Bab 29

1005 Words
Sudah dua puluh menit tapi Dellia tidak kunjung datang, padahal Adam malas membersihkan semua peralatan makan ini. Adam membiarkan saja makanan itu dan memilih untuk naik ke lantai dua dan ternyata Dellia sudah terbaring di atas tempat tidur. Ini hal yang janggal biasanya Dellia akan menunggu Adam hingga ia menghabiskan makanannya. Sepertinya wanita ini benar-benar sedang sakit. "Mas, udah makan?" tanya Dellia yang ternyata belum tidur. Dellia hanya memejamkan matanya saja. "Udah." Adam langsung menuju kamar mandi untuk mandi lalu menganti baju tidur. "Mas," panggil Dellia pada Adam yang sekarang sedang mengusap rambutnya menggunakan handuk, pria itu baru saja selesai mandi. "Iya?" "Kok lama, tidur sini," Adam mengangguk dan langsung merebahkan badannya ke atas tempat tidur. Adam sedikit terkejut dengan Dellia yang tiba-tiba memeluknya, biasanya Dellia jarang memeluknya duluan seperti ini. "Mas kok pulang telat sih? besok pulang cepat ya. Aku sendirian di sini," balas Dellia. Di rumah kalau malam emang sudah sepi, karena para pekerja emang sudah pulang jika sudah malam. "Banyak kerjaan tadi." "Oh, oh iya Mas, tadi aku masuk ke dalam kamar yang Mas larang masuk, maaf ya Mas. Aku cuman, hm apa ya namanya aku tu cuman penasaran aja gitu. Aneh loh Mas masa ini kamar utama dari rumah ini sedangkan kamar itu lebih besar dan megah terus aku juga ngeliat baju Mas yang banyak dilemari," jelas Dellia panjang lebar. Sebelumnya Adam pernah melarang Dellia masuk ke dalam kamar tanpa mau memberikan alasan kenapa Dellia tidak boleh masuk. Karena terlalu penasaran Dellia langsung masuk ke dalam kamar itu, jujur Dellia tidak ingin menceritakan tentang ia yang masuk ke dalam kamar itu pada suaminya. Tapi Dellia merasa bersalah, dan ia ingin meminta maaf pada Adam. Adam mengempalkan tangannya mencoba menahan amarahnya yang sekarang sudah memenuhi raganya. Adam bersumpah ini pertama kalinya ia tidak bisa menyalurkan amarahnya sebesar ini. Adam benci dengan orang lancang seperti wanita ini, ia sudah sangat tersiksa dengan sandiwara ini. Padahal sudah jelas-jelas Adam melarang Dellia untuk menginjakkan kakinya di sana. Mungkin wanita ini ngelunjak karena sikap Adam yang terlalu baik. "Terus ada liat apalagi?" tanya Adam dengan nada tercekat. "Nggak ada lagi sih, karena aku nggak berani masuk lebih dalam karena belum izin." "Sama aja kan kamu masuk juga nggak izin!" balas Adam dengan kesal. "Mas marah? Maaf ya." Adam tersadar sudah kelepasan. "bukan marah, aku cuman kaget aja. "Ouh, aku kira marah," Adam mangangguk dengan senyum yang ia paksakan. Dellia ikut tersenyum ia seharusnya tidak perlu khawatir karena Adam adalah suami yang sangat perhatian sekaligus penyayang. "Tapi kok kamar Mas kayak pernah yang tidur, emang siapa yang tidur?" tanya Dellia. "Aku yang tidur, tapi dulu pas belum nikah." "Tapi kenapa kita nggak tidur di sana aja?" tanya Dellia. "Udah malam De, nggak mau tidur?" balas Adam mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. "Oh iya udah malam. Mas, aku sakit. Besok apa kita ke rumah sakit aja Mas?" "Besok aku ada kerjaan, kayaknya kamu cuman demam aja. Nggak perlu ke rumah sakit." Dellia mengangguk pelan. Benar ia tidak perlu berobat, pasti akan sembuh sendiri. "Enak banget meluk Mas, tadi masa aku nggak bisa tidur pas nggak ada Mas. Makanya tadi aku nunggu Mas mandi, sekarang malah udah gantuk banget," ucap Dellia yang sekarang sudah menelusupkan wajahnya ke ketika Adam, hal itu membuat Adam risih tapi mau gimana lagi Adam harus bisa menahan diri. Ia harus menahan diri setidaknya sampai jabatannya diresmikan. "Ya tapi nggak perlu cium ketiak De," balas Adam. Ia melirik ke arah Dellia yang sudah tertidur, cepat sekali wanita itu tidur. Adam melirik ke arah jam yang sudah jam sebelas malam. Tapi Adam belum berniat tidur. Adam ingin masuk ke dalam kamar utamanya ingin mengecek apa Dellia ada mengubah sesuatu apa yang berada di kamar itu. Hanya saja sekarang Adam sudah mengantuk, matanya pun terpenjam dengan sendirinya. Baru saja tertidur selama satu jam. Adam langsung terbangun kembali karena suara renggekan wanita dan tangannya yang digoyangkan beberapa kali. Tanpa membuka mata pun Adam tau siapa pelakunya. "Kenapa?" tanya Adam dengan mata terpejamnya. Sungguh Adam menahan suaranya agar tetap rendah agar tidak menaikan nadanya yang bisa membuat Dellia marah. "Aku tiba-tiba mau Mangga." "Terus?" Adam kembali menenggelamkan wajahnya ke bantal. Sungguh menyebalkan, apa-apaan wanita itu membangunkannya dengan hal tidak penting seperti ini. "Temanin aku ambil Mangga yok," Dellia kembali mengoyangkan lengan Adam. Ingin sekali Adam mengumpat. "Besok, udah malam." Adam menghela nafas lega saat tidak mendengar suara Dellia lagi. "Hiks." Wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu menangis. Tetap saja Adam tidak akan bisa tidur jika Dellia berisik seperti itu. "Ya udah ayo," Adam menghempaskan selimutnya dengan kasar. "Beneran Mas?" Dellia sudah beranjak dari tempat tidurnya. Ia menatap Adam dengan mata yang berbinar. "Iya, cepat." Dellia langsung memakai jaket dan hijabnya setelahnya menyusul Adam yang sudah berada di luar kamar. "Beli di mana?" tanya Adam. "Jangan beli, ambil aja di depan komplek kita," Dellia langsung turun dari mobil, untuk apa naik mobil jika akan ke depan yang jarakanya emang tidak jauh. "Turun Mas," Adam turun dari mobil. "Mas." "Apalagi?" tanya Adam lagi. "Gendong," Della mengulurkan kedua tangannya ke atah Adam. Sumpah Adam mengantuk. Ia harus segera mengambil mangga itu setelahnya langsung pulang dan tidur. Tidak ingin mengulur waktu lagi, Adam langsung hendak mengendong Dellia. "Jangan aku mau dipunggung," Dellia langsung menghentikan Adam yang hendak mengendongnya di depan tubuh Adam. Adam langsung berbalik, disitu lah Dellia langsunga naik ke atas punggunya. "Seru banget," Dellia tertawa bahagia, inilah salah keinginan yang ingin Dellia rasakan saat menikah. Karena keseringan membaca cerita membuat Dellia terlalu berharap bahwa kehidupannya akan sama bahagianya dengan n****+ yang ia baca. Dellia mencium rambut Adam dari belakang. Rambut Adam sangat wangi hal itu membuat Dellia nyaman. "Makasih ya Mas," Dellia kembali mencium pipi Adam. Tidak tau kenapa, Dellia sangat ingin mencium dan memeluk Adam. Adam menurunkan Dellia setiba mereka berada di depan pohon mangga. Untungnya mangga itu tidak tinggi, jadi Adam tidak perlu memanjat. Adam melihat sekitarnya, tidak ada orang. Tidak apalah besok jika pemilik mangga ini marah, Adam akan menganti rugi. "Udah sekarang ambil terus," Dellia mengangguk mendengar ucapan sang suami. Rasanya Dellia tidak sabar memakan mangga itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD