"Nggak Kak, kami cuman gimana ya bilangnya. Intinya kami cuman malu aja," jelas Aya. Sebenarnya alasan Aya dan adiknya Ayi merasa iri dengan kedekatan Dellia dengan Kakak mereka. Ia merasa iri dengan Dellia yang tampak sangat disayang oleh Adam, berbeda dengan mereka yang sering tidak di anggap. Rasa iri ini membuat mereka terkadang tidak suka dengan keberadaan Dellia.
"Bagus deh, Kakak kira ada masalah. Kalian jangan malu ya, karena Kakak sekarang udah jadi Kakak ipar kalian," Aya dan Ayi hanya mengangguk.
"Hm, kami mau nanya Kakak kok bisa dekat sama Kak Adam? Padahal kan kalian menikah karena perjodohan."
"Oh itu, Kakak juga nggak tau Dek. Kami pernah bertemu sebelum ada kabar penikahan ini, dan disaat itu sifat Kak Adam emang kurang baik, tapi sejak kabar pernikahan, Mas Adam jadi baik banget, bahkan sampai sekarang Mas Adam nggak pernah marah."
Cerita dari Dellia membuat Aya dan Ayi saling pandang. Mereka seolah tau apa yang terjadi sekarang.
"Masalah perusahaan Kak Adam tentang posisi jabatannya Kakak tau nggak?" tanya Ayi dengan hati-hati.
"Nggak tau sih, Kakak taunya Mas Adam kerja sama Papa Alva kan?"
Aya dan Ayi tau masalah ini, karena mereka juga anak dari Alva. Dan Papa mereka mengatakan bahwa perusahaan adalah hadiah dari pernikahan Adam dengan Dellia.
Aya dan Ayi mengangguk.
"Emangnya kenapa ya?" tanya Dellia.
Aya mengedipkan sebelah mata kanannya supaya Ayi tidak memberi tau. Mereka tidak boleh gegabah, bisa saja kan jika Adam tidak berniat jahat. Jadi mereka harus mencari tau lebih dahulu.
"Nggak ada apa-apa kok Kak," balas Ayu.
"Oh ya kami baru aja bawa makanan korea? Kakak mau?" tawar Ayi.
"Hm boleh."
"Oke, sekarang kita masak dulu ya," ucap Ayi lagi.
Mereka berdua membawa belanjaan mereka menuju dapur dan memasak bersama-sama.
***
"Mas Adam udah pulang," gumam Dellia, ia langsung berjalan cepat menuju suaminya. Dan menyalim tangan suaminya
"Mas aku ada masak korea kamu mau?" tanya Dellia.
"Nggak suka," balas Adam singkat.
"Cobain aja dulu Mas, pasti enak,"
Dengan sangat amat terpaksa, Adam langsung duduk dan menunggu Dellia mempersiapkan mie korea itu. Aya dan Ayi yang melihat pemandangan di depan membuat mereka terpana beberapa saat, seumur hidup mereka sangat tidak pernah Kakak mereka bisa nurut dengan begitu saja pada orang lain.
"Gimana?" tanya Dellia saat Adam sudah menelan mie.
"Iya enak."
"Yaudah Mas makan ya sampai habis, lagi pula itu porsinya nggak terlalu banyak. Kalau mau nambah nanti aku ambilin," Adam hanya menurut lagi pula mie ini emang benar-benar enak.
"Itu karena mereka loh, mereka yang masak Mas. Adik Mas pinter pinter banget," puji Dellia sambil tersenyum ke arah Aya dan Ayi.
"Oh."
"Kok singkat Mas, ucap terima kasih dong," Adan mengempalkan kedua tangannya di bawah meja, ini sudah keterlaluan. Wanita yang dijodohkan dengannya sudah semakin mengatur Adam.
"Makasih," ucap Adam sambil tersenyum tipis.
"Nggak bisa gitu dong Kak, kami mau hadiah," pinta Aya.
"Kamu nggak ikhlas?" tanya Adam.
"Bukan gitu Kak, kami berdua mau dipeluk sama Mas Adam."
Dellia menatap Adam begitu pun dengan Adam yang ikut menatap Dellia.
"Belum mandi," balas Adam. Hanya itu alasan yang bisa ia ucapkan agar mereka tidak menjalanlan keinginan mereka.
Adam bersiap-siap bangun hendak menuju kamar.
"Nggak kok, nggak papa," sela Ayi cepat.
"Yaudah kalian langsung peluk aja Mas Adamnya," ucap Dellia.
Adam langsung terhenti berjalan saat Aya memeluk tubuhnya dengan erat, dan Adam hanya diam membiarkan Aya memeluknya.
Ayi sudah tidak sabar menanti gilirannya, ia bersiap hendak memeluk Adam, tapi saudari kembaranya lama sekali.
"Udah dong Kak, aku mau juga," tampak Ayu mendengus, tapi sebelum melepas pelukan erat itu Aya lebih dulu memberikan kecupan di pipi Adam.
Adam tampak terkejut, tidak urung pria itu hanya diam membisu, dan selanjutnya Ayi yang memeluk Adam. Dan setelah sekian menit Ayi melepas pelukannya dengan Adam lalu juga mencium pipi Kakaknya.
"Makasih banyak Kak," Aya dan Ayi memeluk Dellia erat. Setelahnya kedua kembaran itu langsung menuju ruang tv sambil memegang cemilan mereka beserta makanan korea yang barusan mereka masak. Jangan lupa juga dengan senyuman mereka yang tidak lepas sedari tadi.
"Kenapa mereka gitu Mas?" Dellia sedikit heran saja, mereka seperti baru pelukan saja dengan Adam.
Adam hanya menggelang pelan. Sampai kapan Adam harus terus menjalankan sandiwara ini? Setelahnya Adam memilih untuk ke kamar saja, Dellia ikut mengikuti Adam yang memasuki kamarnya.
***
"Lebih baik kita kasih terus Pa perusahaan kita ke Adam," Sarah dan Alva sedang duduk berduaan di atas balkon rumah. Dan di bawah mereka ada pemandangan Dellia yang sedang bersandar manja dengan Adam.
Sarah yakin dengan cinta yang di beri oleh Adam ke Dellia bisa melembutkan hati putranya.
"Iya, lebih baik dipercepat. Papa yakin Adam sudah tidak sanggup lagi menahan sandiwaranya. Adam tidak benar-benar menyangi istrinya, anak kita itu hanya memanfaatkan Dellia."
"Maksudnya?" Sarah menatap Alva dengan kening yang ia kerutkan.
"Papa ngawasin Adam," jawab Alva yang membuat Sarah reflek menatap suaminya tajam.
"Kamu tau kan Adam benci sama kita! Kalau dia tau Papa ngawasin dia. Adam bakalan tambah benci sama kita? Apa Papa mau dibenci sama anak sampai mati? Kita udah tua, nggak lama lagi mati," bentak Sarah.
Sarah sudah sangat pasrah saat Adam masih tidak mau memaafkannya, tapi bukan berarti Sarah ingin Adam semakin membencinya.
"Ini demi kebaikan Dellia Sar, Papa hanya mengawasi Adam sejak dia menikah. Dan kamu tau Adam juga mengawasi kita."
Sarah terdiam mencoba meredakan kegelisahannya, ucapan suaminya ada benarnya juga. Ia tidak mau karena keesoisan mereka Dellia ikut kena imbasnya. Tapi disisi lain, Sarah sadar pasti Adam akan sangat marah jika semua ini kebongkar.
"Gimana cara Adam ngawasin kita?"
"Lewat Sekretaris Mas?"
"Kalau Papa?
"Lewat Hito," jawaban Alva membuat Sarah ikut terkejut.
Sarah tertegun ia rasanya sudah tidak sanggup manahan semua masalah yang tidak pernah hilang dari hidupnya. Ia hanya tidak menyangka jika Hito sahabat putranya bisa menghianati Adam.
"Udah Pa berhenti ngebuntutin Adam. Mama nggak mau sampai Adam tau. Papa tau kan hubungan kita sama Adam udah hancur banget," Alva terdiam sambil menatap langit. Ini emang sudah sangat rumit.
"Ini demi kebaikan Adam, Ma. Kalau kita nggak ngelakuin sesuatu, Papa nggak yakin Dellia bakalan baik-baik saja."
"Terserah Papa saja," jawab Sarah pelan.sambil melirik Alva sekilas.