Perdebatan Kecil

1015 Words
Aruna memasuki rumahnya dengan bersungut-sungut. Acara reuni yang seharusnya berakhir menyenangkan malah membuatnya hancur. Ia tidak menyangka jika Claudia berkata seperti itu. Aruna begitu sadar bahwa Claudia tidak pernah menyukainya sejak dulu entah karena apa, Aruna sendiri bingung memikirkannya. Aruna menatap suaminya yang masih bersantai. Ini hari libur, hari yang paling di sukai oleh semua karyawan seluruh dunia. Ia menghampiri sang suami yang belum menyadari akan kehadirannya. Mendengar suara langkah kaki, membuat Radika menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Ia menatap Aruna heran. Seharusnya sang istri pulang pukul satu siang. Namun,belum pukul sembilan, ia sudah menampakkan batang hidungnya. "Kok sudah pulang? Katanya pulang agak sore?" tanya Radika sedikit heran. "Aku malas bertemu dengan mereka. Bukannya memberi kebahagiaan malah mengataiku yang tidak-tidak. Aku menyesal telah datang," jawab Aruna sembari mendudukkan dirinya di sebelah Radika. "Kenapa bisa begitu? Seharusnya acara reuni menjadi suatu hal yang membahagiakan. Tapi kenapa istriku ini malah cemberut? Apa yang mereka lakukan kepadamu?" "Tidak ada. Hanya mengatakan hal yang membuat hatiku sakit saja. Atau, aku saja yang terlalu perasa karena ucapan mereka." "Ucapan mereka? Apa?" "Mereka mengatakan jika aku cantik karena belum memiliki anak. Dia juga berkata bahwa suaminya lebih bahagia jika istrinya memberikannya keturunan daripada melihat istrinya yang cantik. Aku benar-benar tersinggung waktu itu, aku khawatir jika kamu dengan suami temanku. Aku takut kamu seperti suami temanku." "Aku tidak akan seperti itu. Kita hanya perlu bersabar sedikit lagi. Suatu saat Tuhan pasti akan mempercayakan kita supaya cepat mendapatkan momongan. Kita harus yakin mengenai itu." "Iya, aku tahu. Tapi kapan, Mas? Aku sudah tidak sabar untuk memilikinya. Kamu selalu berkata-kata sedikit lagi terus menerus. Nyatanya tidak ada kemajuan sedikit pun. Berbagai cara telah aku lakukan supaya dia cepat datang, tapi selalu gagal. Terkadang aku kesal karena apa yang aku perjuangkan selalu berakhir sia-sia. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Mas." "Sabar sayang. Kamu tidak perlu mendengarkan apa yang mereka katakan. Lagipula kita tidak pernah merugikan mereka bukan? Sekarang, kamu fokus pada dirimu sendiri, oke? Anggap saja ucapan temanmu hanyalah angin lewat begitu saja." "Apa yang di katakan oleh mereka benar, Mas. Aku tidak bisa mengelak sedikit pun. Aku tahu, aku bukan wanita yang sempurna untukmu. Maafkan aku. Kamu bisa mencari pemggantiku yang lebih sempurna. Aku tahu jika kamu ingin sekali memiliki seorang putra. Aku takut jika tidak bisa memberikanmu keturunan. Kamu tahu sendiri kan, bagaimana kondisiku yang sebenarnya?" "Iya, aku sangat tahu. Dan itu tidak akan pernah terjadi, aku tidak akan berpaling sedikitpun sekalipun aku tidak memiliki putra!" ucap Radika kesal. Seseorang tersenyum miring saat mendengar ucapan putra dan menantunya. Ia senang karakter sang menantu sudah sadar akan dirinya yang tak akan pernah memberikan dirinya cucu yang lucu seperti yang lain. Ia harus ikut campur supaya cepat mendapatkan apa yang ia inginkan. Wanita tua itu tidak mau jika mati tanpa melihat Radika mendapatkan keturunan. Ia tidak habis fikir dengan jalan fikiran anaknya yang mau saja bertahan dengan wanita mandul seperti Aruna. Padahal di luar sana masih banyak wanita yang lebih cantik dan baik daripada Aruna. Yang terpenting bisa menghasilkan keturunan. Dewi melangkahkan kakinya dengan anggun. Suasana menjadi tampak hening hingga hanya terdengar suara ketukan suara heels yang saling berketukan dengan lantai. Aruna menegukkan ludahnya pelan. Ia takut jika sang mertua mendengar apa yang di katakan olehnya dan Radika. Dewi menatap Aruna tak suka. Ia yakin jika sang menantu ketakutan akan kedatangannya. Ini memang tujuannya, membuat Aruna takut kemudian menuruti semua yang ia katakan kepadanya. Kemudian, Dewi beralih menatap Radika yang masih di penuhi oleh amarah. "Kenapa kamu tidak menuruti perkataan Aruna saja? Bukankah itu bagus? Kamu bisa mendapatkan keturunan tanpa hatus menunggu lama sampai rambutmu berubah menjadi uban," ucap Dewi sembari melirik Aruna. "Kenapa Mama berbicara seperti itu? Apa yang di katakan Aruna tidak benar, ia hanya bercanda. Kenapa Mama menanggapinya dengan cara serius seperti itu?" tanya Radika kesal. "Mama mendengarnya bukan sebagai sebuah candaan. Aku menanggapinya dengan serius karena apa yang di katakan oleh Aruna benar adanya. Dia memang tidak akan memberikanmu keturunan, Radika!" kata Dewi emosi. "Aku tidak peduli. Yang terpenting, aku bisa bersama dengan Aruna. Entah itu memiliki keturunan atau tidak. Aku sudah dewasa, aku berhak menentukan pilihanku sendiri! Dan Aruna, jangan pernah sekali-kali menyuruhku untuk meninggalkanmu atau mencari orang lain yang akan menggantikanmu di sisiku," ucap Radika sembari meninggalkan Aruna dan Dewi. Dewi menatap sang putra kesal. Ia heran, kenapa anaknya bisa seperti itu. Padahal, apa yang di katakan olehnya benar apa adanya. Ia yakin, jika Aruna telah melakukan sesuatu supaya pria itu tidak ingin melepaskan Aruna. "Apa yang kamu lakukan kepada Radika? Kenapa dia bersikap seperti itu kepada saya? Dia jadi kurang ajar terhadap orang tuanya sendiri. Itu ulahmu kan?" Tanya Dewi kesal. "Tidak, Ma. Aku tidak melakukan apapun. Itu dari hati Mas Radika sendiri," jawab Aruna sembari menundukkan kepalanya. "Cih. Aku tidak percaya sama sekali dengan apa yang kamu katakan. Ucapanmu tidak sama dengan wajah cantikmu. Ucapanmu tidak lebih baik dari bunga rafflesia, terlihat cantik tapi hatinya busuk." Aruna hanya diam mendengar ucapan Dewi. Percuma jika ia menjawab, ia yakin sang mertua akan lebih menghinanya jika ia berani melawan. Aruna berusaha menetralkan detak jantungnya yang tak karuan. Selalu seperti ini, setiap bertemu dengan Dewi, Aruna selalu merasa takut. Padahal seharusnya Aruna sudah terbiasa dengan sikap Dewi. Tapi ia tidak bisa. "Kenapa diam saja? Benar bukan apa yang saya katakan? Ah, mengenai ucapanmu itu, aku jadi berfikir, bagaimana jika Radika menikah lagi? Bukankah itu ide yang bagus? Anakku tidak akan menua tanpa memiliki seorang anak. Dia juga akan memiliki seorang pewaris. Apakah kamu bisa menerima jika Radika menikah lagi? Tapi, aku tidak membutuhkan pendapatmu. Aku akan memutuskannya sendiri, dan kamu harus membantuku!" ucap Dewi kasar. Aruna hanya mengangguk ragu. Ia berusaha menerima jika Radika kembali menikah. Ia yakin, walaupun kembali menikah, Radika tetap bisa menjaga hatinya untuk wanita mandul seperti dirinya. Aruna juga ingin melihat Radika menyaksikan darah dagingnya lahir ke dunia. Walaupun itu bukan dari rahim Aruna. Aruna menghembuskan nafasnya berat, sebentar lagi itu akan terjadi. Ia tidak bisa menggugat ucapan Dewi sama sekali. Ia juga menginginkan hal itu. Aruna akan menyeleksi sendiri calon istri yang baik untuk Radika kelan. Aruna yakin bahwa ia bisa melakukannya. Semoga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD