"Tapi, aku nggak mau." Aku sadar harus segera menolak sebelum godaan Alex membuatku menyerah.
"Hmm ... benar-benar butuh perjuangan untuk bercinta dengan istriku."
"Eh ... apa?" Aku pura-pura tidak mendengar.
"Bagaimana dengan malam ini?" Alex memberikan gigitan lembut di bagian samping leherku.
"Ah, kamu ngapain??"
"Memberi tanda bahwa kamu milikku, Cantik."
"Berhenti. Nggak ada yang tahu hubungan kita." Kenapa rasanya aku semakin melemah? Sial. Lelaki ini terlalu ahli menggoda wanita. Berapa banyak sih mantan pacarnya??
"Oh ya? Kalau begitu aku harus mengumumkan pada seluruh dunia kalau kamu adalah istriku. Dengan demikian tidak akan ada yang berani mengganggumu."
Aku bergidik karena bibir yang begitu ahli mencium itu terus bergerak ke bawah. Sekuat tenaga aku menahan pergerakan Alex. Berhasil! Dia berhenti!
"Semakin melawan aku semakin ingin menaklukkanmu, Gadis Kecil." Alex menatapku seperti seekor hewan pemangsa menatap buruannya.
"Terus, aku harus pasrah, begitu??" Jangan kalah gertak, El!
Seulas senyum terkembang di bibir tipis Alex, "Lakukan sesukamu."
Situasi bertambah gawat. Alex mendorongku bersandar di dinding. Aku tidak ingat jelas bagaimana caranya kedua tanganku sudah tertahan di atas kepala, berada dalam satu genggaman tangannya. Satu tangan yang lain melingkari leherku.
"Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" Alex menunduk.
"Uh ... lepas ...." Jantungku berdebar kencang. Posisi ini membuatku semakin tak berdaya. Beginikah caranya memperlakukan wanita? Kurang ajar sekali!
Lelaki itu terkekeh, "Aku hanya melakukan apa yang kamu sukai, Cantik. Secara bawah sadar kamu menginginkan lelaki yang mampu menguasaimu."
"A–aku nggak begitu." Tatapan Alex seperti menghipnotisku. Perlawanan yang awalnya cukup sengit kini tak bersisa. Apakah hari ini aku akan menyerahkan diri padanya?
"Sekarang, berhenti bicara."
Sialan. Lelaki ini memerintahku. Ke mana perginya sisi pemberontak yang selalu kubanggakan? Hilang tak bersisa! Aku menatap tanpa daya ketika Alex mengikis jarak di antara kami. Tangan yang melingkari leherku sedikit menambah tekanan agar aku mendongak.
"Maaf mengganggu kalian."
Ucapan lirih itu sukses membuatku sport jantung.
Alex menoleh ke arah si pengganggu. Aku yakin tatapan setajam itu bisa membuat seseorang terkena serangan jantung.
"Maaaaafff!" Hantu wanita yang menampakkan diri berkelebat bersembunyi di sudut gelap.
Kalau dalam kondisi normal aku pasti tertawa terbahak-bahak. Namun, aku sedang berada dalam cengkeraman si pemangsa. Mana bisa tertawa? Bernafas saja aku kesulitan. Oksigen pada ke mana sih?
"Itulah yang terjadi kalau kamu menanggapi mereka. Tidak ada privasi sedikit pun," gerutu Alex.
"Dia punya alasan sendiri. Uhm ... lepasin dulu dong?" pintaku.
Kini Alex menatapku, "Tidak, Cantik. Aku senang memelukmu. Kamu masih bisa bicara seperti ini, 'kan?"
Aku melotot, "Apaan?? Ini bukan pose normal untuk bicara! Lepasin!"
"Kalau begitu temanmu bisa menunggu."
"Apa—"
Otakku menjerit antara rasa putus asa dan menginginkan lebih saat bibir tipis Alex menciumku. Keterlaluan. Bagaimana bisa dia melumpuhkanku hanya dengan sebuah ciuman? Tubuhku menegang ketika merasakan tangan yang berada di leherku bergerak turun. Mau apa dia?? Aku segera meronta, tapi lelaki b******k ini menahanku dengan tubuhnya.
Oh, tidak ...
"Emm ... maaf ... tapi dia tidak mau disentuh," kata si hantu.
Aku bersorak dalam hati. Ada yang membelaku!
"Pengganggu. Pergi!" Alex menatap tidak senang.
Sudut pandangku terbatas karena terhalang tubuh besar Alex, tapi aku bisa melihat hantu wanita itu masih berdiri di sudut gelap.
"Tidak. Kamu tidak boleh memperlakukan wanita seperti itu," katanya.
Alex tersenyum, "Dan apa yang kamu rasakan semasa hidup? Bukankah tidak jauh berbeda?"
Si hantu terdiam sejenak dan menjawab, "Aku ... tidak ingat."
"Makanya dia perlu mencari benda miliknya. Kalau sudah ketemu ingatan semasa hidupnya pasti kembali." Aku berharap Alex melepasku.
"Aku tahu. Aku sudah melihatnya."
"Oh?" Bagian ini tidak kumengerti. Apa yang dilihat Alex?
"Apa yang akan kamu berikan kalau aku membantunya?"
"Hah? Kenapa aku?"
"Karena kamu mengharapkan bantuanku, bukan? Imbalan apa yang bisa kudapat dari istri kecilku ini?"
Aku melirik si hantu wanita. Makhluk itu menatapku penuh harap. Sial. Aku harus berpikir cepat. Jangan sampai rugi besar.
"Kamu boleh bermalam di apartemenku." Meskipun berat hati, tapi setidaknya ada yang bisa kutawarkan.
Senyum menawan di wajah Alex membuatku nyaris meleleh. Huh, betapa tidak adilnya! Kenapa ada lelaki yang memiliki terlalu banyak kelebihan seperti dia? Sudah tampan, bentuk tubuh sempurna, penampilan pun keren.
"Itu cukup baik. Bisa kuterima."
Aku merasa sangat lega karena Alex melepasku. Kedua tanganku hampir mati rasa akibat aliran darah yang terhambat! Tambah keki aku melihat si hantu melonjak kegirangan. Gara-gara dia aku harus mengorbankan tempat tinggalku.
"Aku hanya butuh liontin itu," katanya.
"Iya, tahu."
Bak film detektif aku berjalan mengendap mendekati titik di mana brankas tersembunyi di balik dinding. Panel kayu terbuka dengan mudah menampakkan brankas. Oh, tunggu dulu. Aku butuh kuncinya, 'kan? Aku pun menoleh ke arah Alex.
"Tidak terkunci," ucap lelaki itu.
"Yang benar? Kamu sudah membongkarnya ya?" tuduhku.
"Hanya bantuan kecil."
Ih, menyebalkan sekali melihat Alex tersenyum. Masalahnya hatiku jadi berdebar tidak karuan. Gimana sih ini!
"Buka brankasnya, El," pinta si hantu.
Aku menghela nafas. Baiklah. Selesaikan masalah yang ada satu persatu. Setelah ini beres aku akan memikirkan cara untuk menghindari Alex.
Brankas terbuka dengan mudah. Aku melihat setumpuk dokumen dan beberapa kotak perhiasan. Tanpa berpikir aku mengambil satu kotak berbentuk panjang dan membukanya. Hmm ... kalung berlian. Si hantu menggelengkan kepala. Satu persatu kotak perhiasan kubuka hingga menemukan sebuah kalung rantai tipis dengan sebuah liontin perak berbentuk oval.
"Ini dia liontinku."
"Oke. Ketemu."
Tanganku dan tangan si hantu meraih liontin pada saat bersamaan. Aku menahan nafas karena potongan-potongan gambar muncul di kepalaku. Mataku terpejam karena tekanan di d**a yang diakibatkan oleh transfer tersebut. Astaga, ternyata hantu ini adalah wanita simpanan Pak Budi. Bukan hanya gambaran yang kuterima, segala emosi yang muncul turut mengalir ke hatiku. Sesak, sakit, takut, marah ...
"Kuasai dirimu, Gadis Kecil."
Suara Alex bagai air sejuk menyiram api, meredakan semua emosi tersebut. Perlahan aku membuka mata. Potongan-potongan gambar masih terus muncul dalam benakku. Aku terkejut ketika melihat apa yang terjadi di ruangan ini.
"Oh, dia melakukannya ...!" desisku.
"Dia ... dia ... membunuhku!" Sambung si hantu wanita.
Satu jam kemudian ruangan CEO dipenuhi oleh pihak berwajib yang bertujuan mengumpulkan segala bukti tindak kejahatan. Aku dan si hantu wanita berdiri di sudut ruangan mengamati semuanya. Alex-lah yang berinteraksi dengan para penyidik.
Karyawan segedung heboh karena ditemukan sebuah jasad dalam tong besar berisi semen di basement. Polisi segera mensteril tempat kejadian perkara. Aku sesak nafas karena kemarahan si hantu wanita menguasaiku. Yah, tentu saja dia marah. Sudah nyawanya dihilangkan, dipendam pula dalam semen ...
"Dia membunuhku ... setelah apa yang kuberikan," desis si hantu wanita.
Apa yang bisa kukatakan? Aku hanya berdiri diam di sudut basement, memperhatikan sosok-sosok manusia bergerak dalam kecepatan lambat. Kok seperti dalam mimpi ya? Apakah aku sedang bermimpi? Kepalaku sedikit pusing. Coba kupejamkan mata sejenak.
"Eliana, lihat aku." Suara berat Alex membetotku keluar dari kegelapan.
Aku membuka mata perlahan. Tahu-tahu Alex sudah berdiri di hadapanku. Mataku melirik melewati bahunya. Aneh. Sejak kapan basement ini kosong? Ke mana orang-orang tadi?
"Fokus pada suaraku." Alex menangkup wajahku.
"Uh ... apa ...?" Aku tidak punya cukup tenaga untuk sekedar bicara.
"Eliana, fokus. Jangan biarkan dia menguasaimu."
"S–siapa ... dia?" Aduh, kenapa tubuhku lemas sekali? Rasanya seperti habis seharian kerja kuli tanpa digaji.
"Sialan. Seharusnya aku tidak membiarkanmu sendirian dengannya."
Aku seperti terbang melayang saat Alex membopongku. Tunggu dulu, ini mau ke mana sih? Dari sudut mata aku melihat sosok si hantu wanita muncul di hadapan kami. Wajah cantik itu kini terlihat menyedihkan.
"Cari dia untukku, El," bisiknya.