Bab 5

2182 Words
HAPPY READING *** Victor masih tidak percaya bahwa gadis itu adalah pengganti bi Darmi. Ia mencoba mengingat dia mengatakkan bahwa dirinya adalah personal asisten. Jujur sebenarnya ia mencari asisten rumah tangga, bukan personal asisten, harap dicatatat asisten rumah tangga. Kenapa datangnya personal asisten?. Asisten rumah tangga itu secara harfiah adalah pembantu. Sedangkan personal asisten adalah orang yang dipercaya bertugas bekerja secara individu mengurus pekerjaan maupun pribadinya. Level personal asisten lebih tinggi dari seketaris atau asisten eksekutif. Oke, ia tidak mempermasalahkan jabatan wanita itu, mau personal asisten atau asisten rumah tangga, ia anggap sama saja. Victor menarik nafas panjang ia memandang kamarnya tidak ada yang berubah. Kecuali seprai yang baru di ganti dengan motif bedcover hitam polos, awalnya dulu ia tinggalkan berwarna abu-abu. Ia melihat aroma terapi elektrik berwarna hitam yang dilengkapi fitur lampu tidur di sisi kirinya terdapat minyak essential oil beraroma woody. Aroma relaksasi yang sangat menyegarkan menurutnya. Sepertinya wanita itu tau apa yang ia sukai, pemilihan tone warna juga dia paham bahwa ia menyukai apapun yang berbau maskulin. Wanita itu tidak merubah apapun di kamar ini kecuali menambah aromaterapi elektrik ini. Victor membuka gorden ia menatap taman belakang yang sudah tertata rapi. Personal asistenya bekerja cukup baik dan professional. Pantas saja mama mengatakan bahwa sebaiknya personal asistennya untuk tidur di kamar tamu, bukan kamar bi Darmi. Namun siapa Jovanka itu? Apakah anak teman mama? Biasanya mama sering sekali menjodohkannya dengan anak kerabatnya. Ia masih tidak paham dengan konsep matchmaking. Karena ia tahu bahwa cinta itu harus memilih, benar-benar dari hati. Victor mengambil handuk dan lalu masuk ke dalam kamar mandi. Ia masih terbayang dengan wajah cantik Jovanka, kenapa dia bisa secantik itu? Mengingatkannya pada Ozge Gurel artis turki. Oh God, apa dia ada keturunan arab? Apa dia keturunan timur tengah? Atau Eropa? Sepanyol ? Portugal? Karena wajah Spanyol, dan Portugal pernah menjadi wilayah islam yang bernama Andalusia. Beberapa menit kemudian Victor keluar dari kamar mandi ia berjalan menuju walk in closet, ia mengambil celana pendek puma dan kaos berwarna putih. Victor memandang penampilannya di cermin, ia menyisir rambutanya, ia akan ke bawah, ia harus tahu siapa wanita itu. Dan apa tugasnya di rumah ini. Victor menuruni tangga, ia memandang wanita bernama Ova sedang berdiri di depan kitchen. Wanita itu membawa tray berisi secangkir kopi dan toast berisi ham, telur mata sapi dan butter. Victor menatap wanita bernama Ova. Dia masih wanita yang sama, dan wanita itu menyungging senyum kepadanya. “Ini sarapan untuk bapak,” ucap Ova, ia memandang pria bernama Victor itu. Dia memiliki wajah yang tampan, mata elang, alis tebal, hidung mancung dan tubuh yang tinggi proporsional. Pakaian itu sudah berganti dengan pakaian rumahan. “Terima kasih,” ucap Victor, ia mengambil cangkir dan menyesapnya secara perlahan. Rasa buatan kopi yang dibuat Ova tidak buruk menurutnya. Ia kembali menatap wanita bernama Ova itu. “Sini duduk di depan saya,” ucap Victor memandang Ova. Ova menelan ludah ia lalu duduk tepat dihadapan pria bernama Victor. Ia menyelipkan rambut di telinga. “Nama asli kamu siapa?” Tanya Victor. Ova memandang pria itu sedang menyilangkan tangannya di d**a, menatap dengan sorot mata tajam, membuat Ova menghela nafas menghilangkan rasa groginya. “Jovanka,” ucap Ova tenang. “Satu kata saja?” Tanya Victor lagi. “Iya, panggilan saya Ova.” “Mana kartu tanda pengenal kamu. E-KTP dan surat-surat mendukung, kamu bekerja sebagai personal asisten saya?” “Sebentar, saya ambil berkas saya di kamar,” ucap Ova, ia beranjak dari kursinya, ia mengambil berkas-berkasnya. Ia tahu bahwa pria itu pasti perlu tanda pengenalnya. Victor menatap Ova masuk ke dalam kamarnya, beberapa menit menunggu, wanita itu lalu keluar dari kamar membawa maps plastic berwarna transparan. “Ini pak, CV saya dan ini E-KTP foto kopi dan ini KTP saya yang asli,” Ova memberikan CV dan E-KTP nya kepada Victor. Semua pekerja di rumah ini ia harus tahu identitas dan dari mana asalnya. Victor memandang CV wanita bernama Jovanka itu. CV yang di buat wanita itu sangat baik dan terlihat professional. CV itu menerangkan bahwa dia memiliki pengalaman sebagai administrasi umum di salah satu perusahaan swasta di Jakarta selama tiga tahun. Pengalaman yang baik menurutnya, karena tidak mudah bagi seorang karyawan bekerja cukup lama di sana. Pendidikan SMK dengan jurusan tata boga, oke Jovanka pasti pintar memasak. Pendidikan selanjutnya lulusan Strata-1 di Uniivestitas Negri Jakarta jurusan administrasi dengan IPK 3,2. Umur 26 tahun asli dari Manado. “Kamu dari Manado?” Tanya Victor. “Iya pak.” Pernah terlintas dipikirannya bahwa kebanyakan wanita manado dianugrahi wajah rupawan. Di sana lah banyak penghasil wanita cantik. Berdasarkan penelusuran literature banyak masyarakat Manado menikah dengan bangsawan belanda, sehingga terjadilah percampuran darah sekaligus bentuk khas wanita Manado seperti Jovanka. “Manado di mananya? Minahasa, Tomohon, Tondano?” tanya Victor, karena itu adalah daerah penghasil wanita cantik, bahkan banyak artis tanah air berasal dari Manado, dan kecantikannya tidak diragukan lagi. “Minahasa.” “Kerja di sini, rekomendasi dari siapa?” Tanya Victor lagi, ia menutup CV Ova, ia sudah cukup tau wanita itu. “Saya ngelamar sendiri pak, kira-kira dua hari yang lalu dan saya langsung di terima sama ibu, dan lalu saya ke sini.” “Kamu bukan anak dari kerabat ibu saya kan?” Victor mencoba menyelidiki. “Bukan pak, saya beneran anak perantau, saya kenal ibu bapak baru kemarin ketika interview kerja. Niat saya ke Jakarta memang untuk kerja.” Victor mengangguk, kembali menatap wanita bernama Ova itu, “Kemarin negosiasi gaji kepada ibu saya bagaimana?” Tanya Victor lagi. “Ibu mengatakan gaji saya 20 juta sebulan. Untuk jobdeks kata ibu, biar bapak yang atur.” Victor mengangguk paham, ia memandang Ova. Ia memang mencari asisten rumah tangga yang serba bisa dalam segala hal. Sebenarnya ART nya dulu bi Darmi hanya ia gaji 5 juta. Sekarang mama nya menggaji Ova lumayan tinggi untuk sebuah asisten. Namun ia tidak mempermasalahkannya jika personal asistenya bekerja cukup baik untuknya. Bahkan tidak disuruh dia akan inisiatif sendiri. “Mari ikut saya, saya akan kasih tau apa yang harus kamu kerjakan dan tidak boleh kamu kerjakan di rumah ini. Kamu bisa mencatatnya di buku,” ucap Victor. Ova melangkah menuju lemari ia mengambil kertas note di sana dan pensil bertulisan