Mobil Sport warna putih memasuki halaman Rumah Keluarga besar, Milla dan Saka.
"Mobil siapa, Saka? Tante belum pernah melihat Mobil ini sebelumnya! Apa jangan-Jangan papamu beli mobil baru?" Mila bertanya-tanya dalam hatinya, karena jarang sekali ada tamu di rumahnya, Jadi ia pikir itu Mobil baru kakaknya.
"Tidak mungkin Papa beli Mobil baru tanpa berunding dengan, aku. Mungkin itu mobilnya tamu, Tan. Masuk yuk, biar enggak penasaran.
Setelah mobilnya terparkir rapi, Milla dan Saka segera turun dan masuk ke dalam rumah.
"Yang di tunggu Akhirnya datang juga, Putra semata wayang ku! Mama rindu sekali, Nak!" " Ucap perempuan yang mengandung Saka selama sembilan bulan.
"Masyallah cucu ,Oma. Kenapa dia bertambah tinggi dan Tampan sekali? cucu Oma kah ini?" Seru neneknya yang juga sangat merindukan cucu satu kesayangannya tersebut.
Seraya memeluk erat Ibu dan neneknya, mata Saka melirik laki-laki tampan yang berdiri gagah diantara keluarga besarnya.
"Siapa dia, kenapa matanya tidak berhenti menatap Tanteku?" Saka tidak suka ada laki-laki lain menatap penuh arti ke arah Milla.
"Siapa mereka, Oma?" Bisik lirih Saka kepada neneknya, ia mulai penasaran kenapa ada orang asing turut serta menyambut kedatangannya tersebut.
Belum sempat dijawab oleh Neneknya, laki-laki berparas tampan memakai jas berwarna hit itu menyapa Milla dengan hangat.
"Selamat Pagi, Nona Milla. Sungguh Cantik sekali, mataku sampai tidak mau berkedip terpesona oleh kecantikan mu..."
Milla tersipu malu mendapatkan pujian di depan banyak orang. Berbeda dengan Milla, Saja sangat kesal sekali melihat Milla tertunduk apa lagi pipinya memerah.
"Hai, Saka. Wah, akhirnya kita bertemu kembali. apakah kamu tidak ingat dengan ku? Aku Doni, kita sering menghabiskan masa kecil kita bermain sepak bola bersama!" Doni mendekat dan mengulurkan tangannya.
Saka tidak merespon sama sekali, ia masih sangat kesal melihat Doni curi-curi pandang kepada Milla.
"oh, Dia dulu gendut dan suka makan. sekarang penampilannya sudah jauh berbeda dengan masa kecilnya yang suka merebut makanan orang lain." Batin saka sinis.
"Saka, Kok diam saja. Enggak sopan tauk nyuekin orang yang berniat baik kepada kita!" Ucap Milla sambil mencubit perut Saka.
"Doni?"
"Masih ingat kan?" Doni mengulang lagi ucapannya memastikan jika Saka tidak melupakannya.
Saka masih saja bertele-tele seolah-olah masih mengingat memori masa kecilnya yang terlupakan, padahal ia masih sangat ingat dengan Doni.
setelah tiga menit kemudian, Saka menepuk bahu Doni. Basa-basi hanya untuk sekedar saling mengakrabkan diri.
"Tentu saja, Bagiamana kabarmu, Don?" Sapa saka, kemudian mereka saling berjabatan tangan dengan hangat.
"Kabarku baik, Bagaiman denganmu, Saka?apakah masih ingin kembali ke luar negeri?" Tanya Doni penasaran.
"Tentu saja tidak, Aku akan membantu Papa di perusahaan!" tegasnya penuh kemantapan.
Hal tersebut membuat seluruh keluarga Saka terkejut. Tentu mereka sangat senang dan sangat terharu dengan keputusan Saka itu. Pasalnya, Saka selalu menghindar saat kedua orang tuanya ingin ia menetap di rumah dan meneruskan perusahaan keluarganya.
Milla juga ikut terkejut, Ia juga merasa senang keponakannya tidak akan kembali ke luar negeri. Ia punya teman di rumah, meski nantinya Saka akan lebih sibuk mengurus perusahaan timbang menemaninya mengobrol di rumah seperti saat mereka masih remaja dulu.
"Sayang, benarkah apa yang Mama dengar ini? kamu Mau membantu Papa di perusahaan?" Sahut Mama Saka dengan terharu. sesekali Mamanya melirik Papa dan juga Ibunya. Matanya juga berkaca-kaca, ibu mana yang tidak bahagia saat anak semata wayangnya memutuskan untuk tidak kembali ke luar. Rindu yang lima tahun ini dipendam dalam-dalam terkikis perlahan berubah menjadi kebahagiaan yang tak terkira.
