Perdebatan Kakak Adik

1292 Words
Ketika sedang menikmati makan siang di kediaman orang tuanya, Selena —adik Sena, turun dari lantai atas kamarnya. "Kamu enggak ke galeri, Lena?" tanya Sena yang heran melihat sang adik masih ada di rumahnya di waktu yang sudah siang. "Lagi enggak enak badan, Mas," ucap sang adik yang kemudian mengambil bangku kosong di sebelah Sena. "Sakit?" "Kemarin aku habis selesai bikin acara, outdoor gitu. Belum selesai beres-beres, eh ... turun hujan. Ya udah deh, nanggung. Jadinya hujan-hujanan sekalian." Dengan cuek gadis itu mengambil makanan ke atas piringnya. Meski dipandangi oleh ibu dan kakaknya, Selena terlihat tak peduli. "Kenapa, Mom?" tanya Selena menatap Malika yang terus melihatnya. "Obat yang tadi Mommy kasih udah kamu minum?" Selena mengangguk, "Udah. Udah mendingan makanya sekarang." "Oh, syukurlah." "Kapan kamu mau bikin event lagi?" tanya Sena sembari mengunyah makanan di dalam mulutnya. "Udah 'kan awal bulan kemarin." "Loh, kok aku enggak tahu." Sena menatap bingung adiknya. "Ya, jelas enggak tahu. Orang sibuk pacaran terus," sindir Selena membuat Sena keki sebab sang mommy ikut bereaksi dengan mengubah ekspresinya. "Siapa yang pacaran terus. Aku 'kan kerja. Lagian kamu enggak ngabarin juga?" "Hello! Siapa yang enggak ngabarin. Aku udah ngabarin yah, Mas, dari jauh-jauh hari. Bahkan, dari dua bulan sebelumnya, waktu event itu masih mentah. Pas dua minggu sebelum acara aja aku udah ngabarin lewat Mas Bayu karena saking susahnya aku ngabarin Mas." Terlihat gadis itu kesal, merasa dituduh padahal ia tidak begitu. "Apa betul, Mom?" tanya Sena menatap Malika. Malika mengangguk. Sang mommy masih berekspresi datar saat menjawab pertanyaan putra sulungnya itu. "Kok aku enggak tahu. Kayanya Bayu enggak ngabarin juga." "Enggak mungkin banget. Orang Mas Bayu aja nyempetin datang pas pulang kantor." "Masa sih? Bayu enggak ngomong," ucap Sena seolah tak percaya dengan apa yang adiknya katakan. "Coba aku tanya Bayu dulu," lanjutnya sembari meraih ponsel untuk menghubungi sang asisten yang tiba-tiba menghilang setelah izin ke toilet tadi. "Tanya aja kalo enggak percaya. Tapi, buat apa juga sih, orang acaranya juga udah kelar." Selena sudah dalam mode biasa. Baginya bukan hal aneh ketika sang kakak tidak peduli dengan kegiatannya. Sejak Sena memutuskan tinggal sendiri setelah merasa ingin adanya privasi dalam setiap langkah hidupnya, ditambah hubungannya dengan Bianca —sang model papan atas tanah air— berjalan, sejak saat itu juga Sena sudah tak lagi terlihat bercengkerama dengan adik dan kedua orang tuanya. Jangankan perhatian, biasanya ia yang masih muncul sepekan sekali saja, jadi jarang datang meski itu hanya sekali dalam sebulan. "Bayu, bisa ke sini sebentar!" Sepertinya Sena tak peduli dengan protes yang adiknya layangkan. Dan Selena serta Malika pun tak peduli dengan aksinya yang ingin meminta konfirmasi dari asisten pribadinya, Bayu. Tak lama lelaki yang terlihat tampan dengan kaca mata berbingkai hitam berjalan menghampiri anak dan ibunya yang sedang menikmati santap makan siang. "Iya, Tuan?" Bayu yang berdiri di sebelah Sena, sedikit membungkuk menatap atasannya. "Eh, Bayu, apa kamu tahu kalau Selena ngadain event awal bulan kemarin?" "Tahu, Tuan." "Tuh 'kan!" potong Selena cepat. Sena menatap keki adiknya, tetapi tidak kepada Bayu. Ia kesal karena Bayu tidka memberi tahunya. "Kok kamu enggak ngabarin saya, Bay?" "Eh, maaf, Tuan. Saya sudah berkali-kali memberi tahu Anda. Waktu yang pertama, yang Nona Selena meminta bantuan tempat sama Tuan, tetapi Tuan Sena malah memilih membantu Nona Bianca mencarikan tempat untuk acara photoshoot." "Nah!" Lagi, Selena memprovokasi. "Eh, Bayu, jangan ngarang kamu. Masa saya berbuat seperti itu!" seru Sena tak terima. "Maaf, Tuan, untuk apa saya berbohong. Semua bukti p********n tempat terlampir di pengeluaran rekening pribadi Anda." "Tapi, kenapa kamu enggak ingetin saya lagi pas udah deket?" Sena masih mencari pembelaan untuk dirinya sendiri sebab sang ibu juga menatapnya kesal. "Saya ingetin Anda lagi, Tuan, untuk pergi setelah pulang kantor. Tapi, waktu itu Nona Bianca tiba-tiba telepon dan meminta Anda untuk menemaninya datang ke pesta ulang tahun temannya sesama model. Akhirnya, saya datang sendiri ke event Nona Selena untuk mewakili Anda." "Mau berkelit apalagi, Mas?" sindir Selena. "Aku dan Mas Bayu enggak pernah bohong. Mommy juga," lanjut Selena terlihat senang. Sebab pada akhirnya ia bisa juga menang melawan sang kakak yang seringnya tak bisa dikalahkan jika sedang berdebat. "Ya ... maaf kalo begitu. Aku benar-benar lupa." Seorang Nawasena meminta maaf kepada adiknya? Itu sungguh momen luar biasa bagi semua orang yang ada di ruang makan tersebut. "Aku janji, lain kali enggak akan lupa atau mengabaikan kamu lagi." "Semoga saja yah, Mas. Sebab aku enggak yakin tuh, kalo Mas masih pacaran sama Bianca." "Selena! Mau dengan siapa aku pacaran, itu hak dan kebebasan aku." Sena mulai terlihat tidak senang. "Loh! Yang larang Mas pacaran sama Bianca siapa? Selama ini aku sama mommy santai aja. Kenapa jadi sensi gitu? Cuma yang kami rasain semenjak Mas pacaran sama Bianca itu ada perubahan yang terjadi sama kamu, Mas. Itu aja sih!" "Udah, udah! Kenapa kalian jadi ribut kaya gini? Selena, kakak kamu 'kan udah lama enggak datang ke sini, redamlah sedikit emosi." "Duh, Mom. Aku sama Mas Sena itu sama kaya daddy, sama-sama keras kepala. Jadi, kalau Mommy minta aku ngalah atau apalah namanya, maaf banget aku enggak mood. Lagian, dari awal juga aku biasa aja, kalo Mas Sena enggak bahas sesuatu yang udah lewat." Selena terlihat meninggi meski pembawaannya tampak santai, tak jauh berbeda dengan sikap Sena yang duduk dengan tenang menatap kekesalan sang adik. "Udah, ah. Selera makan aku mendadak lenyap," ucap Selena yang tampak beranjak. "Sorry Mas, aku enggak peduli tuh mengenai Mas yang enggak pernah lagi pulang ke rumah. Tapi, seenggaknya hormati mommy dan daddy yang suka nunggu kamu pulang." Setelah mengatakan kalimat itu Selena pun pergi. Tapi tidak kembali ke kamarnya di lantai atas, gadis itu justru memberi kode kepada Bayu untuk keluar bersamanya. "Permisi, Tuan, Nyonya," pamit Bayu meninggalkan Sena dan Malika dalam suasana yang mendadak hening. "Sepertinya Mommy sudah banyak mengintervensi Selena juga untuk menolak hubunganku dengan Bianca," ujar Sena memecah keheningan di antara mereka. "Kamu menuduh Mommy, Sena?" "Tidak. Tapi, yang aku tahu Selena tidak seperti itu dulu. Ia anak yang bebas dan tidak pernah peduli dengan sekitar. Bahkan, ketika aku mulai berpacaran dengan Bianca, Selena asik-asik saja. Tapi, kenapa sekarang ia seperti Mommy yang menentang hubunganku habis-habisan." "Sena, Sena, seharusnya kamu tidak asal menuduh kalau saja kamu berkaca pada dirimu sendiri. Apakah kamu tidak mendengar ucapan adikmu tadi? Ia tidak peduli dengan kamu, tetapi ia peduli pada Mommy dan daddy." Sena tersentak diam. Ucapan sang mommy sudah menamparnya dalam diam. 'Ya, Selena bukan sedang menentangnya, tetapi ia kesal karena perubahan sikapku terhadap keluarga,' batin Sena. Lain di ruang makan, lain pula di luar. Selena yang mengajak Bayu —asisten pribadi sang kakak— ke taman di samping rumah, tampak duduk berdua menikmati angin yang berasal dari pepohonan yang bergerak menyapu wajah. "Seharusnya Non Selena tidak harus bicara seperti itu kepada Tuan Sena." "Apakah kamu udah merangkap jadi pengacara kakakku juga, Mas?" sindir Selena terkekeh. "Tidak." "Lalu kenapa kamu seperti ingin membela Mas Sena?" "Aku tidak membela, Tuan Sena. Aku hanya menjaga agar kalian tidak bertengkar di depan Nyonya Malika. Itu saja." "Haha, Mas Bayu ini lucu. Sejak kapan aku bertengkar dengan kakakku sendiri. Sejak kami sama-sama beranjak dewasa, kami memang kerap seperti ini. Sikap dan karakter kita yang sama-sama mirip dengan daddy, membuat kami berdua bersikap santai dan tidak terbawa suasana." "Aku tahu, tapi sikap kamu tadi membuat Nyonya Malika sempat cemas." "Ehm, ya, aku akui itu. Tapi, aku sungguh kasihan kepada mommy. Ia begitu sayang dan merindukan Mas Sena, tetapi sejak berpacaran dengan Bianca Mas Sena sudah tidak lagi peduli." "Nona Selena menentang Tuan berpacaran dengan Nona Bianca?" "Tidak. Itu hak Mas Sena. Tapi, ya itu tadi, jangan biarkan hubungan Mas Sena dengan Bianca membuat sikapnya terhadap mommy dan daddy berubah." Kedua orang itu kemudian terdiam. Baik Selena atau Bayu, keduanya sama-sama memilih untuk menikmati embusan angin di waktu tengah hari itu menyapa dan menyapu mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD