Dicermin yang jernih itu, tampaklah gadis yang sebentar lagi akan menempuh kehidupan yang baru. Ia hanya terus mematut dirina yang sekarang sudah dimakeup natural, dengan gaun penikahan berwarna putih dihiasi butiran-butiran mutiara yang menghiasi gaunnya dipadukan dengan jelbab panjang yang tidak kalah cantiknya.
Dellia tidak bisa lepas dari cermin karena ia sendiri merasa terpukau, ia seperti melihat orang lain. Karena sebelumnya Deliia belum pernah dimakeup selengkap ini. Tapi disatu sisi ia malu jika calon suami akan melihat penampilannya seperti ini.
Tentu rasa gugup juga terus menghinggapinya, Dellia terkadang merasa ragu. Kata Bibinya ragu saat akan melangsungkan penikahan itu wajar, karena setan tidak suka dengan orang yang akan menikah. Seten lebih menyukai orang yang berzina. Karena ucapan itu membuat Dellia menjadi lebih terasa tenang, ia harap pilihan untuk menikah ini tidak akan terjadi dampak yang buruk.
Siti yang berada di sampingnya terus memuji Dellia, hal itu malah membuat Dellia malu. Ia malu, karena ia tidak merasa secantik itu.
"Anak Ibu cantik banget sih," Siti mencolek dagu Dellia sambil terkekeh samar. Ibunya juga tampak sangat cantik hari ini, Ibunya yang jarang bermakeup juga sekarang sudah tampak berbeda seperti Dellia yang baru saja di rias.
Tes. Air mata Dellia tumpah begitu saja, perasaannya campur aduk sekarang.
"Jangan nangis Mbak, nanti makeupnya luntur," tegur perias dengan lembut, perempuan yang masih muda itu menghapus air mata Dellia menggunakan tisu dengan pelan. Semua penikahan ini dibiayai oleh pihak calon suami, padahal keluarganya ingin membiayai juga tapi keluarga calonnya tetap ingin membiayai sendiri.
"Aduh kenapa nangis sayang? Maafin Ibu kalau dagu kamu Ibu pegang."
"Bukan karena itu Bu, Dellia cuman khawatir aja." Siti langsung mengerti apa yang sekarang anaknya pikirkan.
"Sayang nggak usah takut ya, Ibu yakin kamu bakalan bahagia dengan penikahan ini. Dan juga kamu masih jadi anak Ibu dan Ayah walaupun kamu sudah menikah, ingat Ibu dan Ayah akan selalu dukung kamu," Dellia mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca, ia berusaha menaha air matanya.
"Jangan khawatir sama yang namanya cinta, karena cinta setelah penikahan itu Ibu yakin bakalan cepat tumbuhnya. Kamu ingat kan sama penjelasan Ibu tadi malam?" tanya Siti lagi, emang semalam sebelum tidur Siti datang ke kamarnya dan memberikan wajengan tentang penikahan.
"Ibu tekan lagi sama anak Ibu yang cantik ini ya, kamu turuti semua perintah suami selagi hal yang benar tidak melenceng dari agama."
"Makasih Bu."
"Ini sudah kewajiban Ibu buat ngingatin kamu, jadi sekarang Dellia jangan sedih lagi."
Dellia mengeluarkan senyumannya. Ia Dellia tidak boleh sedih, ini sudah keputusannya. Dellia tidak boleh banyak mengeluh dan berprasangkan buruk.
Dellia berjanji akan berusaha sebisa mungkin untuk menjadi istri yang baik. Dan ia berharap Adam akan senang dengan kehadirannya dikehidupan pria itu.
***
Dilain tempat, Adam tampak biasa saja. Bahkan Adam tidak gugup sama sekali, untuk apa gugup jika ini bukan hal yang ia tunggu-tunggu. Tentang ucapan ijab kabul, Adam sudah menghapal itu semua tadi malam.
Penampilannya hari juga sangat rapi dengan setelan yang serasi dengan Dellia. Sedangkan wajah Adam tidak memakai makeup apapun, untuk memakai bedak saja Adam tidak mau.
Adam hanya terus melihat ke arah jendela mobil, tanpa memperdulikan kedua orangtuanya yang sekarang tampak sangat bahagia. Jujur Adam juga bahagia, karena rencananya akan mudah terlaksanakan karena adanya penikahan.
