Bab 20

1007 Words
Ia yakin jika wanita di sampingnya tidak berteriak sambil menangis, Adam tidak akan berhenti menikmati hal dunia itu. Sungguh b********h dengan istrinya sendiri lebih nikmat dari pada perempuan yang sebelumnya. Ini lebih nikmat ya karena Dellia masih perawan. Adam bangun dari tidurnya, mengambil celana yang berserakan di bawah kasur dan langsung memakainya. Selanjutnya menuju kamar mandi lalu bersiap-siap menuju Kantor. Tidak lama dari kepergian Adam, Dellia terbangun dari tidurnya. Ia melihat sekeliling mencari pria yang baru saja tidur dengannya, dan ternyata Dellia ditinggal sendirian. Sekelabu bayangan kejadian itu terus menghantuinya. Ia tidak masalah dengan Adam yang mengambil haknya, karena emang sudah kewajiban Dellia untuk memenuhinya. Tapi pria itu tidak mau berhenti saat Dellia sudah mengatakan jika ia lelah. Sungguh Adam mengempurnya tanpa rasa kasian, Dellia bahkan hampir pingsan. Setelah Dellia menjerit kesakitan baru Adam menghentikan aksinya itu. "Ahh," leguh Dellia saat ia berusaha untuk bangun. Rasanya sangat menyakitkan, tanpa sadar air matanya turun. Walaupun dalam keadaan kesakitan, Dellia tetap berusaha untuk duduk dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Seluruh badannya sakit, bahkan kepalanya juga ikut pening. Dellia semakin menangis kencang, saat ia bingung mencari bantuan ke siapa. Seharusnya Adam tidak meninggalkannya dalam keadaan seperti ini. Dengan pelan Dellia mengambil selimut tebal berwarna putih itu untuk menutupi tubuh telanjangnya. "Mas Adam, hiks," isak Dellia pilu sambil berharap Adam datang dan membantunya. Jika meminta bantuan orang rumah Dellia malu jika mereka melihat keadaanya yang seperti ini. Tanpa ada pilihan lain, Dellia turun dari atas kasur dan berjalan dengan sangat pelan sepelan siput dengan bertompang dengan dinding. Ia akan mandi air hangat, ia harap setelah mandi rasa sakit ditubuhnya akan berkurang. "Banyak banget," Dellia menatap tubuhnya yang memliki banyak tanda merah. Bahkan digosok pun tanda itu tidak hilang. Dellia tidak menyangka jika nafsu Adam bisa sekuat itu. Bahkan ada rasa takut untuk mengulang melakukan hal itu. Tapi apa boleh buat, jika Dellia menolak ia pasti akan dikutuk oleh malaikat. Tanpa mau berpikir panjang lagi, ia segera meredamkan tubuhnya ke dalam air hangat. *** Suara guntur yang membengkakkan telinga menemani Adam yang masuk ke dalam rumahnya tepat pada jam dua belas malam. Sejak terakhir kali bertemu dengan Dellia, Adam belum kembali dari Kantor. Adam hanya malas jika terus bersikap baik pada wanita itu. Rasanya Adam muak sendiri, apalagi saat melihat wanita itu seperti mengharap lebih pada Adam. Sepertinya Adam tidak kuat harus bersikap baik pada wanita itu selama dua tahun. Adam harus segera mencari cara agar posisi direktur itu menjadi miliknya sebelum dua tahun. Apa perlu dia membunuh pria tua itu? Tapi Adam tidak ingin mengotori tangannya hanya untuk membunuh b******n seperti itu. Adam tidak mengangkat sama sekali telepon Dellia seharian ini. Ia hanya membalas pesan dan meralasan sedang sibuk hingga tidak bisa menjawab telepon dari Dellia. Adam terpaku pada pintu bewarna putih itu. Apa wanita itu sudah tidur? Karena Adam sangat ingin mengulang apa yang terjadi tadi pagi. Ia membuka knop pintu dari arah luar, dengan pelan ia menghidupkan lampu yang mati. Wanita ini emang sangat suka tidur dalam keadaan gelap gulita. Adam terdiam beberapa saat sambil mencerna dengan pemandangan di depannya, wanita ini wajahnya sangat pucat dengan keringat yang mengalir di dahi putih itu. Apa dia sakit? Adam tidak melakukan hal yang lebih, ia malah memilih untuk menuju kamar mandi dan langsung membersihkan badannya, lalu akan tidur menyusul Dellia. Setelah bersih-bersih Adam tidur di samping Dellia. Ia tidak bisa tidur karena tidak nyaman dengan Dellia yang tidur sambil membelakanginya. Tanpa ada pilihan lain, Adam langsung memegang bahu Dellia dan mendorongnya pelan agar langsung berhadapan dengan wajah Adam. Dellia menggeliat saat hembusan nafas mengenai wajah Dellia dan pergerakan dari tubuh Adam yang menganggu Dellia. Dellia menahan nafas gugup, saat wajah tampan Adam tepat di depan wajah Dellia. Tanpa ia sadari pipinya sudah memerah seperti kepiting. Dellia memundurkan wajahnya saat Adam semakin mendekatkan wajah keduanya. "Mas ak-," belum selesai Dellia menyelasikan ucapannya, Adam sudah membukam mulut Dellia. Dellia sedikit bergemetaran, apalagi saat mengigat kejadian tadi pagi. Apa hal itu akan terulang lagi? Bukan Dellia tidak mau, tapi ia masih dalam keadaan sakit sekarang. "Ayo kita ulangin lagi De." "Hm, tapi aku lagi sakit Mas," jawab Dellia sambil menunduk pelan, karena ia belum sanggup mendengar respon atas ucapan Dellia barusahan. Apa suaminya marah? Dellia takut jika suaminya akan marah. Adam menyingkirkan helaian rambut Dellia, dan ia langsung meletakkan punggung tangannya. Dan benar dahi Dellia panas. Adam menghela nafasnya kasar, ia tidak tau kenapa ia bisa senafsu ini dengan wanita di depannya ini. Biasanya Adam tidak senafsu ini, bahkan ia merasa ingin melakukan setiap saat dengan wanita di depannya ini. "Oke, hanya ciuman," lanjut Adam. Ia kembali melumat bibir mungil itu. Ini sungguh memabukkan. "Sekarang tidur," Adam memeluk Dellia erat dan menenggelamkan wajahnya di leher Dellia dengan rambut lembut Dellia yang menjadi pembatas antara kulit leher wanitanya dan wajahnya. Ia harap dengan begini, Adam bisa menahan gejolak hasratnya. Dellia ikut menutup matanya kembali walaupun ia masih berusaha untuk meredakan jantungnya yang berdebar cepat. Ia sangat berharap Adam tidak perduli dengan suara jantungnya. *** Adam langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi, karena saat pagi-pagi buta Alva menelepon dan menyuruhnya datang ke rumah. Sebenarnya pria tua itu tidak menyuruh Adam langsung tiba saat itu juga. Tapi Adam hanya penasaran, apa sebenarnya yang akan disampaikan oleh pria itu. Bukan tanpa sebab, Adam hanya penasaran karena sebelumnya orang suruhan Adam mengatakan bahwa Alva sedang membahas tentang posisi direktur selanjutnya. Tiba di rumah, Adam langsung masuk ke rumah. Berhubung rumah ini memakai sistem sidik jari, jadi ia tidak perlu berteriak atau apapun yang mengulitkan hanya untuk bisa masuk ke rumah ini. Tidak adanya Alva di lantai bawah, mambuat Adam langsung menuju lantai dua di mana tempat orangtuanya tidur. Tapi saat perjalanan ia tidak sengaja mendengar isak tangis Ayi. Adam tidak perduli ia langsung menuju kamar paling ujung. Tok. Tok. Tok. Tidak lama setelahnya Alva keluar dari dalam kamar dalam keadaan memakai sarung. "Yaampun Dam, Papa kan nggak suruh kamu datang sekarang juga. Kasian istri kamu ditinggalin. Ini juga Papa mau ke Masjid, kamu mau ikut?" "Apa yang mau Papa sampaikan?" tanya Adam yang malas berbasi-basi dengan Alva.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD