Pipi Dellia sudah memerah padam, sungguh ia malu mendengar ucapan Intan barusan.
"Suami kamu ganteng De," bisik Intan, setelahnya Intan langsung turun ke bawah. Padahal Intan ingin berlama-lama berbicara dengan Dellia, tapi ia sadar masih banyak yang ingin bersalaman dengan kedua mempelai.
"Dellia aku udah nikah hiks," Dellia langsung ditubruk oleh Billa tanpa persiapan hingga ia hampir terhuyung kebalakang karena tidak siap. Untung saja ia bisa mengimbangkan badannya jika tidak jadi terjatuh.
Billa hanya terus menangis tidak mengucapkan apa-apa. Dan Dellia hanya mengusap bahu Billa dengan pelan.
"Banyak yang ngantri, cepat," suara bass di sampaing Billa membuatnya langsung melirik ke arah samping ternyata di sana ada Pak Fiki. Pak Fiki? Dellia emang mengundang teman-teman dan Dosennya. Tapi yang membuatnya penasaran apa mereka pergi barengan? Ada hubungan apa sebenarnya antara Billa dan Pak Riki?
"Hehehe, semoga samawa ya," Dellia mengangguk dengan senyuman yang tidak lepas dari bibirnya.
"Makasih Bil," Billa turun dari panggung.
"Kamu datang sama Pak Fiki?" tanya Dellia pelan tepat di samping telinga Billa, ia tidak ingin suaranya terdengar oleh Pak Fiki.
"Ceritanya panjang De, nanti aku cerita ya," balas Billa sambil mengusap pipinya yang basah. Setelahnya Billa langsung menuruni pelaminan.
"Selamat De," ucap Fiki.
"Makasih Pak," jawab Dellia.
***
Setelah acara resepsi penikahan selesai, mereka kembali ke rumah orang tua Dellia, begitu pun dengan keluarga Adam ikut berkumpul di rumah Dellia. Dan kabarnya Adam ingin segera pindah hari ini ke rumah pria itu, tapi Dellia meminta untuk besok saja karena Dellia sudah sangat leleh hari ini.
Rasanya Dellia ingin menangis seharian saat mengingat akan berpindah rumah. Ia sudah sangat nyaman tinggal bersama kedua orang taunya.
Ini bukan hal mudah, Dellia sudah sangat tergantung dengan kedua orangtuanya.
Suara decitan pintu terbuka membuat Dellia yang tadi sedang menyisir rambut menjadi terkejut. Ia melihat ke arah belakang mengecek siapa yang masuk dan ternyata suaminya yang masuk. Ya ampun Dellia sangat gugup sekarang, apalagi sekarang Dellia tidak menggunakan jelbab. Walaupun sebelumnya ia sudah menyisir tetap saja malu.
Tapi tampaknya Adam tidam perduli dengannya, Adam malah langsung masuk ke kamar mandi. Berhubung ia sudah rapi dengan piyama tidur, Dellia langsung menuju koper dan mencari piyama Adam dan meletakkannya di atas kasur.
Tidak lama kemudian Adam keluar dengan handuk yang hanya menutup bagian bawah. Dengan handuk kecil yang berteger di kepala Adam, pria itu mengusap rambutnya yang basah.
Jantung Dellia berdetak cepat, sangking cepatnya Dellia menjadi gemetar sendiri. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia tidak terbiasa melihat pria bertelanjang d**a seperti itu.
"Mas, itu bajunya udah aku siapin," hanya itu yang dapat Dellia ucapkan.
"Makasih," ujar Adam sambil mengambil piyama yang berada di atas kasur. Dan tanpa segan Adam langsung memakai baju di depan Dellia dan membuka handuk yang berada di pinggang Adam. Hal itu membuat Dellia langsing menutup matanya dengan erat.
"Udah siap De," tegur Adam pelan, dan setelahnya Dellia membuka matanya.
Dan mereka bedua terdiam dengan saling menatap.
"Kenapa ngeliarin terus?" tanya Adam lagi. Ia akan berusaha bersikap sebaik mungkin, walaupun ini menyiksa tapi setidaknya Dellia tidak akan curiga atau bikin masalah seperti minta cerai disaat penikahan mereka belum berlangsung selama dua tahun
Selesai Adam berbicara seperti itu, Dellia tampak gugup bahkan gadis itu menunduk dengan tangan yang saling memilin.
"Ayo ke bawah," Adam mengenggam tangan yang lembut itu.
"Tapi, kita pakai baju ini?" sebenarnya Dellia sudah biasa memakai baju piyama, tapi di bawah pasti sedang ramai.
"Nggak papa, dari pada kita kelaparan," tutur Adam.
"Iya juga ya," Dellia melepaskan tangannya yang berkeringat dingin dari tangan Adam dan langsung mengambil jilbab instannya lalu memakainya.
Adam dan Dellia menuruni tangan dengan jarak yang sedikit berjauhan. Di bawah penuh dengan tawa bahagia dari keluarga mereka. Para saudara dan tetangga sudah kembali ke rumah mereka masing-masing, sekarang hanya tinggal keluarga inti saja.
"Eh pegantin baru udah datang, ayo kalian makan dulu ya," Siti memegang tangan Dellia dan Adam untuk ke bawa ke meja makan yang sudah dipenuhi dengan berbagai makanan. Siti pun meninggalkan Adam dan Dellia berduaan, sedangakan wanita paruh baya itu kembali menuju ruang keluarga.
Mereka makan dengan kecanggungan. Tidak ada yang membuka pembicaraan, hingga makanan pun tandas di piring masing-masing.
"Ayo kita ke ruang sana," tunjuk Adam ke arah tempat di mana keluarga mereka sedang berkumpul. Dellia mengangguk dan mengikuti langkah Adam.
"Duduk sini sayang," Sarah memanggil Dellia agar duduk di samping wanita itu. Dellia pun menuruti. Ia senang bisa mendapatkan mertua yang sangat terbuka menyambutnya, ia bersyukur tidak mendapatkan mertua yang galak pada menantunya seperti cerita orang-orang.
Sedangkan Adam duduk di samping Rio yang sejak tadi tidak lepas dari ponselnya. Rio selalu saja asik bermain game.
"Mabar bang?" ajak Rio dan Adam hanya menggelengkan kepalanya.
"Maaf ya kalau kami terlalu ribut dan menganggu malam pertama kalian," ujar Siti.
Malam pertama? Memikirkannya saja membuat Dellia ingin menghilang, yaampun jujur ia takut. Dellia melihat ke arah Adam dan ternyata pria itu pun melihat ke arahnya, Dellia langsung mengalihkan pandangan matanya.
"Yah, Adam izin mau bawa anak Ayah ke rumah Adam, besok kami langsung pindah," ujar Adam kepada Wisnu. Dan pria paruh baya itu mengangguk dengan wajah yang sedih. Sangat sulit sebenarnya meninggalkan anak perempuan yang sangat ia sayangi, tapi apa boleh buat emang sudah kewajiban seorang istri untuk selalu ikut kemana pun suami pergi.
"Bu, Adam izin bawa Dellia ya," izin Adam pada Siri, dan Ibu mertuanya mengangguk dengan mata yang sudah mengeluarkan air mata.
Dellia menahan tangisnya saat melihat Ibunya menangis, karena ia sangat sering menangis saat melihat Ibunya menangis bahkan saat ia tidak tau apa yang membuat Ibunya menangis.
"Jam berapa Dam?" tanya Alva.
"Besok pagi," jawab Adam.
"Lebih baik besok sore saja, kan kasian juga Dellia kalau malam ini harus beres-beres, kalau sorekan Dellia bisa siap-siap pas siang," ujar Sarah.
Ingin rasanya Adam mengumpat, ia ingin segera pergi dari rumah ini. Adam malas jika harus terus bersikap baik dengan semua orang.
"Yaudah besok sore," ucap Adam.
"Adam saya tegaskan jangan sakiti anak saya, jika kamu melakukannya saya tidak segan-segan mengambilnya kembali. Kamu sudah menjadi kepala keluarga, dan Ayah harap kamu bisa menjadi imam yang baik dan bisa memimbing anak Ayah,"
"Iya, Adam akan berusaha untuk menjadi suami yang baik untuk Dellia."
"Jangan lupa kabar baiknya ya, Mama nggak sabar punya cucu pertama," Adam memutar bola matanya malas, ini perempuan kenapa sih selalu saja meminta hal yang sangat menyengkelkan bagi Adam.
Dellia hanya bisa mengaminkan dalam hati. Dellia juga sangat mengharapkan anak.
***