"Dam, kamu gugup nggak?" tanya Sarah yang berada di samping pengemudi.
"Hm," balas Adam malas.
"Dam, kamu tau kan nanti ucap kabulnya gimana?" tanya Alva.
"Tau."
Setelah jawaban itu mereka menjadi hening. Tidak lama kemudian mereka sampai di masjid tempat akad akan diselenggarakan. Di dalam masjid sudah sangat ramai, orang-orang yang berada di masjid terus menatap Adam, bahkan Adam dapat mendengar beberapa wanita tua dan muda yang memuji fisiknya.
Mc yang bertugas langsung membacakan catatan yang akan diselenggarakan hari ini. Setelah beragam agenda, di akhiri dengan bacaan Al-quran, sekarang dilanjutkan dengan Adam yang harus melaksanakan ijab kabul.
"Saya terima nikah dan kawinnya Dellia dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," Adam mengucapkan ijab kabul dalam sekali tarikkan nafas.
Setelahnya terdengar suara yang nyaring mengucapkan "Sah" secara serempak.
Dellia yang duduk di belakang Adam tidak kuasa menahan air mata yang jatuh dipipinya. Ia sekarang sudah mempunyai kewajiban lain yaitu mengabdikan diri kepada Adam untuk seumur hidup. Ia yakin ini semua adalah hal terbaik yang Allah berikan padanya.
Dellia harus ikhlas, ia harus bersyukur walaupun ia menikah dengan pria yang belum ia kenal dekat sebelumnya.
Selanjutnya mereka memasangkan cincin berlian ke jari masing-masing. Lalu Dellia mencium tangan suaminya dengan lembut.
Adam menatap datar Dellia yang menciun tangannya, ini pertama kalinya Adam dicium lagi lagi.
"Mempelai pria silahkan mencium kening mempelai wanita," ujar Mc itu.
Adam memperhatikan wajah Dellia yang tidak dapat Adam pungkiri jika wajah Dellia sangat cantik.
Cium kening? Adam lebih ingin mencium bibir merona itu. Adam susah payah menahan untuk tidak mencium bibir yang sekarang digigit oleh Dellia itu. Akhirnya Adam mencium kening Dellia.
Setelah selesai sesi ijab kabul, mereka langsung berangkat menuju gedung repsesi. Ini semua emang rencana Dellia, ia ingin resepsinya diadakan saat selesai ijab kabul karena Dellia ingin semua kegugupannya hanya terjadi hari ini.
"Selamat Dam," ujar Hito yang naik ke atas pelaminan sendirian, tanpa ada pasangan. Adam hanya mengangguk dengan malas. "Gue masih nggak nyangka kalau lo sekarang udah nikah, pesan gue nanti malam pelan-pelan ya. Gue lihat istri lo itu masih hm ya lo tau lah maksud gue," lanjut Hito lagi, Adam menatap Hito dengan malas. Dan memberikan Hito tatapan tajam agar Hito segera pergi dari hadapannya.
"Selo dong," Hito menepuk bahu Adam dua kali. Setelahnya Hito langsung menuju Dellia.
"Wah cantik banget, lo pasti nggak kenal gue. Gue Hito, sahabat Adam," Dellia mengangguk pelan dengan senyuman malunya.
"Gue yakin De, lo pasti bakalan bahagia dengan Adam. Apa pun yang terjadi bertahan ya De," Dellia menatap Hito dengan pandangan bingung.
"Hito banyak tamu yang antri," tekan Adam. Ia sudah muak dengan bacotan tidak penting Hito.
Setelahnya Hito langsung turun menuju tempat makanan yang tersedia.
Setelahnya para undangan juga ikut menyusul naik ke atas pelaminan. Mereka menyalami kedua mempelai.
Kaki Dellia sudah sangat pegal sekarang.
"Ya ampun De, selamat," Intan memeluk Dellia dengan erat. "Selamat ya, semoga kalian jadi keluarga yang samawa," ujar Intan yang sekarang matanya sudah berkaca-kaca. "jangan lupa ponakannya ya De, aku udah kasih baju special buat kamu."