Radika mengelus dadanya pelan. Ia berusaha mengontrol emosinya kali ini. Ia takut jika emosinya kembali meledak, berakhir menyakiti perasaan sang istri seperti tadi. Radika berusaha membuat Aruna keluar dari kamarnya. Namun, sang penghuni kamar tidak menggubrisnya sama sekali. Ia masih terus terisak pelan. Hatinya begitu sakit karena bentakan sang suami.
Radika menyerah. Sang istri tak kunjung membuka pintunya. Ia yakin bahwa Aruna begitu terkejut dengan bentakannya. Radika pun sama terkejutnya, ini baru pertama kalinya ia tidak bisa mengontrol emosinya.
Radika menghela nafas pelan. Sepertinya ia harus menunggu sang istri kembali tenang. Ia tidak mau mengganggunya. Radika menyesal setengah mati, seandainya emosinya tidak meledak tadi, sekarang pasti mereka sedang saling berbagi kehangatan.
Radika melangkahkan kakinya menjauh dari kamarnya dan Aruna. Ia mengacak rambutnya kasar. Hanya karena satu masalah bisa menimbulkan masalah yang lain. Ia ingat, Aruna telah mempersiapkan makanan untuknya. Dengan segera, ia menuju ke ruang makan.
Hati Radika tercubit dengan kencang saat melihat banyak sekali makanan yang sudah tersusun rapi di atas meja makan mereka. Radika yakin, Aruna telah menyiapkan semuanya. Wanita itu pas sangat kelelahan saat menyiapkan ini sendiri. Tapi, dengan bodohnya ia malah menyia-nyiakan usaha istri tercintanya.
Radika mengernyitkan alisnya heran saat melihat secarik kertas tergeletak di antara makanan-makanan yang tersusun.
Happy anniversary pernikahan kita yang ke-lima tahun. Semoga pernikahan kita langgeng sampai maut memisahkan.
Salam hangat, Aruna.
Istrimu yang paling kamu sayangi ?
Tak terasa air mata Radika menetes begitu saja. Bagaimana bisa ia melupakan ulang tahun pernikahan mereka yang begitu berharga? Ia menatap makanan yang sudah mendingin itu. Dengan segera, ia menyantap hidangan yang telah di siapkan oleh Aruna. Dalam hati, ia terus berdoa semoga besok Aruna bisa memaafkannya.
***
Aruna masih terisak pelan. Ia benar-benar ketakutan. Ia tidak memperdulikan teriakan Radika yang menyuruhnya untuk keluar. Hatinya masih terlalu sakit untuk menemui Radika. Semua bayangannya hancur saat tiba-tiba Radika berperilaku dingin terhadapnya. Ia takut, jika Radika mulai berpaling. Tiba-tiba saja, Aruna mengingat perkataan mertuanya. Kata sang mertua, suami akan mulai merasa jengah jika si istri tak kunjung memberikan keturunan. Ia takut, jika perkataan sang mertua benar-benar terjadi terhadapnya.
Aruna memeluk boneka pemberian Radika erat. Ia meluapkan segala ketakutannya. Ia kira, hari ini akan menjadi hari yang paling membahagiakan. Namun, hari ini berakhir menjadi hari terburuk yang telah ia lewati. Jika seperti ini, Aruna harus siap melepaskan Radika. Tapi, ia tidak bisa. Ia masih terlalu mencintai sang suami. Tapi, bagaimana jika Radika sudah tidak mencintainya lagi? Apakah Aruna akan tetap bertahan di sisinya.
Aruna menghela nafas pelan. Ia harus menghilangkan segala fikiran buruknya. Ia yakin, bahwa Radika tidak akan melupakannya begitu saja. Pria itu selalu teguh pada pendiriannya. Ia tidak mungkin goyah hanya karena permasalahan kecil. Radika telah berjanji bahwa dia tidak akan meninggalkannya sedetikpun.
Aruna segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia mengusap air matanya dengan kasar. Ia tidak mau menjadi sosok wanita cengeng hanya karena di bentak oleh suaminya. Ia akan membuktikan bahwa ia bisa mengatasi segala masalah tanpa mengeluarkan air mata sedikit pun. Aruna berfikir, bahwa yang ia lakukan terlalu egois. Seharusnya, Aruna bisa mengerti akan suaminya. Suaminya pasti kelelahan akibat pekerjaan kantor yang terlalu menumpuk. Seharusnya Aruna juga lebih peka jika Radika sedang mengalami masalah.
Aruna mencari keberadaan sang suami ke segala penjuru rumahnya. Akhirnya, ia bisa menemukannya. Aruna bisa melihat bahwa sang suami sedang menyantap makanan yang sudah di siapkan olehnya. Sembari tersenyum, Aruna segera menghampiri sang suami.
"Maaf." Ucap Aruna lirih.
Radika segera mendongakkan kepalanya kemudian memfokuskannya ke arah sumber suara. Radika ikut tersenyum, Aruna telah datang dalam kesepiannya. Ia bisa melihat mata Aruna yang sedikit sembab. Radika jadi merasa bersalah atas semuanya.
"Kamu tidak perlu meminta maaf. Aku yang seharusnya minta maaf karena tidak bisa mengontrol emosiku. Seharusnya, aku tidak membawa masalah perkerjaanku sampai rumah. Aku benar-benar menyesal. Aku telah menyia-nyiakan usaha keras istriku untuk menyiapkan semuanya. Aku tahu jika kamu begitu lelah saat membuat ini semua. Tapi, aku malah menghancurkan semuanya karena emosi." Jelas Radika.
"Tidak apa-apa. Maafkan aku juga karena terlalu egois. Aku tidak bisa mengetahui tentang dirimu. Aku yakin, kamu juga kelelahan saat bekerja. Seharusnya, aku mendengarkan penjelasanmu terlebih dahulu. Jadi, kita saling memaafkan, oke?"
"Iya. Kita harus saling memaafkan. Jika tidak, aku pasti akan mati karena terus di didiami oleh istriku ini. Tadi, aku takut sekali jika kamu marah padaku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika kamu memarahiku sampai beberapa waktu kedepan. Pasti menyeramkan sekali.Untung saja, kamu segera menghampiriku. Jika tidak, entahlah apa yang akan terjadi."
"Lebay. Aku tidak semenyeramkan itu jika sedang marah. Tidak perlu melebih-lebihkan. Ah... Aku juga merasa ketakutan saat kamu membentakku. Aku kira kamu sudah bosan denganku, jadi kamu melakukan itu. Jika kamu membentakku seperti itu, membuatku berfikir bahwa kamu mencoba membuatku tidak nyaman agar aku pergi dari sisimu."
"Kenapa kamu berfikir sejauh itu? Aku tidak mungkin melakukan hal yang seperti itu. Aku tidak akan membiarkanmu pergi dari hidupku. Sekalipun kamu memaksakan diri untuk pergi."
"Benarkah itu? Aku yakin jika kamu bertemu dengan wanita cantik, matamu itu akan keluar sampai beberapa centi. Kemudian, jantungmu akan berdegup kencang. Setelah itu, kamu jatuh cinta kepadanya. Dan kamu akan meninggalkanku begitu saja."
"Kamu jangan ngelantur. Lebih baik, kita memakan ini bersama-sama. Ucapanmu membuatku tidak habis fikir dengan jalan fikiranmu. Jangan terlalu sering menonton sinetron, aku yakin bahwa itu yang mempengaruhi fikiranmu untuk berfikir yang tidak-tidak."
Aruna hanya terkekeh kecil. Kemudian, ia menyusul Radika menikmati makanan yang telah disiapkannya. Walaupun makanan ini terasa ringan, suasana di antara mereka terasa begitu hangat. Sesekali mereka melontarkan candaan satu sama lain. Mereka melupakan masalah yang baru saja terjadi.
Ini yang Aruna sukai. Mereka akan saling terbuka satu sama lain. Mereka akan saling mengalah jika melakukan kesalahan. Kekhawatiran Aruna lebur seketika saat mendapatakan mata Radika yang masih menatapnya penuh damba. Ia yakin bahwa Radika masih begitu mencintainya begitupun sebaliknya.
Tidak terasa, ini sudah tengah malam. Namun, Radika dan Aruna masih asyik bercanda bersama. Mereka lupa akan waktu yang terus berjalan. Mereka terlalu menikmati waktu mereka berdua. Tidak tahu saja, jika mereka lupa waktu, mereka akan bangun terlambat dan esok akan menambah masalah kembali. Biarlah, dua pasangan ini saling memberikan kebahagiaan satu sama lain. Masalah besok, pasti mereka bisa mengatasinya.