Konflik

1009 Words
Hampir dua puluh menit lamanya, sejak David memberikan kata-kata yang membuat Sunny terdiam. Dia ingin membantah, dan tetap pada pendiriannya bahwa orang dewasa begitu sangat menyebalkan. Namun, apa yang dikatakan David juga ada benarnya. Bahkan Sunny sekarang dirawat oleh kakaknya. Jika kakaknya tidak cukup dewasa, maka bukan tidak mungkin kakaknya juga tak akan mempedulikan Sunny seperti orang tuanya. "Apa yang sedang kau pikirkan?" David bersuara setelah menunggu Sunny yang tanpak serius dengan pikirannya tersebut. "Jangan pikirkan hal yang membuatmu gelisah. Tidurlah, aku akan mencari cara untuk mendapatkan petunjuk agar bisa membuka pintu ini," ucap David lagi. "Mengenai yang katakan itu, bahwa tak semua orang dewasa menyebalkan, aku akan menyetujuinya sedikit," ucap Sunny. Perkataannya membuat David tersenyum tipis, "Tapi kedewasaan sebenarnya tidak diukur dari usia, kan? lihatlah dia. Benar-benar sangat menyebalkan," Jun Liu benar-benar menjadi orang yang sangat dibenci di antara mereka saat ini karena sifat buruknya. "hmm, kau benar. Umur yang sudah dewasa bukan berarti memiliki pemikiran dewasa juga. Tapi itu memang akan selalu ada orang yang seperti itu. Kita tidak bisa memaksa sifat seseorang. Jangan pikirkan Paman Ju. Dia adalah contoh orang dewasa yang buruk. Sebaiknya pikirkan orang dewasa yang baik dan hangat, seperti aku misalnya." "Pfff, kau sedang mencoba melucu atau apa?" "Aku tidak bisa melucu. Baiklah, kembalilah istirahat. Kau harus memanfaatkan saat ini sebaik-baiknya. Istirahat dengan nyaman. Karena kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di balik tembok ini." "David ...." Sunny menatap David lekat. "Ada apa? butuh sesuatu?" "Kau benar-benar bukan pembunuh, kan?" "Bagaimana menurutmu?" "Apa yang kau katakan sebelumnya benar. Jika kau adalah pembunuh maka kau akan mengaku dan tak masalah jika kami membunuhmu?" "Benar. Aku akan melakukannya persis seperti itu." "Kenapa?" "Sudah kukatakan. ADa yang menunggu kalian di rumah. Sementara yang menungguku hanya pemilik warnet," "Kau sama sekali tidak punya keluarga?" "Ya begitulah. Aku besar di panti asuhan dan tak punya siapapun selain diriku sendiri. Sudah hampir pukul tiga dini hari, kau sebaiknya tidur." "Hei, apa kau mau kujodohkan dengan kakakku? dia belum punya pasangan." "Apa dia cantik?" "Tentu saja. Coba lihat aku, bukankah aku cantik? kakakku lebih cantik dariku sekitar beberapa persen," "Baiklah. Jika kau mengizinkannya. Kau masih belum mau tidur? ayolah, pelajar tidak boleh begadang," "David ...." Sunny kembali memanggil David. David yanag hendak beranjak untuk memeriksa petunjuk di sekeliling pondok diam terhenti, lalu berbalik, "ada apa lagi?" tanya David kemudian. "Kau tidak boleh mengaku. Jika kau adalah pembunuh dalam permainan ini, tetaplah diam, dan jangan melakukan hal yang mencurigakan layaknya bermain saat online di internet." "Kenapa kau tiba-tiba mengatakan itu?" tanya David tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis muda di depannya itu. "Jika aku sebaik ini. Kau harusnya tidak terbunuh dengan sia-sia. Seperti katamu, pasti ada jalan keluar dari sini, kan?" "Suatu kehormatan. Seorang gadis muda ternyata peduli padaku," ucap David sambil tersenyum sumringah. "Aku tidak peduli. Aku hanya tak ingin merasa bersalah, telah membunuh orang baik," "Hahaha, sekarang kau mengatakan aku orang baik," "Semakin lama aku bicara padamu, sepertinya kau semakin menyebalkan. Baiklah terserah kau saja. Aku akan tidur," Sunny memalingkan wajahnya dari David dengan kesal. David terkekeh. Sunny seperti adik kecil di matanya. Begitu labil dan butuh perhatian lebih. David menggelengkan kepala menatap Sunny yang cemberut, "Aku akan membangunkanmu jika aku menemukan sesuatu," ucap David kemudian. Dia beranjak lalu mulai mencari petunjuk tersembunyi dari setiap sudut pondok tersebut. *** "Bagaimana? apa kau mendapatkan sesuatu?" tanya Kevin kepada Jaden yang baru saja tiba dari luar pondok. "Entahlah. Aku bahkan tak bisa menemukan ide apapun," ucap Jaden sambil menepuk-nepuk pundaknya yang basah karena embun. Saat ini waktu menunjukkan pukul lima pagi. Semua orang sudah terbangun, dan masing-masing mereka mencari petunjuk untuk mendapatkan kode sandi ke ruang selanjutnya. Namun, tak satupun dari mereka bisa memecahkan kode tersebut. Bahkan Mashi hanya duduk diam di tempatnya. Tak bergerak sejak pertama dia bangun. Sunny menatapnya aneh, tak mengerti apa yang ada di benak pemuda berkulit pucat tersebut. Sedangkan untuk Jaden. Karena tak menemukan petunjuk sama sekali di dalam pondok, dia memutuskan untuk mencari petunjuk di luar, namun dia juga sama sekali tidak menemukan apapun. "Sial. Harus bagaimana sekarang? kenapa dari kalian belum mendapatkan apapun untuk membuka pintu ini!" teriak Jun Liu. Laki-laki menyebalkan itu benar-benar membuat suasana semakin menyesakkan. Dia bahkan tak melakukan apapun. Hanya bisa marah dan mengancam. "Apa kita benar-benar tak bisa keluar dari sini?" Marry merasa khawatir. Dia menatap David dengan matanya yang bergetar. "Terlalu cepat untuk menyimpulkan itu, masih ada waktu dua jam lagi. Jikankita berusaha ..." "Berusaha, berusaha, kau hanya bisa mengatakn itu! tapi mana hasilnya?!" Jun Liu memotong perkataan David. Semua orang menatap Jun Liu dan menghela nafas karena melihat tingkah Jun Liu yang memuakkan. "Paman. Kau sendiri tidak berbuat apapun. Kau ini sebenarnya punya malu, tidak!?" Sunny yang sudah menahan amarahnya sejak awal kepada Jun Liu akhirnya meledak. "Bocah sialan, kau bilang apa?" "Jika kau tak bisa melakukan apapun, lebih baik diam saja! kau itu benar-benar tidak sadar diri!" "Bocah tidak tahu sopan santun!" Jun Liu menodongkan senjatanya kearah Sunny. Ketika itu David langsung berdiri di depan Sunny untuk menghalangi Jun Liu melukai Sunny. Jaden juga ikut berlari dan berdiri di samping David. "Kalian semua mau mati!" ucap Jun Liu menatap David dan Jaden dengan matanya yang memerah karena marah. "Turunkan senjatamu. Jangan membuat keributan. Sunny benar. Jika tidak bisa melakukan apapun, lebih baik diam saja," ucap David kemudian. "Kalian ini ..." Jun Liu hendak menarik pelatuk senjata apinya. Namun, tiba-tiba Jaden mendekat dan mencengkram tangan Jun Liu dengan erat. "Hentikan. Atau aku tidak segan-segan akan membunuhmu," entah sejak kaoan di tangan Jaden sudah tergenggam pisau dan ujung pisau tersebut tepat berada di perut kanan Jun Liu. Dengan sedikit tekanan saja, makan pisau tersebut akan menembus perut laki-laki paruh baya itu. "Lepaskan aku!" Jun Liu agak memucat dia berusaha melepaskan cengkeraman tangan Jaden dari tangannya. Jaden menahan tangan Jun Liu beberapa menit, lalu dia melepaskan cengkeramannya setelah Jun Liu tanpak berusaha keras. "Kalau kalian macam-macam aku tidak akan segan-segan menghabisi kalian!" ucap Jun Liu lalu mundur dari Jaden. Dia menyentuh perutnya dan tampak merasa lega, bahwa ujung pisau yang tajam milik Jaden tak menembus kulitnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD