"Ndra, si Mia masih suka ngintilin lu?" tanya Doni salah seorang teman Rendra.
"Apaan, sih?" Rendra tak menjawab bahkan dia malah memasang wajah judes.
"Eh, Mia kan lulusan dari Prancis yang sekolah apaan sih tu namanya? Yang bikin kue, bikin kue itu, kan?" Rita ikut nimbrung.
"Iya, bener. Udah pernah nyobain kue bikinannya belum. Wah, kebayang. Pasti tiap hari dikirimin kue macem-macem dah ke rumah lu, secara kan rumah kalian hadap-hadapan!" seloroh teman mereka yang lain, Andre.
"Kalo lu nggak mau sama kuenya, kasi gue lah, Ndra! Bener gak, bro!" ujar Rita meminta persetujuan teman yang lain.
"Iya, bener!" Doni menyahut bersamaan dengan Andre dan Riski.
Mereka berlima adalah sahabat sejak SMA. Rendra, Doni, Rita, Andre dan Riski. Rita satu-satunya perempuan yang ada dalam kelompok tersebut.
"Lu tiap lihat Mia bawaannya keki mulu, kenapa sih, Ndra?" tanya Riski. Karena Riski adalah anggota yang paling terakhir bergabung dengan kelompok mereka saat mereka sudah menginjak kelas XI sehingga tidak terlalu mengingat momen saat masa orientasi yang memalukan bagi Rendra.
"Gue ceritain ya, Ndra!" goda Andre.
"Shut up!" Rendra melotot.
"Ceritain aja kali, Ndre. Orang kejadian sudah lama ini! Masa malu sampe sekarang sih, Ndra!" Kali ini Rita yang menyahut.
Bukan karena malu, tapi setiap membahas tentang Mia, Rendra selalu mengingat momen perjodohan yang diutarakan oma dua tahun yang lalu.
Rendra bukan main kesalnya, untungnya, salah satu paman yang mengelola perusahaan keluarga di Australia memanggil Rendra untuk meminta bantuannya.
Dengan berat hati, Rendra meminta bantuan pamannya untuk tidak menceritakan masalah perusahaan yang ada di Australia agar Rendra bisa menjadikan hal itu sebagai alibinya.
Dia berkata pada keluarganya, jika ia tidak suka dijodohkan dan lebih baik ia pergi ke Australia. Namun, bumerang timbul lagi karena oma dan opanya malah membuat semacam perjanjian.
Mereka mengizinkan Rendra untuk pergi ke Australia, asal Rendra pulang ketika Mia juga pulang dari Prancis. Itu perjanjian dari oma dan opa, yang mau tidak mau Rendra harus turuti.
Drama apalagi yang harus ia hadapi? Kenapa setiap hal yang bersangkutan dengan Mia selalu merugikan posisinya.
Itulah sebabnya, Rendra sangat kesal pada Mia. Karena pasti Mia yang merengek pada oma dan opa untuk dijodohkan dengannya.
"Ndra! Kamu kok ngelamun, sih?" tegur Rita menyadarkan Rendra.
Rendra menggelengkan kepalanya. Kebetulan panitia acara telah membuka acara reuni tersebut, sehingga pembahasan tentang Mia pun terhenti.
*
Sementara itu di meja Mia dan kawan-kawannya, mereka juga tengah berbicara di tengah hiburan yang diisi oleh beberapa alumni sedang menyanyi bergantian.
"Mia, nyanyi gih?" ujar Tina.
"Enggak, ah!"
"Oh, ayolah. Kami rindu suaramu!" Kali ini Nita ikut memaksa.
Namun Mia malah menggelengkan kepala dan dia malah berdiri. "Aku permisi dulu, ya!" pamit Mia.
"Mau ke mana lagi?" tanya Yuna.
"Ke toilet!"
"Awas aja kalau ke tempat Rendra," dumel Tina.
"Iya, dia tuh suka dijadiin bahan lelucon sama teman-teman Rendra. Kasian si Mia," guma Yuna setelah Mia pergi.
*
Setelah membersihkan diri, Mia langsung berkaca di depan cermin yang ada di westafel kamar mandi.
Ia membenahkan sedikit penampilannya dan memeriksa barangkali ada bagian dari gaunnya yang basah.
"Hei, Mia! Kebetulan ketemu di sini!" Seorang gadis dengan setelan blouse dan celana menghampiri Mia. Ya, gadis itu adalah Rita.
"Oh, hai, Rit! Mau ke kamar mandi juga?" tanya Mia mencoba akrab.
"Nggak, cuma lagi mau benerin rambut dikit," jawab Rita sambil menyisir rambutnya yang pendek perlahan-lahan.
"Oh ...," jawab Mia tanpa berkata-kata yang lain lagi.
"Ini abis ditarik sama sepupu kamu tuh! Nyebelin emang tuh anak!" omel Rita.
Mia hanya terdiam mendengar perkataan Rita. Sepanjang kenal dengan Rendra, laki-laki itu mana pernah bercanda dengan Mia. Ada sedikit rasa iri yang terbersit dalam pikirannya.
Kemudian gadis itu segera menyingkirkan pemikiran tersebut dan teringat dengan kertas yang diberikan oleh mamanya Rendra. Kenapa tidak ia titipkan saja pada Rita? Begitu ide yang terbersit dalam pikiran Mia, daripada ia harus bertatap muka langsung dengan Rendra.
"Rita? Boleh nggak aku titip sesuatu," ucap Mia memberanikan diri.
"Nitip apa, Mi? Boleh-boleh aja, asal jangan nitip cinta kamu buat Rendra aja. Eh," kelakar Rita diiringi tawa.
Namun sikap santai Rita yang seperti itu, malah membuat Mia menjadi grogi minta ampun.
"Ini!" Mia mengeluarkan selembar kertas yang terlipat ala-ala surat izin sakit anak sekolahan dari tasnya.
"Surat?" Rita tersenyum. "Oke!" ucapnya lagi sambil membulat ibu jari dan telunjuknya.
Rita pun pergi terlebih dahulu dari kamar mandi.
"Eh, eh!" Mia mengejar Rita, dia lupa akan sesuatu.
"Rita!" panggil Mia.
Rita pun menoleh ke belakang, posisi mereka sudah terpisah jauh.
"Itu surat dari mamanya Rendra!" teriak Mia.
"Apa?" Rita mengernyitkan dahinya, karena dia berada dekat pintu ruangan yang digunakan untuk pesta reuni, sehingga di sana sangat berisik.
"Dari mamanya Rendra, bukan aku!" Mia berteriak sambil melambai-lambaikan tangan di depan dadanya mengisyaratkan kata 'bukan aku'.
Rita mengangguk-angguk tanpa mengerti apa yang diucapkan Mia. Lalu dia mengedikkan bahunya karena tidak berhasil menangkap perkataan Mia.
Tak lama kemudian, Rita telah bergabung kembali dengan teman-teman di mejanya.
"Rendra!" panggil Rita sambil sedikit menyenggol kursi yang diduduki Rendra dengan kakinya.
"Sengaja ya? Dorong-dorong kursi gue!" gerutu Rendra.
"Sorry, Bro!" Rita tertawa. "Nih, ada surat dari pengagum rahasia!" ujar Rita. "Rahasia umum! Haha!" Rita tertawa lagi.
"Ciye! Masih jaman surat-suratan?" ujar Riski.
"Lu keterlaluan, Ndra! Sepupu sendiri nggak lu kasih nomor whats app! Jadi gini ,kan? Kirim-kirim surat." Andre menggeleng-gelengkan kepalanya. "Eh, by the way, ini dari si Mia, kan? Bener gue?" tanya Rendra yang dijawab anggukkan oleh Rita.
Surat itu Rita letakkan di meja depan Rendra, namun Rendra tak segera mengambilnya. Ia merasa malu akibat olokan teman-temannya.
Doni pun menyambar surat tersebut. "Sini gue baca kalau lu nggak mau!" Teman Rendra dengan jambang paling lebat itu pun membuka surat tersebut.
"Apaan, tuh?" Rizki menahan tawanya saat ia ikut mengintip isi surat.
"I Love you, Rendra!"
"Udah kuliah di Prancis tapi masih jaman kayak gini? Unik sumpah, sepupu lu memang unik, Ndra!"
Teman-teman Rendra masih menertawakan surat tersebut. Rendra menahan amarahnya dengan mengeraskan rahang. Sudah berulang kali hal seperti ini terjadi, hal-hal yang membuat ia terlihat konyol di mata teman-temannya gara-gara Mia.
"Mau dibalas nggak, Ndra?" gurau Andre pada Rendra.
"Iya, kalau lu mau balas, gue siap kok jadi merpati pos yang nganterin surat-surat kalian berdua," timpal Rita sambil mengangkat kedua alisnya.
Rendra memutar bola matanya. "Sampah!" Sontak Rendra membuang kertas tersebut dengan rasa kesal yang menggunung.
"Tuh si Mia nya! Abis dari mana tuh anak?" Doni menunjuk ke arah pintu masuk.
"Kayaknya habis dari kamar mandi deh, soalnya kita ketemu tadi. Mungkin dia baru balik," jawab Rita sambil menoleh dan melihat Mia yang sudah kembali ke tempat duduknya.
"Sebenarnya Mia itu cantik loh, pinter lagi. Kurang apaan dia padahal?" seloroh Riski.
"Iya sih, emang bener. Sejak dulu, gue juga mengakui itu. Cuma, dia kurang waras!" Tawa mereka berderai di sela permainan piano dari salah seorang adik kelas.
"Haha, inget banget waktu ngikutin si Rendra ke kamar mandi pas abis pulang sekolah. Lu pada inget nggak?" Doni bertanya pada semua yang ada di situ.
"Waktu itu, disangkanya si Rendra mau langsung pulang, nggak taunya malah mau latihan basket. Jadi pas si Rendra mau ganti baju, si Mia ngikutin dah. Disangkanya ke parkiran mau ngambil sepeda, nggak tau mau ganti baju ke kamar mandi. Ngakak gue kalo inget wajah kesel si Rendra." Kali ini Andre yang bercerita.
"Jangan gitu guys, ntar kedengeran ama Mia nya!" sanggah Rita.
"Eh, tapi ... menurut gue, kelakuan si Mia ngejar-ngejar Rendra itu imut banget nggak sih?" Riski berkata sambil melihat Mia dari kejauhan.
"Iya sih, cuma kalo udah ditolak sekali, seenggaknya jangan ngejar-ngejar lagi dong. Cowok juga jadi ilfil kali!" seloroh Andre.
"Nggak," ujar Riski sambil tersenyum. "Imut sumpah! Gue dulu nggak terlalu ngerti pas Mia sering ngejar Rendra, tapi kalo tau gini, mending gue pacarin aja si Mia."
"Boleh, juga! Orang si Mia nya cantik ini," jawab Andre sekenanya.
Rendra pun beranjak dari tempat duduknya tiba-tiba dengan wajah yang sangat kesal.
*
Sementara itu di rumah orang tua Mia dan Rendra yang berhadap-hadapan sedang terjadi percakapan antara kedua ibu-ibu yang menjadi pengisi rumah tersebut.
"Mbak Ris! Tadi nitipin apa ke Mia?" tanya Reni pada kakak iparnya.
"Aku nitip sesuatu, surat cinta." Risa, mama dari Rendi menjawab pertanyaan adik iparnya. "Hihihi," tawanya mengiringi.
"Maksud mbak?" tanya Reni tak mengerti.
"Jadi, aku nulis surat cinta buat Rendra. Biar Mia yang bawa dikasi ke Rendra gitu ...!" jelas Risa. "Pokoknya, aku pengen Rendra nikah aja sama Mia, Ren ... gitu. Kamu ikhlas, kan? Kalau anak kita dijodohin?" tanya Risa.
"Selama anaknya suka dan bahagia, saya ikhlas lahir batin, Mbak! Demi kebahagiaan anak," jawab Reni.
"Bagus! Berarti kita sudah deal, ya! Kita dukung rencana oma dan opa yang tertunda." Risa tersenyum.
"Iya, Mbak!" jawab singkat dari Reni.
"Semoga pas mereka pulang reuni, Mia dan Rendra jadi akur, trus jadi lengket gitu." Risa berharap.
"Memang, Mbak tadi nulis surat cintanya isinya apa?"
"Isinya? I Love You, Rendra. Gitu doang!"
Reni pun langsung melongo. Pasalnya, dulu sekali, waktu Mia masih SMA, Mia pernah melakukan hal tersebut. Namun bukannya memikat hati Rendra, anak dari kakaknya Reni itu malah menjauhi Mia.
"Gimana? Jenius, kan, aku?" Risa percaya diri.
Reni hanya tersenyum tipis dan mengangguk samar. "Semoga mimpi Mbak jadi kenyataan."
*
Menurut kalian, bakal berhasil nggak rencana mama Risa? Atau malah makin memperparah hubungan Rendra-Mia?