Bab 30

1027 Words
Dellia langsung dengan semangat memetik setiap mangga yang menurutnya sangat menarik. Adam menguap saat memperhatikan Dellia yang sangat lama memilih mangga. "s**l," umpat Adam pelan. Sepertinya ia harus memberi pelajaran pada wanita ini. Adam berjalan pelan menunju belakang pohon. Rencananya Adam akan bersembunyi dan setelah itu Dellia pasti panik karena tidak ada dirinya. "Mas udah," Dellia langsung berbalik dengan lima mangga yang berada di delam gendongannya. "Mas," teriak Dellia panik saat tidak melihat kehadiran Adam. Ia melihat sekeliling dan tidak ada Adam di mana-mana, mau menelepon Adam pun tidak bisa karena ia tidak membawa ponsel. Jadi sekarang bagaimana Dellia bisa menemukan Adam? "Apa Mas Adam pulang duluan?" terka Dellia dengan tangan yang memeluk tubuhnya sendiri. Jujur Dellia ngeri berada di sini sendirian. Apalagi sekarang sudah waktu dini hari. Dellia berlari dengan cepat untuk kembali ke rumah. Sangking cepat berlari Dellia tidak sadar jika ada batu yang berada di depannya, Dellia menutup kedua matanya erat. Pasrah jika harus jatuh menyedihkan di lantai aspal itu. Tubuh Dellia malah tidak merasa sakit sama sekali. Dellia membuka matanya pelan, ia langsung memeluk tubuh Adam erat saat yang menolongnya agar tidak jatuh itu adalah suaminya sendiri. "Kemana aja?" tanya Dellia. "Maaf, tadi ada yang manggil." Dellia mengangguk pelan. "Ya udah ayo balik," Adam membiarkan tubuhnya yang dipeluk oleh Dellia. Adam mengutip mangga yang dijatuhkan Dellia. "Jangan gitu lagi Mas, aku takut," Dellia mengusap wajahnya yang basah karena air matanya. Tidak tau kenapa melihat kehadiran Adam ia langsung meneteskan air mata. "Maaf," ulang Adam sekali lagi. Maaf hanya berucap dimulutnya saja padahal Adam senang melihat Dellia menagis, pada akhrinya rencananya berhasil menaku-nakuti Dellia. "Yaudah cium," permintaan Dellia membuat Adam mengernyit. Adam merasa seperti berhadapan dengan wanita lain. Sebelumnya sangat jarang Dellia meminta hal seperti ini duluan. "Oke," Adam mencium pipi Dellia pelan selanjutnya melumat bibir Dellia pelan. Secara cepat juga Dellia berhenti menangis. Dellia melihat sekelilingnya, syukur tidak ada orang. Jika tidak Dellia akan malu jika berhadapan dengan tetangganya nanti. "Mau makan sama aku?" tawar Dellia pada Adam. "Nggak perlu, Mas udah ngantuk banget." Dellia menurut, ia tidak mau menganggu Adam lagi. Pasti Adam sudah sangat lelah bekerja seharian. Dellia langsung memakan mangga asem ini dengan lahap. Aneh biasanya Dellia tidak suka mangga asam seperti ini. *** "Wajah kamu nampak cerah pasti lagi bahagia ya, enak ya kalau udah nikah." Hari ini Billa, Intan dan Dellia berada di sebuah restoran. Sepulang kuliah tadi Intanlah yang mengajak mereka untuk nongkrong sebentar. "Iya enak, tapi pernikahan aku sama Mas Adam itu nggak pernah adu pendapat yany bikin berantem hebat gitu loh. Aku cuman sedikit heran, ini baru pertama kali ketamu sama pria yang sesabar dia. Aku bersyukur banget bisa berjodoh dengan Mas Adam." "Wah kamu beruntung banget De," sahut Intan. "Jujur aku nggak tau kenapa kayak ngerasa yang aneh aja gitu. Tapi nggak tau itu apa." "Karena soal yang suami kamu nggak pernah marah itu? Jadi kamu mau berantem De?" tanya Billa sambil terkekeh. "Bukan, bukan gitu. Tapi Mas Adam itu sempurna banget Bil, aku sampai sekarang belum nemuin kekurangan dia." "Udah nggak usah dipikiran, kan wajar aja kalian nikah pun belum sampai setahun," sela Intan. "Iya sih, semoga aja sifat Mas Adam nggak akan berubah." "Aamiin," sahut Intan dan Billa serentak. "Oh iya, aura kamu kok agak beda gitu ya?" entah kenapa Intan merasa jika Dellia seperti ada sesuatu. Mungkin karena wajahnya yang tempak lebih cerah. "Emang iya?" "Iya, hm kamu sakit ya? Kayak lemas gitu," tanya Intan. "Sakit lambung," jawab Dellia. "Jangan sering makan lemak sama pedas De," Dellia mengangguk mendengar nasihat Intan. "Aku mau cerita," ucap Billa sambil menatap kedua temannya dengan gugup. "Mau cerita apa, tumben cerita pakek bilang dulu," Intan menatap Billa serius karena tidak biasanya Billa seperti ini. "Sebenarnya mau cerita dari dulu, tapi aku malu dan sekarang masih bingung banget." "Ada apa Bil, bikin penasaran aja," Dellia tidak sabar mendengar cerita Billa. "Kalian tau Pak Fiki ngelamar aku." Dellia dan Intan memulatkan mata mereka. Tidak menyangka sebentar lagi sahabat mereka akan menikah juga. "Kok bisa Bil, bukannya kalian sering nggak akrab." Masih sangat jelas diingatan Intan saat di mana mereka sering tidak akur. Bahkan Billa sering menangis akibat Pak Fiki yang entah karena terlalu galak atau karena Billa yang cengeng. "Itulah aku juga nggak sangka sih." "Jadi gimana keputusan kamu?" tanya Dellia. "Aku juga belum tau De, aku bingung. Aku juga susah milih karena orangtua aku maksa buat nerima karena kata mereka Pak Fiki sudah cocok buat aku. Ternyata keluarga Pak Fiki sama keluarga aku emang udah kenal sebelumnya," lanjut Billa lagi. "Oh, ikutin kata hati kamu aja. Kamu suka nggak sama Pak Fiki?" tanya Dellia. "Aku kurang tau, tapi aku juga nggak mau aja gitu nolak dia." "Nah, itu pertanda kamu mau sama dia Bil. Kamu tu cuman gengsi doang," sambung Intan lagi. "Kayaknya aku bakalan nerima Pak Fiki," lanjut Billa lagi. "Ya, kamu harus kasih jawaban karena keinginan kamu sendiri, jangan karena paksaan orang tua kamu Bil," lanjut Dellia lagi. "Makasih ya," lanjut Billa lagi. Setelah bercerita ada rasa lega yang memenuhi hatinya. "Enak ya kalian udah dapat jodoh," ucap Intan sambil menerawang. "Jodoh nggak ke mana, pasti kamu bentar lagi nyusul kita juga," balas Billa. "Iya Ntan, kamu doakan semoga kamu cepat dapat jodoh yang bisa membahagiakan kamu." "Aamiin," ucap Intan dan Billa serentak. "De, suami kamu tu ya?" tunjuk Intan ke arah disembrang sana tampak seorang pria yang memakai kacamata hitam sambil memegang sebuah kopi sepertinya sih baru ke restoran ini tapi hanya memesan kopi saja. "Iya itu suami aku," jawab Dellia dengan mata yang berbinar-binar. Tidak menyangka akan bertemu seperti ini, tapi wajar saja mereka ketemu karena di depan restoran ini ada perusahaan yang di sana tempat Adam kerja. "Wah ganteng banget suami kamu De," puji Billa. "Hehehe," kekeh Dellia. "Dia masuk ke dalam perusahaan itu, di sana tempat suami kamu kerja De?" tanya Billa lagi. "Iya, Mas Adam kerja di sana." "Wah pengen banget kerja di sana pas lulus nanti." "Nanti aku tanya deh sama suami aku pas kita lulus ada lapangan kerja nggak di sana." "Serius De?" "Iya serius." "Makasih." "Sama-sama." "Oh iya, di dalam sana pasti mewah kali kan?" tanya Intan. Emang perusahaan itu tidak sembarangan orang yang boleh masuk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD