Bab 27

1022 Words
"Terserah Papa saja." Alva dan Sarah terdiam beberapa saat. "Mama nggak nyangka kalau Hito bisa ngianati Adam kayak gitu," Sarah memecah keheningan. Masih sangat jelas teringat olehnya saat di mana Adam langsung memperkenalkan Hito kepada mereka. Dan menyuruh Alva untuk menyekolahkan Hito di tempat sekolah Adam. Pertemanan seperti itu membuat Sarah tidak menyangka jika Hito bisa menghianati Adam. "Ya karena Papa ancam kalau Papa akan buat dia nggak bisa kerja lagi di rumah sakit kalau dia nggak nurutin apa yang Papa mau." "Astagfirullah," Sarah menatap Adam dengan pandangan tidak habis pikir. Apa suaminya tidak bisa menyuruh orang lain saja? Ini Hito teman Adam! Bagaimana jika Adam tau, sudah akan dipastikan bahwa Adam akan marah jika mengetahui bahwa temannya sendiri menghianatinya. "Kenapa nggak suruh orang lain aja sih Pa? Kalau Adam tau gimana?" "Mama tenang aja, Papa udah pastikan jika Hito tidak akan memberi tau Adam." Sarah hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan. Sungguh Sarah berharap bahwa hal ini tidak diketahui oleh anak mereka. Setelahnya ia bangun dari duduknya dan masuk ke dalam kamar. Alva menatap punggung Sarah yang sudah pergi meninggalkannya sendiri disini. Walaupun sudah tau rencana Adam yang ingin membuat Adam dan Sarah menderita, tapi Alva tetap akan memberikan perusahaan itu untuk Adam. Karena ini semua emang sudah hak Adam. Alva akan mempercepat memberikan perusahaan itu kepada Adam tentu saja agar Dellia tidak semakin kecewa nantinya. Semakin cepat perusahaan ini Alva berikan pada Adam, maka Adam akan lebih cepat Adam melepaskan Dellia. Alva juga sudah mempersiapkan apa yang harus ia lakukan saat Adam sudah medapatkan posisi tertinggi diperusahaannya. Untuk Dellia, tentu saja menantunya akan ia bawa pulang ke rumah Ayahnya secara baik-baik jika Adam tidak mau menerima Dellia lagi. Alva tidak menyesal sama sekali menjodohkan mereka. Disetiap shalatnya Alva selalu berdoa untuk kebaikan rumah tangga anaknya. Alva selalu berdoa agar kehidupan Dellia dan Adam bisa baik-baik saja. Alva juga berharap bahwa Adam akan bisa membuka hatinya untuk Dellia. *** Setelah mengetuk pintu, Dellia langsung masuk ke dalam ruangan kerja Adam. Mereka sekarang sudah berada di rumah sendiri, tidak di rumah mertua lagi. Adam meminta pulang lebih cepat. Dellia sangat nyaman berada disana, tapi tampaknya Adam tidak nyaman. Saat ditanya Adam malah menjawab jika ia hanya kangen dengan rumah mereka. "Ini Mas kopinya," Dellia duduk di depan Adam, tapi tampaknya Adam seperti tidak perduli dengan keberadaan Dellia sekarang ini. "Nggak diminum kopinya?" tanya Dellia lagi dengan suara yang lebih ia besarkan. Adam tampak terkejut. "Mas ada masalah?" "Nggak," Dellia mengangguk. "di minum kopinya Mas," lanjut Dellia lagi. "Iya, nanti," jawaban Adam membuat Dellia mengangguk saja dengan pandangan yang tidak lepas dari Adam. Entah kenapa melihat wajah Adam membuat Dellia merasa sangat tenang dan nyaman. Dellia sungguh senang bisa menikah dengan Adam, syukurnya Dellia tidak menolak Adam saat itu. Karena terbukti Adam tampak sayang dengannya. Emang kita tidak boleh menilai orang hanya dengan sekali pertemuan saja. Sekarang Dellia merasakan penikahan yang sangat indah. Ia harap penikahan mereka akan terus bahagia. "Ngapain ke sini?" tanya Adam saat merasa Dellia tidak kunjung pergi. "Hah?" Apa sekarang Adam tidak suka dengan keberadaannya? "Bukan maksud Mas, cuman kopi aja?" tanya Adam mencoba mengalihkan pembicaraan. Adam langsung mengalihkan pembicaraan karena melihat wajah syok Dellia membuat Adam berpikir jika pertanyaan tadi bisa saja membuat Dellia tersinggung. "Mas mau kue?" tanya Dellia yang beranjak hendak bangun dari duduk berniat untuk ke dapur mengambil kue. Adam melirik jam tangannya. "nggak usah De, rupanya udah telat untuk Mas ke Kantor," jawab Adam sambil meminum sedikit kopi buatan Dellia. "Mau di pasangin dasi?" tawar Dellia. Tanpa menunggu persetujuan Adam, Dellia langsung mendekat dan mengalungkan kedua tangannya di sekitar leher Adam. Adam memandangi wajah yang cantik tapi agak berbeda hari ini, wajah Dellia tampak pucat. Apa wanita ini sakit? "Huek," Dellia langsung menundukkan wajahnya saat rasa mual mendera. Dellia tidak menuju kamar mandi, karena ia tau muntahnya tidak keluar percuma jika Dellia mencoba memuntahkannya. "Kamu sakit?" tanya Adam. "Iya Mas, agak mual mual belakangan ini. Mungkin karena lambung aku kambuh," Adam mengangguk saja. Setelahnya Adam berniat untuk langsung ke Kantor, tapi langkahnya ditahan: "Eh tunggu Mas," Dellia menahan tangan Adam. "Kenapa?" "Mas di perusahaan kerja jadi CEO ya?" Dellia bertanya karena ingin berbasa basi saja, sebelum ini Dellia sudah bertanya soal pekerjaan Adam saat awal penikahanya dulu. "Iya, emang kenapa?" "Ada masalah ya?" tanya Dellia lagi yang membuat Adam semakin heran. "Nggak kok, nggak ada masalah apa-apa, emang kenapa? Tumben nanya." Dellia memilin kedua tangannya, sejak pembicaraannya dengan adik ipar, Dellia jadi merasa cemas sendiri. Ia seperti merasa ada yang disembunyikan oleh Adam. "Nggak kok Mas, nanya aja." Adam mengangguk. "Oh iya, Mas cinta nggak sama aku?" Dellia reflek menutup mulutnya saat pertanyaan aneh dari mulutnya keluar begitu saja. Adam semakin menatap Dellia dengan dalam, sepertinya ada yang memperngaruhi wanita ini hingga Dellia tampak ragu dengan perasaannya. "Tentu saja cinta, maaf ya aku nggak bilang dari awal, karena ya aku kira kamu bisa ngerasain dari perilaku aku aja," sambung Adam lagi dengan senyuman tipisnya. Adam mengelus pipi Delia dengan lembut. "Sama Mas, aku juga cinta sama Mas," Dellia memeluk Adam dengan erat. Ia sangat bersyukur hubungannya dengan Adam tidak bertepuk sebelah tangan. Kekhawatirannya langsung sinar saat ucapan cinta keluar dari mulut Adam walaupun harus ditanya dulu. Berbeda dengan Adam yang tertegun beberapa saat, apa ini artinya rencananya membuat Dellia mencintainya berhasil? Adam tersenyum miring. Dellia memegang kedua pipi Adam, dan mengecup pelan bibir suami kesayangannya ini. "Tumben kamu nanya?" tanya Adam sambil menatap mata Dellia dalam. Ia akan memastikan orang yang mempengaruhi Dellia akan mendapatkaj balasan yang setimpal. "Ini karena aku sering nonton, disitu kalau cowoknya cinta sama ceweknya pasti bakalan diungkapin." "Oh." "Yaudah Mas berangkat terus. Maaf udah nahan," Dellia langsung mengambil tangan Adam dan langsung ia salami. "Oh iya." "Mas." "Apa lagi?" Adam harus apa biar wanita ini bisa diam? Adam sudah sangat telat sekarang. "Mas marah?" tanya Dellia pelan saat mendengar suara Adam yang tampak kesal. "Nggak." "Cium kening," pinta Dellia sambil menunduk. Adam langsung mencium kening Dellia sekilas setelah itu langsung keluar menuju Kantornya. Adam harap ia belum terlambat untuk segera ke Kantor. Sedangkan Dellia ikut berlari ke depan rumah untuk melihat kepergian Adam, tidak lupa Dellia juga melambaikan tangannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD