Dellia mengeliat pelan saat matanya ia paksa untuk terbuka. Dengan masih menguap Dellia melihat ke arah samping dan ternyata Adam masih tertidur dengan lelap. Pipinya memerah, ini adalah pertama kalinya ia kembali tidur dengan pria. Terakhir kali ya saat masih kecil yaitu tidur di antara Ibu dan Ayahnya.
Karena sudah mau masuk waktu shubuh ia langsung beranjak dari atas kasur menuju kamar mandi. Tapi langkahnya langsung terhenti saat mengingat bahwa seharusnya jam segini Adam sudah harus bersiap-siap ke Masjid.
"Mas bangun," Dellia mengusap pelan wajah tampan itu, entah kemana keberanian yang menghampiri. Pria yang sudah menjadi semaunya ini hanya mengeliat pelan dan malah memeluk pinggangnya dengan erat, sumpah Dellia menjadi kaku dengan jantung yang berpompa dengan erat.
Tapi saat melihat jam ia sadar tidak boleh lalai. Ia kembali membangunkan Adam dengan menepuk bahu pria itu berulang kali.
"Mas, bangun. Bangun,bangun," dan tidak lama Adam membuka matanya, hal itu membuat Dellia jadi gugup karena posisi mereka yang saling berdekatan. Cepat-cepat Dellia melepaskan tangannya dari bahu Adam.
"Kenapa bangunin? Kan masih pagi banget," Dellia mengernyit mendengar pertanyaan Adam.
"Nggak shalat shubuh Mas?" Adam tampak gelagapan dan langsung bangun terduduk karena hampir saja ia melakukan kebodohan.
"Mas lupa De," Dellia mengangguk dengan senyuman kecil. Entah kenapa Dellia suka sekali dengan raut wajah Adam yang baru saja bangun, wajah pria itu sangat ganteng sekaligus imut secara bersamaan.
"Mas aja yang duluan mandi ya, soalnya nanti pasti Mas dipanggil sama Ayah buat shalat berjamaah."
"Iya," Adam berusaha melawan kantuk yang menghampiri, ini adalah hal jarang terjadi. Adam sangat jarang bahkan hampir tidak pernah terbangun jam segini. Saat SMA, Papanya ada membangunkan hanya saja Adam yang menguci pintu kamar tidak perduli dengan teriakkan di depan pintu.
Sial, ke Masjid? Bahkan Adam sudah jarang melakukan shalat lima waktu, apalagi ke Masjid. Dengan sangat terpaksa Adam langsung menuju kamar mandi.
Delia merapikan tempat tidur, setelahnya mempersiapkan alat shalat untuk suaminya. Di dalam koper tidak ada baju koko ataupun sarung dan akhirnya Dellia hanya menyediakan baju kaos hitam milik Adam dengan sarung putih punyanya.
Tidak lama kemudian, Adam keluar dari dalam kamar mandi dengan masih sama seperti kemarin, hanya menggunakan handuk di bagian bawahnya saja. Hal itu malah membuat Dellia malu apalagi saat melihat perut sixpack suaminya.
Adam menggosok-gosok rambutnya dengan handuk, dan tanpa merasa bersalah Adam melempar handuk ke atas kasur yang sudah rapi.
Sebenarnya kemarin Adam juga melakukan hal seperti itu hanya saja Dellia hanya bisa bersabar.
"Mas, jangan taruh di atas kasur handuknya, kan ini udah rapi kasurnya," tegur Dellia dengan suara yang lembut, ia tidak ingin membuat Adam tersinggung.
"Maaf istriku sayang," goda Adam sambil tersenyum miring saat melihat Dellia yang menunduk malu, lihat semua wanita emang sangat mudah saat diberi rayuan. Diimbing kata cinta dan sebuah barang mewah wanita yang selalu ditemui oleh Adam pasti akan langsung memaafkan. Padahal Adam semua ucapan Adam itu hanyalah dusta.
"Hm- Mas, bisa langsung ke bawah. Itu bajunya udah aku siapin," ucap Dellia dengan suaranya yang sangat kentara sedang malu.
"Makasih," jawab Adam. Setelah bersiap-siap pria itu langsung turun ke bawah.
Setelahnya Dellia bersiap mandi, lalu melakukan kewajiban sebagai mahkluk ciptaan Allah.