"Aku juga ikut senang mendengarnya, kita bisa saling lebih dekat lagi Saka. Aku ingin kamu membantuku untuk merebut hati Tante mu!" Seraya mengedipkan salah satu matanya Doni begitu percaya diri berbicara kepada Saka yang sebenarnya tidak terlalu menyukainya, apa lagi Doni berniat untuk mendekati Milla.
Milla melirik mimik wajah Saka yang mulai berubah menjadi kecut.
"Kak, alangkah baiknya kita duduk lalu ngobrol santai sambil minum teh." Bisik Milla di telinga kakak perempuannya.
"Kami ingin ke atas sebentar, Tante Milla harus membantuku untuk merapikan pakaianku!" Ucap Saka, kemudian ia langsung menarik pergelangan tangan Milla dengan lembut.
Semua pasang mata menatap ke arah mereka yang berlalu pergi menaiki anak tangga.
Wajah Doni seketika berubah menjadi datar, ia merasakan sesuatu yang aneh pada sikap Saka barusan.
Di kamar, Saka buru-buru menutup pintu. Mila hanya terdiam melihat tingkah Saka yang mencurigakan.
"Kenapa, Sak?" tanya Milla penasaran.
"Aku tidak suka Doni menatapmu seperti itu, mereka pasti merencakan sesuatu!" jawab Saka dengan ketus.
Milla semakin bingung dengan situasi ini, ia belum bis mencerna semua kata-kata yang keluar dari mulut Saka barusan.
"Maksud kamu apa sih, Sak? Tante benar-benar tidak mengerti. Siapa yang merencakana sesuatu, lalu hubungannya apa dengan ku?" Tanya Milla lagi.
Saka menatap tajam wajah cantik Milla yang semakin membuatnya masuk kedalam perasaannya sendiri.
Saka berjalan mendekati Milla, semakin dekat hingga membuat Milla tiga langkah mundur kebelakang.
"Saka, Kamu kenapa sih?" Teriak Milla takut.
"Aku tidak rela jika mereka menjodohkanmu dengan Doni, Saka tidak mau kehilangan tante,"
Pipi Milla berubah kemerahan seperti tomat mendapat perlakuan dan mendengar ucapan dari Saka.
Detak jantungnya semakin tidak beraturan, bibirnya seakan berubah menjadi kanebo kering yang kaku.
Milla juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri jika Saka sangatlah tampan. Namun Milla segera menyadarkan dirinya jika Saka adalah keponakannya sendiri.
"Tante masih kuliah, skripsi saja belum. Mana mungkin kakak dan mama mau menjodohkanku. kamu ada-ada saja, minggir, tante mau rapiin baju kamu tuh!" Milla mencari cara agar lolos dari Tatapan Saka yang membuatnya sedikit khilaf.
"Tante Milla harus menjadi Istriku!" ucapa Saka dengan kesadaran penuh.
Langkah Milla terhenti saat kendang telinganya menangkap suara Saka yang penuh percaya diri.
"Apa yang dia ucapkan?" Batin Milla.
"Tante Milla harus menjadi Istri Saka!" Saka memperjelas ucapannya.
"Gila kamu, Sak. Hahaha..." Milla tertawa sambil melanjutkan langkahnya untuk segera membongkar isi koper Saka. ia tidak mau lama-lama berada di tempat sepi bersama Laki-laki yang membuat perasaanya makin tidak karuan.
Tiba-tiba Saka menarik kembali tangan Milla dengan lembut, kemudian membawanya bersandar di tembok.
Kedua mata mereka saling beradu kembali. Jemari Saka mengusap lembut pipi Milla dengan penuh perasaan. Bibir Milla terasa kaku untuk memberontak, logikanya ingin menolak dan memprotes perlakuan saka terhadapnya, Namun berbeda dengan hatinya.
Bibir mungil merah merona Milla menarik Saka untuk menyentuhnya. Nafas panas memburu dapat Milla rasakan, suasana semakin tegang. Milla semakin deg-degan.
Tidak tahan dengan apa yang terjadi saat ini, Milla menutup kedua matanya. Berharap semua ini hanyalah mimpi, namun betapa terkejutnya Milla hingga kedua matanya yang semula terpejam seketika terbuka lebar-lebar saat Milla merasakan bibirnya mulai basah.
Kedua tangannya lemas, ia pasrah dan tidak bisa berkutik.
"Cekrek..." suara pintu terbuka lebar.
"Milla, Saka!" Teriak seseorang yang berada di ambang pintu.