Petunjuk

1033 Words
Seperti yang telah disepakati. Jaden dan Sunny kini berjalan ke arah timur. Mereka memeriksa keadaan dengan seksama. Mereka bahkan tak mendapat gambaran apa yang harus mereka cari. Suasana dingin, gelap dan lembab. Jaden dan Sunny memeriksa pohon-pohon dan setiap cabang yang ada diantaranya. "Ini benar-benar tidak baik. Otakku buntu. Aku tak mendapat ide sama sekali tentang tempat ini," ucap Jaden sambil menggelengkan kepalanya. "Sepertinya kau berpikir cukup keras," ucap Sunny sambil terus memperhatikan sekeliling. "Tentu saja. Kita harus keluar dari ini. Aku harus berpikir keras, sekeras kepala batuku ini," "Hahaha, kau mengaku bahwa kau keras kepala?" "Ya, menurut teman-temanku di luar sana." "Hmmm, tapi aku tak melihat bahwa kau keras kepala. Kau dari awal begitu santai, dan kini kau berpikir sangat keras." "Aku memang seperti itu. Aku santai, namun juga perlu waspada. Sekarang waktunya sudah genting. Semoga yang lain bisa menemukan petunjuk. Setidaknya si jenius Mashi. Jika dia saja tidak bisa memikirkan sesuatu, maka kita juga bisa dalam bahaya." "Satu jam dua puluh menit lagi. Sebelumnya Mashi memcahkan sandi kurang dari satu jam. Karena dia sudah beristirahat malam ini, menurutku dia pasti bisa mendapatkan ide. Kau tahu, saat melakukan ujian di sekolah. Ide muncul di saat-saat terakhir bel berbunyi." "Kau benar juga. Sekarang, ayo setidaknya kita mencari jalan sebelum bek berbunyi. Karena berbeda dengan di sekolah. Bel berbunyi pertanda waktu ujian kalian selesai dan kalian harus keluar kelas beristirahat. Sedangkan disini, jika bel berbunyi. Salah satu dari kita akan mati." Jaden tersenyum. Lalu kembali berjalan pelan menyusuri pohon-pohon pinus yang berembun, dan tersusun rapi tersebut. "Bagaimana orang bisa melakukan ini? dari mana dia bisa mendapatkan ide gila mengurung orang disini dan membunuhnya," gumam Sunny sambil berpikir. "Kau penasaran?" tanya Jaden kemudian. "Tentu saja aku penasaran. Bagaimana dengamu, kau tak penasaran?" "Sangat penasaran. Aku harus mencari cara untuk bertemu dengannya. Lihatlah hutan dengan dinding tak kasat mata ini. Teknologinya begitu canggih. Aku harus tahu orang seperti apa yang bisa melakukan hal ini. Dengarkan aku, salah satu dari tebakanku pasti benar. Dia pewaris kaya raya. Atau, dia pemilik perusahaan teknologi. Atau bisa jadi dia jenius seperti Mashi." "Apapun dia. Satu yang pasti. Dia adalah orang yang haus perhatian. Mungkin dia tak punya keluarga ataupun teman-teman yang mau menemaninya." "Tapi, siapa yang tak mau berteman dengan orang kaya?" "Tentu saja ada. Orang yang sadar bahwa dia tak layak untuk mendapatkan teman. Jaden, apa kau anak orang kaya?" Sunny berhenti, lalu menatap Jaden, "Atau kau sendiri orang yang kaya?" "Aku? tentu saja aku bukan anak orang kaya. Ataupun mempunyai kekayaan sendiri. Kau tahu, jika aku memang kaya. Aku tidak akan menghabiskan waktuku di warnet." "Ah, benar juga. Kevin dan Mashi mengatakan bahwa kau selalu berada di warnet. David sebagai pekerja paruh waktu disana juga sering melihatmu. Sebenarnya kenapa kau selalu disana?" "Tentu saja untuk main game, dan ... menginap dengan harga murah. Hahaha," "Kau, tidur di warnet?" "Yah, kadang aku tertidur, dan terkadang aku main game hingga pagi." Sunny menatap Jaden tak percaya, "Kau tak punya kehidupan lain? bagaimana dengan pekerjaan?" "Pekerjaan? aku bekerja secara online. Pekerjaanku hanya menjual produk di internet." "Dan kau bekerja sambil bermain game?" "Tentu saja." "Hah, benar-benar gila," Sunny terkekeh tak percaya. "Menurutmu, apa yang lain bisa mendapatkan petunjuk?" Jaden menghela nafas lalu menatap ke belakang dari tempat dia pertama bergerak tadi. "Mungkin saja, ada Mashi dan juga Kevin. Lalu David yang tidak akan tinggal diam sebelum bisa keluar dari tempat ini." "Bagaimana dengan David? maksudku dia sangat baik. apa kau seratus persen mempercayainya?" "Aku mempercayainya. Jujur saja baru kali ini aku mempercayai orang dewasa selain kakakku." "Lalu, Bagaimana denganku? Apa kau juga mempercayaiku?" "Hmm, mungkin butuh waktu lebih lama lagi." "Artinya kau belum mempercayaiku. Tak masalah, aku memang orang yang sulit dipercaya." "Hei, ceritakan tentang koin ini," Sunny mengeluarkan koin yang diberikan Jaden padanya, "Bagaimana ini bisa menjadi koin keberuntungan?" "Ah, ini," Jaden tersenyum lalu menengadahkan kepalanya ke langit. Menatap gurat merah yang hampir terbit di cakrawala tersebut, "Waktu itu Aku sedang menyeberang jalan. Lalu, aku melihat sebuah koin terjatuh di pinggir jalan. Aku kembali ke belakang dan mengambil koin tersebut. Dan kau tahu apa yang terjadi? ketika aku hendak berdiri dan kembali menyeberang tiba-tiba sebuat truk dengan sopir yang mabuk melintas. Dia menabrak pejalan kaki yang sedang menyeberang saat itu. Ada setidaknya lima korban. Dua orang tewas dan tiga lainnya luka-luka. Jika aku tidak berbalik dan mengambil koin ini mungkin aku bisa menjadi salah satu dari korban tersebut. Aku bisa saja mengalami luka-luka atau yang lebih buruk, aku bisa ikut tewas disana." "Ternyata begitu," "Hmm, sejak itu aku menganggap koin ini sebagai koin keberuntungan ku. Aku selalu membawanya kemanapun aku pergi," "Kalau begitu ini memang koin keberuntungan. Semoga koin keberuntungan mu bisa membawa kita keluar dari tempat ini." "Mudah-mudahan saja," ucap Jaden sambil tersenyum. Dia kembali berjalan dan memeriksa wilayahnya, Sunny mengikuti dari belakang, memasukkan tangannya ke saku celana sambil memegang koin pemberian Jaden. Sementara itu, di sisi lain, David juga tak kalah teliti mencari di berbagai wilayah di sekitarnya. Dia bahkan menyapu daun-daun kering di tanah dengan kakinya. Berharap untuk mendapatkan petunjuk. Namun, rasanya sudah begitu lama David berkeliling dan tak bisa menemukan apapun. "Pasti ada sesuatu di sini. Seperti sebelumnya, ada pertanda kecil yang bisa dijadikan petunjuk untuk membuka pintu. Namun, apa petunjuknya? selain penebang kayu, hal apa yang bisa di sembunyikan dari hutan?" David berpikir keras, "Ah, aku sudah mulai bodoh. Tentu saja banyak yang disembunyikan orang di hutan. Tapi hutan pinus seperti ini ... maksudnya apa?" "Apa mungkin maksudnya adalah natal?" terdengar suara seseorang dari belakang David. David kaget, lalu segera berbalik. Melihat orang yang ada di belakangnya David menghela nafas panjang. "Paman Jun, kenapa kau disini? bukankah kau berada di pondok?" Orang yang ternyata Jun Liu tersebut mendekat lalu membawa sebuah kertas di tangannya, "Kalian bilang sesuatu yang janggal dan mencurigakan bisa menjadi petunjuk, kan? kalian semua berkeliling di sekitar pondok dan tak bisa menemukan ini? tak bisa kupercaya," Jun Liu terkekeh dengan sombongnya. "Apa yang kau dapatkan?" David mendekat, hendak mengambil kertas yang ada di tangan Jun Liu. Jun Liu menjauhkan kertas tersebut dari David, lalu menatap David lekat, "Kau tahu, aku menemukan ini di antara perapian. Kau, duduk disana dan berkeliaran sepanjang hari, namun tak menemukannya. Bagaimana, masih belum mengaku bahwa kau pembunuhnya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD