“Silakan diminum.” Meisya keluar dengan menyuguhkan kopi untuk kedua pria tersebut. Mimpi apa dia dikelilingi oleh para pria yang menyeramkan seperti mereka. Yang satu suaminya adalah ketua geng naga angin dan satu lagi adalah ayah kandungnya yang merupakan mafia berdarah dingin. Hal itu membuat Meisya agak sungkan untuk bergabung. Sehingga daripada bergabung, Meisya memilih untuk ke belakang lagi setelah menyimpan kedua cangkir kopi tersebut. “Kenapa kamu tidak ikut duduk di sini, Mei?” tanya Rudi. “Hey, iya benar. Aku ke sini bukan untuk bertemu dengan orang ini.” Tuan Dwipa menunjuk pada Rudi. “Ayo ke sini, untuk apa aku jauh-jauh datang ke mari, kalau yang kutemui hanya cecunguk lagi cecunguk lagi.” Rudi melirik pada Dwipa Mulya sambil mengumpat dalam hatinya. Tua bangka menyebalka