"Oma ...?" Senyum Rendra mengembang melihat oma-nya. Dia mencium pipi kanan dan kiri wanita tua itu
Tak lupa, Rendra juga menyalami opa-nya dengan santun.
"Datang juga, Rendra?" ucap opa dengan nada dingin.
Rendra tersenyum tipis, sepertinya pria itu mengabaikan atau berpura-pura mengabaikan Mia yang juga berada di situ.
"Ayo, duduk! Mia juga ada," ujar sang oma sambil menunjuk Mia.
Rendra menarik salah satu dari dua kursi yang tersisa, dan kemudian mendudukinya. Tempat duduk itu tepat berhadapan dengan Mia karena meja yang mereka hadapi berbentuk bundar.
"Apa kabar, Rendra?" tanya Mia agak canggung.
Rendra menatap Mia sekilas. "Baik," jawabnya sambil mengangguk semu kemudian tatapannya kembali mengarah kepada oma dan opa.
"Kalau kalian akur, kan, Oma suka." Oma tersenyum melihat Mia dan Rendra saling sapa. "Jadilah dewasa, Oma mengerti mungkin kalian memiliki beberapa kesalahpahaman saat kalian anak-anak atau saat remaja, mungkin. Tapi ... tolonglah, saling berbaikan, lebih kenal satu sama lain," tambah oma.
"Rendra, Opa dan Oma tidak memaksakan perjodohan saat itu. Begitupun dengan Mia, waktu itu hanya ide Oma kalian sesaat saja." Kali ini opa yang bicara.
"Iya, Oma secara pribadi minta maaf pada kalian. Setelah kepergian Rendra ke Australia, Oma jadi kepikiran, sepertinya cucu-cucu Oma ini tidak saling akur sehingga perjodohan saja mereka tolak mentah-mentah." Sang oma menahan air matanya.
Mia menunduk, ia ingin berkata jika dijodohkan dengan Rendra adalah hal yang terbaik dalam hidupnya. Tapi, jika Rendra menolak dan tak ingin bersamanya, apa yang bisa Mia lakukan selain juga ikut menolak? Daripada harus semakin dibenci oleh Rendra.
Semenjak batalnya perjodohan mereka pasca penolakan Rendra, Mia benar-benar berusaha keras melupakan pria itu di hatinya. Namun berkat hal tersebut, Mia bisa menjadi fokus pada sekolah untuk menjadi pattisery-nya.
Jatuh cinta pada sepupu sendiri, memang menggelikan. Tapi apa boleh dikata, cinta tidak bisa memilih ke mana dia akan berlabuh. Mia pasrah jika memang dia harus menahan luka, ia memilih lebih baik melepaskan Rendra daripada lelaki itu semakin membencinya.
"Rendra bukan bermaksud melawan oma, tapi ...," ucap Rendra terpotong sepertinya ia ingin membela diri tapi ia bingung memilih perkataannya.
"Bukan Rendra yang tidak menginginkan perjodohan ini, Oma. Tapi Mia. Mia menolak! Maafkan Mia, Oma!" Mia berkata dengan tegas sehingga membuat terkejut ketiga orang yang bersamanya, terutama Rendra.
"Kok begitu? Mia, bukannya kamu ...?" tanya opa heran.
"Sudah jam delapan, waktunya Mia buka toko. Kasihan pegawai Mia sudah menunggu, maaf ya, Oma, Opa. Dan emm ... maaf juga ya, Rendra!" Mia agak berpikir saat hendak menyebut nama Rendra, dan langsung bergegas menuju ke dapur.
"Kalau begitu kita pulang!" titah opa pada oma.
Sementara itu, Rendra masih mematung karena agak terkejut dengan pengakuan Mia. Dia pun mengedikkan bahunya seketika, dan ikut menyusul oma dan opanya untuk segera pergi.
*
Dalam perjalanan pulang, oma dan opa kembali berbincang berdua.
"Pa, bukannya kata Reni, Mia sangat menyukai Rendra?" tanya oma kepada opa. Reni adalah ibunda dari Mia. "Lalu mengapa dulu Mia juga menolak dijodohkan dengan Rendra. Dan sekarang pun begitu, gadis itu juga menolak!"
"Entahlah, Opa juga tidak tau," jawab opa.
"Kenapa tiba-tiba Mia berkata seperti itu?" tanya oma lagi.
"Ah, sudahlah." Opa memilih untuk tidak menjawab.
*
Sementara itu di dapur toko Mia, gadis itu mengamati kepergian sang pujaan hati dari etalasale tempat kuenya dipajang.
Ada gelenyar pedih dalam hatinya, namun ia sudah benar-benar memutuskan lebih mengakhiri perasaan ini.
Toko kue Mia pun akhirnya tutup pada sore hari. Masih ada sedikit sisa kue nya yang akhirnya ia makan bersama-sama para karyawannya sebelum mereka pulang.
Gadis itu bersyukur jika pada akhirnya bisnisnya lancar. Dan perlahan-lahan nama "Miauw Bread" pun mulai dikenal.
"Miauw ...!" Seekor kucing yang namanya diabadikan menjadi toko kue itu menyambut kepulangan Mia begitu majikannya turun dari mobil.
Dan seperti biasa, si kucing gembul itu akan mengambil sepatu Mia. Menggigitnya, dan menyeret hingga ke rak sepatu.
"Apa selama di Prancis majikanmu selalu seenaknya seperti ini?" tanya Reni sambil menyiram bunga mawar kesayangannya id sore hari.
"Miauw, miauw!" jawab kucing itu seakan mengiyakan pertanyaan Reni.
Sementara itu, Mia yang langsung masuk kamar pun memutuskan untuk langsung mandi. Namun sebelum mandi, ia membuka ponselnya terlebih dahulu.
"Reuni SMA?" gumam Mia begitu ia membuka ponselnya. Beberapa kenangan yang tidak ingin ia kenang kembali terlintas di benaknya.
*
~Aku tak mengerti apa yang kurasa, Rindu yang tak pernah begitu hebatnya~
Saat SMA adalah waktu terindah dalam hidup Mia. Di mana setia hari ia bisa bertemu dengan pujaan hatinya, Rendra. Namun pada saat itu juga, Mia memutuskan untuk hidup jauh dari Rendra.
Air mata Mia terjatuh saat mengenang masa-masa itu.
Waktu itu ketika sore hari, Mia hendak pergi kembali ke sekolahnya karena gadis itu mengikuti ekstra kurikuler. Dia memilih untuk pulang terlebih dahulu setelah sekolah.
Rumah Rendra dan rumah Mia berdekatan. Sehingga gadis itu selalu tau, Rendra sudah berangkat atau belum, Rendra sudah pulang atau belum.
Mia mengintip ke dalam rumah pria yang ia sukai itu dari pagar, tampak sepeda gunung berwarna biru milik Rendra terparkir depan rumah, itu artinya Rendra juga sudah pulang.
Mia langsung masuk ke rumahnya sendiri sambil tersenyum-senyum.
"Assalamu'alaikum, Ma!" sapa Mia pada ibunya yang sedang menyiram tanaman bunga mawar di depan rumah.
"Wa'alaikumsalam, mau berangkat lagi Mi?" tanya bu Reni.
"Iya, nanti dulu. Sebentar lagi." Mia mengintip-intip ke luar pagar rumahnya.
"Panggil aja! Rendra!" Bu Reni berteriak menggoda putrinya.
"Sssst!" Mia membungkam mulut ibunya menggunakan tangannya. "Mama jangan panggil-panggil gitu, nanti dikira Mia yang panggil!" gerutu Mia.
"Ya, dari pada ngintip-ngintip rumah orang nggak jelas. Mending panggil aja sekalian." Bu Reni berjalan mematika kran air.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Rendra pun keluar dari rumah dan juga bersiap untuk berangkat kembali ke sekolah karena hendak mengikuti ektra kurikuler basket sore itu.
"Psst! Tuh Rendra ...," ujar bu Reni berbisik pada Mia.
"Iya tau ...," jawab Mia sambil memutar bola matanya karena mamanya yang selalu ikut campur setiap urusannya.
Rendra terlihat menyalami ibunya dan segera mengeluarkan sepeda lalu mengayuhnya.
"Hati-hati naik sepedanya! Awas jatuh lagi!" seru Reni pada Mia.
Mia masih mengintip dan melihat sepeda Rendra yang semakin menjauh.
"Rendra! Rendra!" Tante Sukma berlari ke luar sambil menenteng sebuah tas kertas. "Rendra!" panggilnya lagi.
"Ada apa, Tante?" tanya Mia.
"Ini, bekal makannya Rendra tertinggal." Tante Sukma tas berisi kotak makanan beserta air minumnya.
"Biar Mia yang berikan, Tante. Soalnya, Mia juga mau pergi ke sekolah, kok," tawar Mia.
"Kalau begitu tolong ya, Mi! Rendra belum sempat makan siang soalnya!"
Mia pun segera membawa bekal Rendra yang tertinggal dan berangkat menyusul Rendra.
Dengan mode ngebut saat membawa sepeda, Mia berhasil menyusul Rendra. "Rendra!" panggil Mia dengan nada riang seperti biasa.
Namun sang pemilik nama tak menoleh. "Rendra!" Kedua kalinya Mia memanggil, dia pun tak menoleh. Malah seakan mempercepat sepedanya.
"Rendra tungguin aku dong!" teriak seseorang yang ada di belakang Mia. Seorang gadis dengan seragam tim basket sekolah seperti yang digunakan Rendra.
Dan Rendra pun menoleh bahkan menghentikan sepedanya, Mia ikut tersenyum melihat wajah itu berbalik dan Mia melambaikan tangan pada Rendra.
"Hei, Ta!" ujar Rendra dari kejauhan.