furniture. Ia menyeimbangi langkah Victor. “Pertama yang kamu lakukan, menyiapkan makanan dan minuman saya. Saya tidak pernah memilih makanan kecuali pork. Kamu jangan menghidangkan makanan yang satu itu, karena saya tidak terlalu suka dengan baunya.” Ova mencatatnya, ia kembali menatap Victor yang melangkah menuju taman belakang yang sudah tertata rapi, “Saya mau rumah saya keadaan bersih dari debu dan kotoran.” “Untuk sampah, nanti kamu taruh depan rumah saja, setiap pagi petugas kebersihan membuangnya. Kita membayar iuran kebersihan setiap bulan sebesar 300 ribu, setiap tanggal 1.” “Merawat dan menyiram tanaman itu tugas kamu,” Victor menunjuk taman belakang. “Baik pak,” ucap Ova. Victor kembali ke dalam, ia melangkah menuju kitchen, ia membuka kulkas. Ia melihat kulkas sudah penuh dengan bahan makanan. “Ini kamu yang belanja?” Victor menatap Ova. “Iya pak, kemarin ibu kasih uang ke saya, belanja kebutuhan dapur.” “Pakek mobil?” “Iya pak, kata ibu pakek mobil Avanza bapak.” “Kamu bisa pakek semua jenis mobil?” Ova mengangguk, “Iya, saya bisa manual dan metik, pak.” “Ok bagus kalau begitu. Balanja keperluan sehari-hari itu juga tugas kamu. Kalau ada bahan yang habis kasih tau saya, nanti saya kasih uang belanja untuk kamu.” “Baik pak.” “Membersihkan kaca juga tugas kamu.” “Membersihkan WC dan perabot juga.” “Membayar tagihan listrik, air, wifi, telfon, iuran komplek, petugas kebersihan, keamanan. Berhubung kamu personal asisten saya, saya tugaskan kamu memberi gaji pak Toni penjaga rumah, dan pak Adi driver saya. Nanti saya kasih kamu rinciannya. Mereka gajian setiap tanggal 25.” “Baik pak.” “Kamu tau pembukuan kan?” “Iya tau pak.” “Oke nanti saya minta laporan kamu setiap bulan, untuk gaji pak Toni, pak Adi, belanja dan semua tagihan.” “Kamu juga harus menjaga nama baik para tetangga karena, kita hidup berdampingan dengan mereka.” “Baik pak,” ucap Ova. Ova mengikuti langkah Victor munuju tangga. Ova menelan ludah ketika Victor membuka pintu kamar dan pria itu melangkah masuk. Ia juga masuk ke dalam, memperhatikan kamar. Mereka masuk ke dalam walk in closet. Seketika suasana hening, mereka saling berpandangan satu sama lain. Lagi-lagi ia terpana dengan mata bening Ova, aroma parfume black opiume tercium dihidungnya. Victor menyadarkan lamunannya, “Kamu juga menyuci dan menyeterika, pakaian saya. Pakaian saya harus digantung sesuai warnanya,” ucap Victor tenang. Victor menarik nafas, ia memandang kopernya yang masih belum ia buka, “Di dalam koper itu pakaian saya di dalamnya ada baju kotor dan ada beberapa baju bersih. Nanti kamu urus itu,” ucap Victor. “Kamu juga membersihkan dan merapikan tempat tidur saya, setiap hari.” “Baik pak.” “Oke itu saja tugas kamu untuk sementara, dan sekarang kamu bisa kemasi koper saya,” Victor melangkah menuju tempat tidur dan berbaring di sana. “Saya mau tidur, karena selama di pesawat tidur saya kurang nyenyak dan kamu jangan berisik.” “Baik pak,” ucap Ova, ia memandang Victor yang sudah berbaring di tempat tidur. Victor menarik nafas panjang, mungkin setelah ini ia akan ke rumah mama, menanyakan lebih lanjut tentang wanita bernama Ova, kenapa wanita cantik itu bisa terdampar di sini. Ia tidak mempermasalahkan wanita itu berstatus sebagai personal asistenya, masalahnya ia sangat terganggu dengan wajah cantik itu berkeliaran di rumah ini. *** Sementara Ova membuka koper milik Victor, ia memilah pakaian bersih dan pakaian kotor milik pria itu. Beberapa parfume, alat mandi ia simpan di tempatnya. Sementara pakaian bersih ia gantung lagi dan merapikannya dengan seterika uap. Ia juga menaruh jam tangan pria itu ke tempatnya. Setelah semuanya beres, Ova membawa pakaian kotor Victor. Ova menatap Victor, pria itu sedang tertidur. Ova lalu keluar dari kamar Victor dan tidak lupa mematikan lampu kamar. Jujur ada deg-degkan ia sekarang tinggal bersama dengan seorang pria yang belum memiliki istri. Yang tinggal di sini hanya ia dan Victor. Kemungkinan-kemungkinan terjadi itu banyak. Pak Toni hanya berjaga untuk sift malam saja, itupun di post depan, kadang berkeliaran bersama satpam komplek. Ova menutup pintu kamar secara perlahan. Ova memasukan baju kotor Victor ke dalam mesin cuci LG. Ia masuk ke dalam kamarnya, ia menatap beberapa panggilan masuk dari Kenny sahabatnya. Suara ponselpun kembali bergetar lagi, “Kenny Callling.” “Iya Ken,” ucap Ova. “Gue mau nanyain kabar lo? Gimana rasanya jadi personal asisten?” Ova menarik nafas panjang, “Lo tau nggak gimana jadi pembantu. Ya, kayak gitu sama aja, beres-beres rumah, masak, nyuci, ngepel, nyeterika, bayar listrik, bayar air, bayar petugas keamanan, bayar petugas bersihin kolam, bayar tukang sampah, gaji penjaga rumah, tukang kebun gitu deh. Fulltime.” “Pusing nggak kerjaanya? Kayak di kantor?” “Enggak lah, kayaknya lebih ketenaga sih.” “Lo betah nggak?” “Baru pertama kerja sih, ya masih penyesuaian lah. Boss gue bukan otoriter gitu sih, gue udah ngobrol sama dia, pengenalan gitu, baik lah, masih manusiawi, makanan gue dan dia itu sama. Apa yang gue masak itu yang dia makan.” “Kok gitu?” “Kan gue yang masak, gue yang belanja.” “Enak dong, berasa di rumah sendiri.” “Nah itu enaknya, enggak pusing gue mikirin bayar kost 1,4 juta. Nggak pusing juga gue mau makan di warteg, nggak sibuk beli aqua lagi. Uang gaji di sini gue bakalan utuh, ya nggak enaknya gue kerja fulltime gitu.” “Tapi enak tau kerjaan lo. Gue juga mau kalau ada jadi personal asisten kayak lo. Gaji gue aja habis sia-sia. Padahal udah 3 tahun di Jakarta.” “Tuh kan bener !” “Cariin dong buat gue.” “Entar deh kalau gue udah akrab sama boss, masalahnya gue baru di sini.” “Lo kerja pakek baju apa?” “Bebas sih asal rapi aja, kayak kita ngemall. Ogah gue kucel-kucel, di manapun berada, gue harus cantik tau. Makeup gue harus badai.” “Iya bener banget, penampilan harus nomor satu.” “Btw lo lagi apa?” “Gue lagi nyuci baju bos nih. Gue tinggalin aja, nanti juga kering sendiri.” “Terus habis ini lo ngapain?” “Nyiapin makan siang sih kayaknya, soalnya boss gue lagi tidur. Capek baru balik dari New York.” “Lo lagi apa?” Tanya Ova penasaran. “Lagi di WC, gue tinggalin dulu kerjaan gue, rame banget, capek gue ! Pengen resign cari kerjaan kayak lo, kayaknya enak. Enggak ada beban pikiran. Salah dikit gue di sini nombok tau !” “Iya nggak ada beban pikiran, tapi beban tenaga. Harus extra nih ngemasin rumah pagi-pagi gue harus bangun tau.” “Biasa juga bangun pagi, olah raga di Senayan.” “Iya sih.” “Eh, udah dulu ya, gue lanjut kerja lagi. Berabe kalau manager gue tau kalau gue ke WC buat nelfon lo doang,” ucap Kenny. “Semangat ya, Ken kerjanya.” “Lo juga.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD