan di dalam buku diarinya. *** “ Aku tidak ingin melihat bayi itu lahir.” Shaba berucap dingin begitu membuka pintu kamar yang selama hampir dua tahun ditempati Shameeta. Meeta yang sedang melipat baju langsung menoleh ke belakang. Mendapati Shaba yang berdiri diambang pintu dengan wajah menahan amarah. Mata pria itu menatap tajam Meeta. Dalam hati Meeta bertanya … dari mana suami yang serasa musuh itu mengetahui tentang kehamilannya. Setelah kejadian malam itu, yang berarti sudah dua bulan terlewat, pria itu bahkan tidak pernah pulang ke rumah. Apa mungkin Shaba menyuruh orang memata-matainya ? “ Telingamu masih berfungsi kan ?” sarkas Shaba ketika tidak melihat pergerakan Meeta. Wanita itu hanya berdiri menatapnya. Mata Shameeta mengerjap beberapa kali, sebelum tangannya melanjutkan melipat baju, kemudian membawa tumpukan baju tersebut ke lemari yang terletak di dekat tempat tidurnya. Tempat tidur yang ia tempati hanya berukuran 4x5 M, berbeda jauh dengan ukuran kamar milik pria itu yang mungkin 3x lebih besar dari kamarnya. “ Apa kamu tuli ?!!!” teriak Shaba tidak sabar. Wanita yang berstatus istrinya itu masih mengacuhkan dirinya. Sama sekali tidak merasa terganggu dengan suara kerasnya. “ Aku tidak tahu apa maksudmu.” Akhirnya Shameeta membuka mulut setelah menutup kembali pintu lemari. Ia menghadap ke arah Shaba. Dengan wajah tanpa ekspresi, Meeta menatap Shaba, membuat pria itu mendengus. “ Tidak usah berlagak bodoh. Aku bertemu dengan dokter Kenan.” Meeta tersentak begitu mendengar nama Dokter Kenan di sebut. Akhirnya pertanyaan dari mana pria di hadapannya mengetahui perihal kemalilan yang ia sembunyikan terjawab sudah. Ia mendesah. “ Seharusnya kamu senang. Bukankah setelah dia lahir, kamu bisa menceraikan aku ?” Meeta berjalan menuju ke ranjang, kemudian duduk di tepi ranjang. Shaba melangkah masuk ke dalam kamar. Berdiri menjulang di depan Meeta dengan kedua tangan berada di dalam saku celana. “ Apa kamu pikir aku menginginkan anak dari mu ?” Ia tertawa sinis. Menatap penuh penghinaan wanita yang hanya terdiam mengamati lukisan yang tergantung di dinding. “ Kalau aku ingin menceraikanmu dengan cara memiliki anak darimu, sudah lama kulakukan.” Meeta akhirnya bereaksi. Ia menolehkan kepala untuk bisa menatap sang suami. Shaba menatap jijik kearahnya. “ Aku tidak akan pernah sudi menyentuhmu dalam keadaan sadar.” Wajah Shaba yang begitu tampak jijik saat menatapnya membuat emosi dalam dirinya muncul. Meeta menarik nafas panjang. Ia tidak boleh terpancing emosi. Ia tidak boleh stress. “ Kamu tidak perlu mengkhawatirkan keberadaan anak ini. Akan kupastikan dia tidak akan pernah mengganggumu. Kamu bisa melakukan apapun dengan kekasihmu itu setelah kita bercerai.” Shaba mendengus keras mendengar seenteng itu Shameeta berucap. “ Kamu pikir aku bisa percaya dengan mulut manismu itu hah ?! … sekarang tentu saja kamu bisa berkata seperti itu, tapi nanti … setelah bayi itu lahir, kamu akan punya banyak alasan untuk tidak mau kuceraikan.” Tatapan Meeta menajam. Shaba sudah bukan lagi orang yang ingin dia pertahankan. Sejak berbulan-bulan lalu ia merindukan kebebasannya. Sudah sejak lama ia ingin lepas dari pria yang berstatus suami namun memperlalukannya seperti sampah itu. Jadi, perceraian adalah satu hal yang dia nantikan. “ Apa kamu pikir aku suka hidup denganmu ? Kalau bisa … sekarang juga aku ingin pergi dari rumah terkutukmu ini.” Balas sengit Meeta. Wajah putihnya memerah menahan amarah. Shaba tertawa. “ Kenapa tidak kamu lakukan ? bukankah itu akan lebih baik ? aku bisa punya alasan untuk menceraikan mu.” Giliran Meeta yang kini tertawa. Dia tidak akan membuat semua menjadi mudah untuk pria itu. Hidupnya sudah hancur, dan pria itu yang bertanggung jawab akan hal tersebut. “ Apa kamu sudah punya cukup uang untuk membayar kembali hutangmu itu ?” ejek Meeta. Ia menatap pria di hadapannya dengan senyum sinis. Shaba menggeram. Badannya membungkuk dengan senyum miring terpatri di wajah tampa pria itu. Sial … Meeta merutuk dalam hati ketika justru mengagumi wajah tampan pria berhati binatang di hadapannya. “ Bersabarlah sebentar lagi, dan aku akan menendangmu jauh dari hidupku.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD