Bagian 6

1306 Words
Gadis di belakang Mia mengayuh sepedanya lebih cepat dan mendahului Mia. Mia yang tak mau kalah juga mempercepat sepedanya karena ingin menghampiri Rendra yang kebetulan sedang berhenti. Tak lama kemudian Rendra menjalankan kembali sepedanya saat gadis berkaus basket yang sama dengannya telah menyusulnya. "Rendra! Ini bekalmu!" teriak Mia yang diabaikan oleh Rendra. Brak! Gara-gara terlalu fokus mengejar Rendra, Mia pun terjatuh dari sepedanya. Meski Mia jatuh dengan lutut yang lecet, untung saja, bekal makan Rendra aman dalam tas Mia. Sayangnya, pria itu tak menoleh sedikitpun pada gadis yang berniat baik padanya. Sepertinya waktu itu bukan karena dia tidak mendengar Mia, tapi karena Rendra yang sengaja mengacuhkan Mia. Salahnya, Mia baru menyadari jika Rendra memang mengacuhkannya setelah ia kuliah hingga sekarang ia telah bekerja. "Aku tau, sifatku dulu menyebalkan, Ndra. Maafin aku," ucap Mia pada dirinya sendiri saat sedang berbaring di atas kasurnya. ~ Aku mencintaimu, lebih dari yang kau tau. Meski kau tak kan pernah tau ~ * Hari reuni SMA pun tiba. Reuni tersebut diadakan di salah satu hotel yang dikelola oleh keluarga Sukmawijaya, keluarga Mia dan Rendra. Seandainya bukan karena Tina, teman dekat Mia waktu SMA, Mia pun tak akan ikut. "Mi? Kamu jadi ikut reuninya?" tanya Reni pada putrinya. "Jadi, Ma!" jawab Mia sambil membetulkan anak rambutnya di depan kaca. "Semalem seingat Mama kamu nggak mau pergi, deh!" ujar Reni merasa heran. "Iya, tadinya. Tapi katanya Tina mau dateng, Ma. Jadi aku ikut juga!" "Oh, kalau Rendra?" tanya Reni lagi. Mia memegang liptint di tangannya, ia berhenti menggoreskan kuas merah itu ke bibirnya. Sambil mengangkat bahu dan memutar bola matanya ia menjawab, "Mia nggak tau, Ma!" "Kan kalau Rendra ikut, kamu bareng aja sama dia. Biar ada yang jagain!" Mia menoleh ke mamanya, ia memutar-mutar tutup liptint ke dalam wadahnya lalu mengeluarkan kembali dengan ujung kuas lip tint yang lebih basah. "Ma! Mia di Prancis sudah empat tahun, ya! Dan itu tanpa penjagaan Mama, masa' mau reuni aja harus dijaga dengan Rendra. Ah sudahlah!" Tanpa memedulikan mamanya, Mia membuka loker dan memilih sesuatu dari dalam sana. "Jam yang ini bagus, Mi!" Reni memberi saran sambil menunjuk salah satu jam tangan dalam loker. "Bosen, ah!" tolak Mia. Mencoba dan melepas lagi, mencoba lagi, melepas lagi. Mia masih belum menemukan jam yang cocok. "Miauw ...!" "Iya, Miauw?" jawab Mia. "Miauw ...! Miauw ...!" "Ada apa kucing, Mbul? Aku buru-buru nih!" Mia seakan mengajak kucingnya berbicara sambil melepas jam tangan yang tidak jadi ia gunakan. Bruk Miauw tiba-tiba melompat ke atas loker yang sedang Mia buka, sambil membawa sesuatu dalam gigitannya. "Wah, bener ini, Miauw!" Mia berteriak girang saat melihat benda dalam gigitan kucingnya itu. "Giliran jam tangan yang dibawain Miauw langsung dipake! Kamu itu anak mama apa anak Miauw, sih?" Reni menggerutu tanpa alasan. "Ini jam nya Mia yang kesimpan di nakas tempat tidur. Bekas kemarin tapi Mia lupa," jelas Mia pada mamanya. "Hmmm, pilih kasih Mia!" Mia memutar bola matanya karena perilaku Reni. Daripada bertambah kesal, Mia segera menyelesaikan dandanannya dan turun menuju ke parkiran mobilnya di garasi. Mobilnya sudah selesai dipanaskan oleh supir dari mamanya, jadi sekarang ia tinggal naik dan memakai mobil tersebut. "Mia mau berangkat?" Seorang perempuan paruh baya muncul dari balik pagar depan rumah Mia. Hal tersebut membuat Mia menghentikan mobilnya sejenak. "Iya, Tante. Ini mau berangkat," jawab Mia. "Mau ke toko? Atau ada acara?" tanyanya menyelidik. "Mau ke acar reuni SMA," jawab Mia lagi. "Oh,  gitu. Emmm ... tante boleh minta tolong nggak?" "Kalau Mia bisa, boleh saja, Tante." "Tolong berikan ini pada Rendra, bilang saja ini titipan dari tante," ujar perempuan tersebut yang tak lain adalah ibunda dari Rendra. "Ini? Buat Rendra?" Mia bingung sambil menerima secarik kertas dari Risa - nama ibunda Rendra. "Iya," jawabnya sambil mengangguk. Meski bingung, Mia tetap menerima dan berjanji akan menyampaikan pesan tersebut. Selama perjalanan ke tempat Reuni, Mia bertanya-tanya, kenapa tidak melalui chat saja, atau telpon. Tidak mungkin Tante Risa tak memiliki nomor anaknya sendiri. "Ah, biar sajalah! Yang penting tinggal berikan ini, selesai!" ucap Mia seorang diri sambil tetap fokus mengendarai mobilnya. Mia sebenarnya malas, jika harus berinteraksi dengan Rendra. Rasanya terlalu sakit diacuhkan, lebih baik menjauh saja agar Rendra tidak perlu lelah-lelah mengabaikannya. Gadis itu berharap suatu hari nanti ia bisa jatuh cinta selain pada Rendra. Meski saat ini, masih tetap Rendra, Rendra dan Rendra dalam hatinya. * ~Aku persembahkan, hidupku untukmu. Telah kurelakan hatiku padamu. Namun kau masih bisu, diam seribu bahasa ~ "Hai, Mi!" "Hai, Yuna! Ya ampun, ibu muda makin cantik." Mia memeluk temannya yang bernama Yuna tersebut. "Kenalin, Pras! Suamiku!" Yuna menunjuk ke arah suaminya yang sedang menggendong seorang balita. "Wah selamat, ya! Waktu pernikahan kalian aku sudah di Prancis, aku minta maaf. Aku Mia, teman SMA dan kuliahnya Yuna," ucap Mia sambil menyalami Pras. "Ini anak kalian?" tanya Mia sambil menunjuk balita imut dalam gendongan Pras. "Iya, rencana mau nambah lagi," kekeh Pras yang langsung disenggol oleh Yuna. "Mia ini sekelas waktu SMA, trus kita sempat kuliah bareng sebelum dia memutuskan untuk melanjutkan di Prancis." Yuna mengalihkan pembicaraan. Pras hanya manggut-manggut. "Kamu sama siapa ke mari, Mi?" tanya Yuna. "Aku janjian dengan Tina, tapi aku belum melihatnya." Mia celingukan. "Oh, Tuh dia!" Mia menunjuk pada gadis berambut sebahu yang baru datang dengan gaun biru tuanya yang cerah. "Ya sudah! Kami tinggal dulu, ya!" pamit Yuna. Mia menghampiri gadis yang melambaikan tangan ke arahnya. Mereka berpelukan sejenak dan mencium pipi kanan kiri satu sama lain, rutinitas sejak lama. "Kamu datang sama Rendra?" tanya Tina tiba-tiba. "Ssst! Mana mungkin, jangan bahas Rendra!" Mia mendelik pada Tina. "Haha, oke! Oke!" ujar Tina. Suasana reuni tidak terlalu ramai. Hanya tiga angkatan yang diundang pada reuni kali ini, dan sepertinya tidak semua alumni bisa datang. Panitia kebanyakan dari adik kelas Mia dulu, dan angkatan Mia adalah angkatan tertua yang hadir di reuni tersebut. Mia dan Tina mengambil salah tempat duduk yang masih kosong, lalu disusul dengan Yuna dan Pras yang ikut mengisi sisa kursi pada meja bulat itu. Mia melirik ke sana ke mari, dia mencari Rendra karena hendak memberikan titipan mamanya. "Tuh, si Rita! Sudah lumayan feminin sih, sejak lulus kuliah. Walau tetap aja keliatan tomboynya!" Yuna menunjuk pada seorang gadis yang menggunakan celana satu-satunya. Setelan celananya memang terlihat feminin, namun karena semua perempuan di sini menggunakan gaun, jadi dia terlihat berbeda dari yang lain. "Rita?" Mia langsung mengarahkan pandangannya mengikuti gadis itu. "Jangan-jangan dia bersama Rendra?" batin Mia. Dia pun langsung berdiri mencoba mengikuti Mia. "Mau kemana, Mi?" tanya Tina. "Bentar!" jawab Mia agak berteriak. Dan benar saja, Rita duduk satu bangku dengan Rendra dan ketiga teman lainnya. Otomatis Mia pun menghampiri bangku itu dan berniat memberikan kertas itu pada Rendra. "Rendra!" panggil Mia, seketika semua tawa dan canda dari semua teman Rendra pun berhenti dan beralih melihat pada Mia. Mia nampak agak kikuk namun ia segera menguasai diri terutama setelah Rendra mengeluarkan suaranya. "Apa?" Hanya itu yang dikatakan Rendra pada Mia. "Emmm, anu ...." Mia tiba-tiba kehabisan kata-kata karena gugup dipandangi oleh Rendra dan teman-temannya. "Sudahlah! Apa pun yang mau kau bicarakan, nanti saja! Jarang sekali bisa berkumpul dan bertemu dengan teman-temanku seperti ini. Kau pasti juga begitu, kan?" Rendra mengarahkan pandangannya pada Yuna dan Tina. Tanpa menjawab dan basa-basi lagi, Mia pun segera pergi. Entah kenapa, lidahnya kelu bahkan hanya untuk memberikan secarik kertas saja pada Rendra. Mia kembali duduk dan mengobrol bersama Tina, Yuna dan satu lagi yang datang Nita. Sementara Pras, sedang menenangkan anaknya di luar gedung. Di sela perbincangan, Mia menatap ke arah Rendra yang sedang berbincang diiringi gelak tawa. Lalu ia melihat Rita yang duduk bersebelahan dengan Rendra, sekali-kali tatapan Rendra dan Rita bertemu namun sedikit saja tak ada rasa risih dari Rendra. Jika bersama Rita, Rendra bisa seperti itu. Kenapa dengan Mia tidak? Begitu suara hati Mia. * ~ Dan hati kecilku bicara ..., ~ "Seandainya aku yang ada di posisi itu?" ~ Baru kusadari, cintaku bertepuk sebelah tangan. ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD