Baru saja tiba di kamar Dellia langsung merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Kalau diliat-liat kamar ini sangat rapi dan tampak seperti tidak pernah di pakai sebelumnya.
"Mas ini kamar utama?" tanya Dellia memastikan. Ia hanya penasaran apa Adam sebelumnya tidur di sini atau tidak.
"Iya," jawab Adam yang sekarang asik dengan I-pad. Sebenarnya ini bukan kamar utama, kamar utama dua kali lipat lebih besar. Tapi Adam malas jika harus membawa gadis tu ke kamar pribadinya. Bahkan Adam membersihkan kamar itu sendiri, karena ia tidak mau orang asing masuk ke kamarnya.
"Aku rapiin baju dulu ya Mas," Dellia membuka lemari dan benar isi lemari tidak ada.
"Kok nggak ada baju Mas?" tanya Dellia.
Adam menggerutu ini cewek cerewet banget, ia benci dengan modelan wanita seperti ini. "Karena Mas sebelumnya tidur di kamar yang kecil, karena udah ada kamu kita pindah ke kamar yang lebih besar."
Dellia mengangguk dengan pelan tanda mengerti, walaupun ia masih rada bingung. Emang rumah sebesar ini ada kamar kecil? Walaupun mewah tapi Dellia belum menemuka kenyamanan di sini. Sangking besar rumah ini Dellia jadi bingung kalau mau ke belakang lewat mana.
Setelah selesai melipat baju, Dellia duduk di samping Adam. "Baju kamu mau sekalian aku beresin," tawar Dellia.
"Nggak perlu De, lebih baik kamu istirahat."
"Nggak papa Mas, ini udah tugas aku."
"Yaudah nanti aku ambil koper baju aku ya," lanjut Adam sambil menatap Dellia dalam. Ia ingin marah dan mengatakan agar perempuan ini diam, tapi apa boleh buat ia harus menjadi baik selama dua tahun.
"Baik Mas," setelahnya tidak lama kemudian suara azan magrib mengema.
"Mas cepat ke Masjid," seru Dellia cepat. Ia ingin menyiapkan pakaian ke Masjid tapi sayangnya tidak ada baju di dalam lemari.
"Mas cepat," tegur Dellia lagi saat Adam tampak acuh.
"Sabar bisa nggak sih!" balas Adam dengan sedikit membentak. Dellia sedikit mengernyit melihat kemarahan Adam, padahal ia beniat baik.
Adam langsung terdiam saat mengingat ia baru saja membentak.
"Maaf sayang, Mas tadi cuman lagi pusing sama kerjaan," lanjut Adam, dan Dellia hanya mengangguk. "Mas ke Masjid dulu ya," setelahnya Adam langsung ke luar kamar. Bukan menuju Masjid, tapi menuju kamar utama.
***
Suara azan shubuh yang berkumandang membuat Delllia yang sedang tertidur menggeliat pelan dengan mata yang ia kucek.
Matanya terbuka perlahan, setelah sudah terlihat jelas ia melotot karena terkejut dengan kondisinya saat ini. Ia mengitari setiap sudat kamar.
"Aaaaaa," teriak Dellia kencang. Apa ia di culik? Ini di mana? Kenapa rumahnya berbeda? Di mana kamar serba pinknya. Ia mengingat-ingat apa yang terjadi dan setelah ingat ia langsung menutup mulut.
"Aku kan udah nikah, ini rumah Mas Adam,'
Ia melihat kanan kiri mencari keberadaan Adam, dan ternyata Adam tidak ada. Mungkin suaminya itu sudah duluan ke Masjid.
Dellia ke kamar mandi dan lebih dahulu mengosok gigi dan mencuci muka. Ia sudah terbiasa untuk mengerjakan shalat terlebih dahulu baru mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai shalat pun, Adam tidak kunjung datang. " Mas Adam ke mana sih? Kok lama banget."
Dellia menuju lemari mengambil beberapa pakaian untuk ia kenakan setelah mandi. Di dalam lemari baju Adam sudah terisi penuh karena semalam Dellia sudah membereskan semuanya.
Tanpa pikir banyak lagi, Dellia langsung masuk menuju kamar mandi.
'Cleck.'
Pintu kamar mandi terbuka, ia melirik ke kanan kiri dan Adam rupanya belum pulang juga. Melihat ketidak adaan Adam, membuat Dellia berani keluar dari kamar dengan hanya menggunakan handuk sebatas setenggah paha.
Lagi-lagi suara pintu terbuka membuat Dellia terdiam membeku. Ya Allah, itu pasti Mas Adam. Dengan masih gugup karena kondisi seperti ini, Dellia hendak berlari menuju kamar mandi. Tapi s**l langkahnya langsung terhenti karena Adam yang memegang lengannya.
Dellia melihat ke arah tangan itu, dan tepat di sana ada cincin penikahan. Hal itu membuat Dellia bernafas lega, setidaknya yang masuk bukan orang lain. Tapi tetap saja ia malu dengan kondisi seperti ini.
"Maaf Mas, aku ke kamar mandi dulu ya," Dellia mencoba kembali melepaskan tangan yang mengenggam erat lengannya itu.
Adam membalikkan tubuh Dellia hingga berhadapan langsung dengannya. Hal ini membuat Adam lebih meradang dengan kondisi Dellia saat ini. Ia tidak menyangka di balik tubuh yang selalu tertutup rapat bahkan saat berada didalam rumah bisa seindah ini. Ia panas dan tegang. Padahal Adam sudah bertekad untuk tidak menyentuh gadis ini. Tapi badannya tidak bisa menolak apalagi dengan posisi mereka yang sangat dekat sekarang.
Adam memajukan langkahnya agar lebih menempel dengan Dellia, gadis itu mencoba mundur, dan Adam dengan sigap langsung menahan pinggang itu.
"Mas, bentar ya aku pakai baju dulu," cicit Dellia pelan.
"Nggak usah," jawaban itu membuat Dellia menatap Adam dengan kebingungan yang mendalam.
Dellia menatap Adam heran. Apalagi saat pria itu menunduk dan menyelusupkan kepalanya di celah lehernya. Dellia merinding. Ia terdiam membeku, apalagi saat Adam mencium lehernya.
"Mas," Dellia mendorong pelan bahu Adam, karena ini sungguh geli.
Wangi dari tubuh gadis ini seperti racun, ia bahkan engan untuk berpaling. Ia mendekap badan itu agar lebih erat berada dalam pelukkannya.
Dellia mengigit bibirnya gusar, ia tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya saat ini. Dan tepat setelah itu Adam mengangkat badannya dan menidurkan Dellia.
Dellia mengenggam handuknya dengan erat agar tidak terlepas. Jika ia tahu akan begini, Dellia tidak akan mau memakai handuk saja ketika ke luar dari kamar mandi.
Bibir Adam membuka bibirnya yang hendak berbicara. Ini ciuman pertamanya. Dellia gugup setenggah mati bahkan dalam keadaan tidak pantas seperti ini.
Dellia ingin mendorong kuat bahu itu, tapi ia segan apalagi dengan posisi sekarang Dellia sudah menjadi seorang istri. Apa ini artinya Dellia akan memberikan hak suaminya?
Dellia memejamkan matanya erat. Ia hanya bisa pasrah.
***
Adam membuka matanya dan sekarang sudah jam dua belas siang, ia tertidur selama satu jam setelah kegiatan panas itu. Adam berbalik dan menatap wajah gadis-larat wanita yang tadi baru saja ia ambil kesuciaannya.
Adam membiarkan tanganya di timpa oleh oleh Dellia. Adam mengecup sekilas bibir yang menjadi candunya sejak semalam. Karena pergerakan Adam, Dellia mengeliat dan semakin menggelamkan kepalanya lebih ke d**a bidangnya. Adam terdiam beberapa saat sambil menatap dinding, ia terus membayangkan kejadian itu. Adam ingin melakukan hal itu lagi, tapi karena ia sudah beberapa jam membolos kerja terpaksa Adam harus bekerja terlebih dahulu.