Rencana Nyonya Bella

1107 Words
Rutinitas harian seorang Nawasena Mahesa yang dipercaya sang daddy untuk mengelola perusahaan lain dari beberapa perusahaan yang dimiliki oleh seorang Arka Mahesa tidak berbeda jauh dengan seorang CEO pada umumnya. Semua pekerjaan yang bahkan bukan tugasnya, terkadang lelaki itu lakukan. Itulah mengapa sang daddy begitu percaya kepada putra sulung keluarga Mahesa tersebut untuk menjadikannya pewaris tahta 'kerajaan'. Bukan hanya perihal pekerjaan yang begitu menjiplak dari seorang Arka kepada putra itu, sifat serta karakter Sena pun sama persis dengannya. Angkuh, arogan dan dingin. Tak kenal kata sungkan atau ragu. Namun sedikit berbeda dengan Sena, lelaki itu akan berubah baik dan ramah kepada orang-orang yang dekat dengannya. Ada batasan yang membuat dirinya sedikit berbeda dari sang daddy. "Tuan Arka menghubungi Anda, Tuan!" Beri tahu Bayu sembari menyerahkan ponsel kepada Sena yang sedang fokus memperhatikan layar komputer. Pengusaha muda itu meraih ponsel kantor yang digunakan untuk urusan bisnis. "Hallo, Dad! Selama pagi?" 'Pagi, Nak. Kamu sudah di kantor?' "Sudah, Dad. Apa ada yang Daddy butuhkan?" 'Sedikit. Apakah kamu bisa ke kantor siang nanti?' "Ups! Sorry, Dad. Aku udah ada janji mau ke rumah menemui mommy." 'Ah, karena kamu sudah ingkar janji semalam makanya mommy-mu minta datang siang ini?' "Ya, mau bagaimana lagi. Pesta semalam baru selesai sampai tengah malam, Dad. Enggak mungkin aku datang saat dini hari." 'Seharusnya kamu bisa pulang tanpa harus menunggu pesta usai.' "Enggak enak, Dad. Michael kawan dekat aku. Sepertinya tidak enak pergi saat semua teman masih berkumpul di sana." 'Ya, Daddy mengerti, tetapi tidak dengan mommy-mu. Sudah lama ia tidak melihatmu pulang. Sebaiknya kamu menuruti apa maunya.' "Ya, makanya siang nanti aku akan temui beliau. Jadi, sorry kalo aku enggak bisa nemuin Daddy." 'Apakah sekarang kamu sedang sibuk?' "Ehm, tidak terlalu. Apa sekarang saja aku ke sana?" 'Daddy pikir itu lebih baik. Daddy tunggu!' "Ok!" Sena kembali menyerahkan ponsel kepada Bayu. Sang asisten pribadi, yang terus berdiri di depannya menunggu. "Siapkan mobil?" perintah Sena menatap Bayu. "Kita akan menemui Tuan." "Baik!" Sena cepat merespon dengan menghubungi supir pribadi untuk bersiap. Pekerjaan yang Sena lakukan kerap dipantau oleh sang daddy. Lelaki yang sudah berusia di atas enam puluh tahun itu masih memiliki kinerja dan kemampuan bekerja yang luar biasa baik. Disiplin hidup yang tak pernah hilang, membuat seorang Arka semakin disegani oleh banyak orang dan pihak. Termasuk putra sulungnya sendiri yang selalu meminta pendapat dan solusi pada lelaki tua itu. Namun, kali ini sang daddy yang memintanya datang. Ada apakah gerangan? Apakah sang daddy sudah tidak mampu melakukan pekerjaan yang sudah ia jalani dan lewati selama lebih dari tiga puluh tahun tersebut. Entahlah, Sena enggan menerka. Ia lebih memilih untuk segera beranjak dan pergi menemui sang daddy. *** Di waktu lain di tempat yang berbeda, tepatnya di kediaman Kinan yang saat ini ditempati oleh ibu dan kakak tirinya, terlihat kedua perempuan itu masih menahan amarah atas perginya Kinan dari seorang pengusaha yang sudah membelinya. Meski mereka sudah tidak ada sangkut pautnya sebab hasil penjualan Kinan yang mereka dapatkan dari rumah bordir Madam Sisil sudah di tangan, tetapi mereka tetap diburu oleh orang-orang Anggoro dan anak buah Madam Sisil sendiri. "Anak tidak tahu diri! Sudah benar ia menjadi simpanan Tuan Anggoro, eh malah kabur." Kembali kalimat kesal wanita paruh baya itu lontarkan. "Kita enggak bisa ke mana-mana, Bu! Para pria itu sepertinya masih mengawasi langkah aku pergi," rengek Tiara sembari menengok ke luar jendela kamarnya. Perempuan itu selalu was-was sebab merasa seperti ada yang mengawasi rumah tersebut. "Perempuan sialan!" umpat Nyonya Bella dengan asap rokok yang mengebul di sekitar wajahnya. "Percuma kita punya uang kalau tidak bisa ke mana-mana." Tiara terlihat menghampiri sang mama. Wajahnya yang penuh dengan make up tebal bak penari ronggeng, membuatnya terlihat menyeramkan. "Kita harus cari Kinan. Kalau enggak kita akan selamanya terjebak di rumah ini dan enggak bisa ngapa-ngapain." Nyonya Bella menatap sang putri. "Bagaimana caranya? Sedangkan untuk keluar saja kamu sendiri takut." "Uang yang Ibu dapat dari Madam Sisil 'kan bisa dipake buat sewa orang bayaran." "Uang itu buat bayar hutang kartu kredit kita yang sudah membengkak. Selain itu, bagaimana kita bisa lanjutin hidup kalau uangnya habis cuma buat sewa orang?" sahut Nyonya Bella seperti tidak setuju. Rokok di tangannya sudah habis terbakar. Ia hancurkan sisa filter yang masih tersisa ke dalam asbak. Kemudian satu batang rokok yang masih ada di dalam kotak rokok, wanita itu ambil lalu menyalakannya. "Ya ampun, Bu. Uang yang Ibu pegang 'kan banyak, masa cuma untuk sewa orang saja pelit banget enggak mau ngeluarin? Emang hutang kita seberapa banyak sih buat lunasin kartu kredit dan lain-lain?" "Banyak, sangat banyak, Tiara. Apa kamu lupa hutang rentenir waktu kamu maksa Ibu buat beliin kamu tas keluaran terbaru? Bunganya terus berjalan dan itu sangat banyak." "Terus apa kamu tidak ingat, sepatu olah raga yang katanya dijual limited edition yang dijual di salah satu toko penjualan barang-barang mahal, kamu juga merengek minta Ibu belikan? Kamu pikir uangnya dari mana?" Tiara tak mampu berkata-kata. Ia jelas ingat ketika salah satu teman di tempatnya bekerja ada yang memamerkan tas branded keluaran terbaru, ia merengek meminta sang ibu untuk juga membelikannya. Gajinya yang hanya sebagai salah satu staf pegawai di sebuah perusahaan, sangat jauh jika harus membeli barang tersebut. Alhasil, ia merayu kepada ibunya untuk mengabulkan keinginannya. "Tabungan Ayah Fahmi 'kan banyak, kita pakai aja dulu. Nanti aku cicil tiap bulan bayarnya, Bu!" ucap Tiara waktu itu. Akhirnya Nyonya Bella mengabulkan kemauan sang putri. Namun, tidak dengan uang tabungan yang ada sebab ia beralasan uang tabungan dari suaminya yang sudah meninggal itu akan digunakan untuk kehidupan sehari-hari mereka. Nyonya Bella yang memiliki koneksi untuk meminjam uang, melakukan hal itu. Kini, di saat uang tabungan sudah menipis, sedangkan tak ada penghasilan lain selain mengandalkan uang dari 'penjualan' Kinan, mereka harus bertahan hidup dengan gaji yang Tiara dapatkan dari tempatnya bekerja. Namun, sudah dua hari ini Tiara bolos bekerja karena takut diikuti oleh orang-orang bertubuh besar. Entah dari Anggoro atau orang dari Madam Sisil, ia tak tahu. Tapi, ia masih trauma karena hampir diculik ketika akan pulang ke rumah. Namun, hal itu urung terjadi sebab ojek online pesanannya datang tepat waktu dan bisa menghindari kejaran orang-orang tersebut. "Terus kita harus gimana sekarang? Kalau kita diam aja dan enggak ngelakuin apapun, lama-lama kita bisa mati di sini," sahut Tiara tampak frustrasi. Nyonya Bella diam mendengarkan sang putri bicara. Apa yang dikatakannya memang ada benarnya. Bila ia menyewa orang untuk mencari keberadaan Kinan, bukankan mereka akan terbebas dari pengawasan orang-orang tersebut. Otomatis mereka akan terbebas setelahnya. "Ehm, ok. Kayanya ide kamu memang benar. Kita harus cari orang buat mencari ke mana perempuan sialan itu kabur." Gemeretak gigi Nyonya Bella terdengar. Ia jelas emosi karena anak tirinya sudah membuat ia dan putri semata wayangnya berada dalam situasi sulit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD