"Nggak tau sih, belum pernah masuk."
"Wow, udah mau empat bulan De kalian nikah, dan kamu belum ke tempat kerja suami. Habis ini kamu harus datang dan liat apa yang suami kamu buat di sana," saran Intan, kan rugi sudah memiliki suami mapan tapi tidak bisa melihat seperti apa sih orang kaya saat bekerja.
"Iya deh, nanti aja. Kalian mau ikut?" tanya Dellia.
"Nggak perlu De, kami tunggu cerita kamu aja," jawab Billa.
"Bukannya kalian pengen liat dalamnya?"
"Iya sih, tapi kami takut diusir kan nggak ada keperluan di sana," jawab Intan.
"Oke deh kalau gitu."
Mereka pun asik berbincang, setelah itu mrnghabiskan semua makanan yang ada di atas meja makan.
***
Setelah shalat azar berjamaah bersama dengan Intan dan Bila, Dellia langsung menuju Kantor Adam, sedangkan kedua sahabatnya sudah pulang duluan.
Di dalam perusahaan yang sangat besar ini para pekerja sangat formal, bahkan terkesan diam tidak ada keributan sedikit pu, bahkan para penjaga di depan pintu pagar pun tidak tersenyum.
Dellia sebenarnya malu, hanya saja ia pengen bertemu dengan Adam.
"Siapa ya Buk?" tanya wanita penjaga yang berada di depan pintu.
"Saya istrinya Adam."
"Dellia?" tanya wanita itu, dan Dellia mengangguk. Emang seluruh pekerja di perusahaan ini diundang semua oleh Papa mertuanya untuk hadir dihari penikahannya.
"Ingin ketemu dengan bapak Adam? Mari ikut saya
Dellia pun mengikuti langkah kaki wanita itu.
"Di sini ruangannya."
Dellia langsung berhenti di depan pintu besar di mana tempat Adam bekerja.
"Kalau begitu saya permisi," wanita itu sedikit membungkuk.
"Makasih," wanita itu membalas ucapan Dellia dengan senyum tipisnya.
Tok. Tok. Tok.
Dellia mengetuk tapi tidak kunjung ada suara, hal itu membuat Dellia memilih untuk masuk saja tanpa menunggu sahutan.
"Kan sudah saya bilang kalau saya nggak jawab artinya nggak boleh masuk ke ruangan saya!" bentak Adam keras, bahkan sedikit memukul meja. Hal itu membuat Dellia terkejut, ia memegang dadanya sebab jantungnya berdetak dua kali lipat.
Adam langsung membisu saat melihat tubuh mungil istrinya yang sekarang berada di depannya.
"Maaf, aku kira tadi Sekretaris aku," jawab Adam dengan sedikit kaku. Ya ampun wanita ini kenapa tidak memberi kabar jika akan datang ke Kantor nya.
"Iya Mas, nggak papa."
Dellia duduk di sofa sambil mencoba menenangkan diri. Dellia tidak menyangka jika Adam bisa bersikap sekejam itu saat bekerja, jauh berbeda saat Adam berada di rumah. Adam hanya sangat dingin atau jarang sekali berbicara dengan para pekerja di rumah.
Adam beranjak dari duduknya, dan ikut duduk di samping Dellia. Pria itu hanya diam karena ia sendiri bingung ingin membuka pembicaraan seperti apa.
"Ada yang mau kamu bilang? Tumben ke sini, kok ngabarin dulu?" akhirinya hanya pertanyaan itu yang bisa Adam lontarkan.
Adam langsung memantung terkejut, saat Dellia malah duduk di atas pangkuannya sambil memeluk leher Adam erat.
"Hiks, jangan marah-marah. Aku kan jadi terkejut," ucap Dellia dengan isakan tangisnya. Adam menepuk pelan punggung bergetar itu.
"Kenapa nangis?" tanya Adam.
"Mas marah-marah," jawab Dellia. Entah kenapa ia malah menjadi cewek cengeng yang nggak jelas seperti ini.
"Iya nggak marah, maaf," Adam membalas pelukan Dellia, karena jujur memeluk wanita ini sangat nyaman apalagi dengan wangi soft yang hanya bisa dicium jika berdekatan dengan Dellia saja. Wanita ini emang tidak suka memakai minyak wangi yang menyebar.
Ini pertama kalinya Adam melihat Dellia menangis, sebelumnya belum pernah. Aneh padahal jelas-jelas Adam tidak memarahi Dellia, tapi wanita ini malah menangis. Bagaimana nanti jika Adam berprilaku jahat pasti Dellia langsun meminta cerai.
"Mas jangan marah-marah ya sama Sekretaris Mas sama yang lainnya juga. Kasian mereka kena marah sama Mas, Mas serem kalu marah," jelas Dellia sambil sesegukkan.
"Iya, nggak usah nangis lagi," balas Adam.
Dellia mengangguk dan menghapus air matanya.
"Nanti malam akan ada acara pengumuman kenaikan jabatan aku, jadi nanti malam kamu harus datang juga."
Dellia tersenyum senang, ia senang saat suaminya semakin sukses seperti ini.
"Alhamdulillah, iya Mas," jawab Dellia.
Ia hendak beranjak ingin bangun dari pangkuan Adam karena malu ia memeluk Adam seperti anak kecil dengan kaki yang mengait di antara pinggang Adam.
"Eh mau ke mana?" tanya Adam yang kembali merapatkan tubuh mereka seperti tadi.
"Mau duduk di sofa aja," jawab Dellia.
"Udah mancing terus mau kabur?" sindir Adam dengan seringaiannya.
"Hah? Dellia lagi nggak mancing kan nggak ada sungai di sini dan Dellia nggak kabur Mas, cuman mau duduk di sofa," balas Dellia.
Adam semakin geram dengan ucapan polos Dellia. Ia ingin mengigit pipi Dellia yang entah kenapa sepertinya tampak lebih tembem dari biasanya.
"Akh," Dellia memundurkan wajahnya saat Adam malah mengigit pipi Dellia.
"Kita selesaikan ini di kamar," Dellia tersentak kaget saat Adam mengangkatnya masuk ke sebuah kamar yang berada di dalam ruangan ini.
***
Malam ini adalah malam yang sudah ditunggu-tunggu oleh Adam, apalagi kalau bukan kenaikan jabatannya. Adam sekarang sudah tampan dengan menggunakan toxedo hitamnya, sedangkan Dellia juga sudah cantik dengan dress bewarna pink mudanya.
Setelah hampir memakan waktu satu jam, Dellia dan Adam melangkah masuk ke hotel bintang lima. Ketika Adam memasuki ruang utama senyuman nya langsung melengkung dengan lebar, seperti inilah acara yang ia idamkan. Acara hari ini sangat meriah, ada beberapa wartawan juga yang ikut hadir diacara ini. Hanya saja wartawan itu diberi batasan agar tidak menganggu tamu kecuali tamu itu sendiri mau diwawancarai.
Dellia melirik wajah Adam yang tempak bersinar malam ini, Dellia ikut senang. Walaupun kadang ia merasa resah, karena ia merasa minder dengan suaminya sendiri. Terkandang ia merasa tidak pantas karena masih banyak wanita cantik dan sukses di luar sana. Dellia langsung membuang jauh-jauh pikiran buruknya itu, karena bagaimana pun ia dan Adam sudah berjodoh. Dan sudah sewajarnya seorang suami istri saling melengkapi.
"Mas ayo masuk, Mas gugup ya?" tanya Dellia pada Adam yang asik dengan keterbekuannya.
Adam mengangguk dan melanjutkan langkahnya untuk masuk.
"Aku cuman nggak nyangka ini semua bisa secepat ini, aku kira perlu tunggu dua tahun lagi," cerita Adam.
"Ini berarti rezeki Mas Adam," jawab Dellia.
"Iya, setelah ini aku bisa bebas," ucap Adam dengan sambil tersenyum ringan.
Dellia mengernyit bingung. Maksud terbebas itu apa? Dellia mengurungkan niat bertanyanya saat Keisha, wanita yang pernah ia temui itu berjalan mendekat ke arah Adam. Dellia mengeratkan pegangannya di lengen Adam.