***
Sore hari telah tiba, setelah meminta izin pada keluarga Dellia. Adam dan Dellia langsung masuk ke mobil untuk menuju rumah Adam.
Dellia hanya terdiam selama perjalanan, ia memikirkan pertanyaan dari Ibunya yang bertanya tentang bagaimana dengan malam pertama mereka. Walaupun ia tau Ibunya hanya bercanda, tetap saja Dellia agak penasaran, kenapa Adam tidak menyentuhnya?
Astagfirullah, Dellia langsung beristighfar saat berpikir jika Adam kecewa dengan fisiknya. Tadi malam pasti Adam hanya terlalu lelah.
Berbeda dengan Adam yang mendengus saat matanya melirik Dellia yang terlihat melamun di samping pengemudi. Ia kesal saat mengingat ia harus tinggal berdua dengan gadis itu.
Dellia melirik Adam saat mendengar suara decitan seperti kesal.
"Kenapa Mas?" tanya Dellia.
"Oh, itu tadi ada motor ugal-ugalan," jawab Adam terkekeh samar dengan canggung.
"Oh."
"Masih lama Mas?"
Pertanyaan Dellia hanya di beri anggukan oleh Adam, ia menghela nafas. Perjalanan ini hanya kesunyian yang menemani, karena sudah bosan Dellia memilih untuk menidurkan tubuhnya di sandaran pintu mobil. Tidak lama ia terlelap.
Adam yang sedang mengemudi melihat ke arah Dellia yang tidur tampak tidak nyaman, dan Adam tidak perduli, ia memilih untuk mempercepat laju mobilnya.
"Cantik, sayangnya lo nggak bakalan bahagia nikah sama gue," menolog Adam sambil menatap wajah teduh yang masih menutup matanya sejak sejam yang lalu.
"Bangun sayangku," Adam tertawa sendiri mendengar panggilannyan barusannya tadi. Ia mengguncangkan bahu Dellia secara pelan. Dellia membuka matanya dengan tangan yang mengucek pelan mata yang masih mengantuk.
"Udah sampai, turun!" perintah Adam. Dellia langsung turun mendengar perintah itu.
Dengan mata yang masih mengantuk, Dellia membuka matanya dengan lebar saat pintu pagar itu terbuka secara otomatis. Sebenarnya pria seperti apa yang ia nikahi? Dellia tidak menyangka jika suaminya bisa sekaya ini.
Saat pintu pagar besar itu terbuka tampaklah rumah berinterior mewah berwarna serba putih itu membius pandangannya. Tidak lama setelah itu pria berpakaian serba hitam dengan tubuh tegap keluar dari dalam rumah dan mengambil semua koper yang berada di belakang jok mobil.
Ia masuk ke dalam dengan Adam yang berada di sampingnya. Pintu besar itu terbuka dan di dalam ada beberapa pelayan yang menunduk pelan saat melihat ke arah Adam.
"Selamat datang," sapa seseorang yang membuat Dellia langsung melihat ke arah sumber suara. Dan yang mengucapkan selamat datang itu teman Adam yang datang saat resepsi, kalau tidak salah namanya Hito.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Adam dengan wajah datarnya.
"Menyambut kalian," balas Hito, setelahnya pria itu langsung masuk ke sebuah lorong yang panjang di ujung rumah. Hito kabur karena malas dengan Adam yang pasti akan mengamuk.
"Jangan gitu Mas, kan itu teman Mas," Adam menatap Dellia sambil menahan emosi, berani sekali sekali gadis ini mengatur apa yang ia lakukan.
"Ayo ke kamar," ucap Adam lirih, Dellia mengangguk.
Selama perjalanan ke kamar Dellia tidak berhenti berdecak kagum saat melihat perabotan rumah yang sangat mewah.
"Ini rumah Mas?" tanya Dellia.
"Iya."
"Kamu," Adam menunjuk seorang pelayan yang umurnya lebih tua daripada yang lain. "Ini adalah istri saya, kalian layani dia. Tolong sampaikan kepada para pelayan lain," sambung Adam lagi. Dan kepala pelayan itu mengangguk dan tersenyum ke arah Dellia.
Pelayan itu berharap setelah kedatangan gadis hangat ini, ia berharap rumah yang terkesan suram ini menjadi rumah dengan penuh kebahagiaan.