bc

TERJEBAK PESONA CEO

book_age18+
21.5K
FOLLOW
171.6K
READ
billionaire
possessive
sex
playboy
badboy
goodgirl
comedy
bxg
office/work place
like
intro-logo
Blurb

warning (Khusus Dewasa dibawah umur menyingkir)

(bijaklah dalam memilih bacaan)

Cerita ini akan membuat ketagiahan

“Kerja apa emangnya anaknya?”

“Pengusaha furniture gitu, furniture nya udah di exspor ke Eropa, dan America. Biasalah dari keluarga konglemerat dari lahir. Bokapnya setahu gue punya hotel gitu, tapi diluar Jakarta, nggak tau hotel apa. Victor itu dua saudara, adeknya namanya Neny Beatrix, cantik banget umur 24 tahun aja udah punya resort gitu di Lombok”

Alis Ova terangkat, umur 24 ia masih sibuk nyari kerja kesan kemari. Sedangkan Neny Beatrix seusia itu malah sudah punya resort di Lombok pula. Ova mengambil Lays dan ia lalu membuka bungkus itu, dan  memakannya,

“Jadi gue kerja sama Victor nanti”

“Iya”

“Victor tinggal sama siapa?”

“Sendiri sih kayaknya, tapi ada security, tukang kebun juga di rumahnya”

“Hemmm, enak juga ya. Kayak berasa jaga rumah aja”

“Iya bener sih”

Ova menarik nafas, “Lo tau nggak tadi pak Harvey bilang apa sama gue?”

“Apa?” tanya Alex penasaran, ia menyesap kopi sturbuck.

“Pak Harvey tau kalau gue nggak perpanjang kontrak. Terus dia kayaknya masih nahan gue di sini”

“Terus”

“Pak Harvey mau mindahin posisi gue jadi seketaris dia dan gaji gue naik 3 kali lipat dari yang gue terima sekarang” ucap Ova memelankan volume suaranya.

“Serius?” ucap Alex tidak percaya.

Ova mengangguk, “Serius, cuma gue bilang maaf, tetap nggak bisa pak”

“Kenapa lo nggak mau? Lumayan tau”

“Yaelah sama aja gue kerja sama orang gila, yang ada gue dijulidin sama yang lain. Malah issue tentang gue jadi seketaris malah aneh-aneh. Entar malah dikira gue bobo sama boss, gara-gara naik jabatan”

“Iya sih bener”

chap-preview
Free preview
Bab 1
HAPPY READING ***   Drrttt … drttt … drttt “Hallo Ova, bisa call saya?” “Mana, deadline hari ini?” Big Boss Ova mengusap wajahnya dengan tangan, ingin sekali ia membanting ponselnya. Ia duduk kembali ke kubikel yang pendek. Ia memandang proposal yang ia revisi kelima kali. Ia bersandar di kursi lalu memejam kan mata dan menarik nafas panjang. Ova juga mendengar notif Slack, w******p, Line pemberitahuan yang terus-menerus tanpa henti. Jujur ia dalam keadaan panik attack. Ingin rasanya ia dipecat sekarang juga. Kadang notif-notif itu kebawa mimpi dan trauma. Apalagi lingkungan kerjanya yang super toxic, manager finance yang selalu ngomel-ngomel karena budget yang tidak turun-turun karena kuarta sudah habis. Marketing staff  ngejar leads dengan berbagai aktivitas extravaganza, tapi low budget. Manager yang selalu ngomong, “Pokoknya saya nggak mau tau”. Bella si penjilat atasan, baru kerja dua tahun sudah diangkat menjadi manager, katanya sudah menjadi kacung big boss. Apalagi karyawan yang saling sikut-sikutan karena envy. Karyawan semua dituntut bisa, super nyebelin dan membuat semuanya muak. Inginnya mengatakan “I used too, sebodo amat dengan pemberitahuan notif, ini sangat mengganggu kehidupan saya. Maaf boss, manager, finance, marketing, saya slower banget nih. Kerjaan juga bertumpuk-tumpuk”. Tapi semua sudah ia lewati karena besok hari terakhir dirinya kerja di sini. Drrtt nitt … drttt nitt … drttt nitt “Big Boss Calling.” Ova menatap ke arah layar ponsel, tubuhnya seketika menegan, ini adalah notif yang paling mengerikan dari banyak-banyak notif. Jujur ia dalam keadaan pusing luar biasa. Ia lalu menenangkan diri menarik nafas dalam-dalam. Lalu menggeser tombol hijau pada layar, ia letakan ponsel itu ditelinga kirinya. “Iya halo pak,” ucap Ova tenang dan ramah. “Ova, sudah selesai revisi proposalnya?” “Iya pak ini saya selesaiin hari ini, kira-kira satu jam lagi saya ke office bapak.” “Enggak bisa setengah jam lagi?” ucapnya lagi. “Bisa pak, bisa kok,” ucap Ova gelagapan ini saya lagi edit. “Saya tunggu ya sekarang ya Ova.” “Baik pak.” “Terima kasih.” Ova menatap ke arah layar computer ia memandang layar branda slack, melihat notifikasi masuk dari manager finance. Andre : “Ova, proposal yang tadi pagi sudah selesai?  Bos sudah nanyain saya.” Jovanka : “Ini sedang saya kerjain pak.” “Kenapa?” Tanya Alex, melirik Ova dari bilik kubikel sambil memakan Chitatos rasa sapi panggang yang menggunggah selera. Alex menyodorkan snack Lays kepada Ova. Alexander Ezra adalah salah satu public relation yang paling normal di dunia ini. Dalam keadaan banyak kerjaan, dia masih tenang dan sabar mengerjakan. Padahal notif slack pria itu tidak kalah berisik seperti dirinya. Alex lulusan UI jurusan Ilmu Komunikasi, dia salah satu pria paling rajin di dunia bahkan rela menghabiskan waktunya di kantor selama dua belas jam lamanya dan dia sangat betah. Ova tahu pada dasarnya manusia memang ditakdirkan malas bergerak, karena ia pernah membaca artikel bahwa current biology manusia  memang sudah dari sananya  memiliki sifat malas, karaktristik itu yang ditinggalkan oleh nenek moyang dahulu.  Kecenderungan malas bergerak salah satu manusia purba untuk meminimalkan gerakan untuk mempertahankan cadangan energy agar tidak cepat lapar. Jujur sebagai seorang wanita, ia tidak tahu kenapa Alex sangat rajin lembur. Padahal di office pria itu tidak ada tanda-tanda sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita, kecuali datingapps yang sedang dia gencarkan. Hebatnya lagi dia sudah menjadi leader tim dalam kurun waktu dua tahun. Ova lalu mengambil nack Lays dari Alex dan ia sama sekali tidak menolak atas pemberian pria itu, “Thank’s ya,” ucap Ova, sambil merevisi proposal. “Kenapa lagi boss?” “Biasa revisi, ini udah keenam kali tau nggak sih lo. Mumet banget, pingin gue banting-banting nih. Gue resign besok,” ucap Ova kesal. “Boleh sih resig. Udah berapa tahun sih lo kerja?” “Udah 3 tahun Besok, ini aja HRD udah manggil gua buat tanda tangan kontrak lagi.” “Terus.” “Enggak perpanjang deh hahaha. Gue udah bilang kemarin, cuma kayaknya masih ditahan tahan sama HR. Ngapain coba ditahan? gue perlu pengebangan karir, enggak bisa gini terus gue. Karir gue tiga tahun enggak naik-naik. Apalagi gaji gua stuck di tempat.” “Iya sih rugi di waktu juga, coba aja ke perusahaan e-commerce, jam kerjanya felksibel, banyak nyari sih gue liat di linkedin,” ucap Alex memberi saran. “Lo nggak usah tanya lagi, udah gue apply ke sana ke mari. Tapi belum dipanggil, kayaknya  gue emang kurang beruntung sih, masih tetep aja mentok di sini. Kayaknya gue nggak tertarik juga sih di e-commerce si toko orange itu.” “Kenapa?” “Temen gua banyak yang resign dari sana, kantor punya fasilitas free flow snack, game console, dan ruang tidur. Saking fleksibelnya jam kerja, tengah malam juga masih on. Tapi di social media kayaknya enak gitu kan kerjanya, biasalah dunia tipu-tipu. Gue pengen yang tenang, kalau bisa dapat kerjaan yang oke punya, gaji lumayan, tempat tinggal gratis, makan ditanggung, biar duit gue utuh gitu gajinya dan paling penting nih ! gue pengen lepas dari notif-notif HP, sumpah gue trauma !” Alex lalu berpikir dan menatap Jovanka cukup serius. Alex lalu menepuk bahu Ova, “Lo mau nggak jadi asisten?” “Asisten? Asisten apa?” Tanya Ova memelankan volume suaranya. “Asisten rumah tangga, kemarin temen nyokap gue bilang, anaknya lagi nyari asisten gitu, karena asistennya yang lama jadi TKI ke Dubai.” Alis Ova meninggi ia memandang Alex dan lalu menghentikan ketikannya, “Asisten rumah tangga, di mana? Kerjaanya ngapain? Gue harus gimana? Gajinya berapa?” Tanya Ova penasaran, ia mengklik tombol print pada layar computer. Sedetik kemudian kertas keluar dari mesin printer. “Gajinya sih lumayan katanya 20 juta sebulan … tapi nggak tau sih jobdeks nya kayak apa.” Ova lalu menutup mulutnya dengan tangan, “OMG, serius? 20 juta,” Ova nyaris memekik, ia lalu memutar kursi Alex agar menghadapnya. Alex lalu mengangguk, menatap Ova wanita itu mengenakan dress berwarna biru muda ditumpuk dengan jas berwarna hitam, “Serius, kalau gue cewek, udah gue ambil sih kemarin. Masalahnya gue cowok,” Alex terkekeh. “Gue mau-mau, gila aja. Gue di sini tiga tahu gaji cuma UMR doang. Bukan kayak lo udah tiga kali UMR,” dengus Ova. “Lo mau nggak?” “Mau-mau,” ucap Ova sepontan tanpa pikir dua kali. “Eh tapi kerjaanya ngapain?” Tanya Ova lagi, ia sambil menyusun proposalnya. “Kerjaanya ya asisten biasa sih, palingan buat sarapan, masak, beres-beres rumah, nyuci baju, nyeterika, ya agak santai sih kayaknya. Lo tinggal di sana juga, ya setidaknya lo nggak ngeluarin uang kost dan makan lah.” “Wah gila, mau gue, serius ! kerja besok juga oke,” Ova lalu tertawa. “Bener?” “Bener, serius !” “Oke bentar ya, gue telfon temen nyokap gue dulu. Semoga aja mereka belum dapat asistenya. Kita mesti cepet sebelum ada yang ngisi.” “Amin semoga aja, kerja sampe malam juga nggak apa-apa deh, asal gaji gua 20 juta,” gumam Ova pelan sambil tertawa. Alex mengambil ponsel di laci, ia menatap ke arah layar ponsel mencari nomor ponsel tante Adhisti. Ia lalu menekan tombol hijau pada layar, meletakan ponsel ditelinga kiri, menunggu panggilan itu terangkat. Sementara Alex menatap Ova yang menunggu jawaban. Sedetik kemudian ponselpun terangkat, Alex menghela nafas. “Selamat siang tante.” “Selamat siang juga.” “Saya Alexander tante, masih ingat kan anaknya ibu Gita.” “Owh Alexander, Alex kan?” “Iya bener tante.” “Ada apa Alex?” Tanya wanita itu dari balik speaker. “Kemarin tante nyari asisten ya.” “Owh  itu, iya nyari.” “Masih nyari nggak tante?” “Masih sih, kenapa Alex?” “Ini, saya mau rekomendasi teman saya buat jadi asisten gitu di rumahnya pak Victor.” “CV nya ada nggak? Ada beberapa kandidat sih kemarin, cuma tante on hold gitu, karena masih kurang oke menurut tante.” “Ada tante, temen kantor Alex sih tante.” “Yaudah kamu kirim ya CV nya lewat WA. Kalau tante liat CV nya oke, nanti sore nanti suruh ke rumah.” “Baik tante. Makasih ya tante.” “Iya sama-sama Alex, makasih ya.” Sambunganpun terputus, Alex menatap Ova, “CV lo mana?” “Kirim lewat w******p aja ya.” “Iya.” Ova mengambil ponselnya ia menyimpan CV nya di file manager, lalu mengirim ke Alex. Ia merasa lega, semoga CV nya diterima. Oh God, semoga saja ia terlepas dari kantor ini. “Capek gue kerja di sini, dari tahun pertama gue kerja di sini. Udah pengen resign.” Ova mengklip proposal yang sudah ia revisi. “Lo tau ini udah jam istirahat harusnya gue udah break, eh ini malah ke office boss, ngurusin kerjaan,” ucap Ova, ia melirik jam melingkar ditangannya sudah setengah jam berlalu. “Kalau gaji oke mah, gue rela kerja bagai kuda, lah gaji nggak sesuai, apalagi people toxic semua,” dengus Ova lagi. “Enggak betah, kayak dineraka tau nggak sih lo, kebawaanya kalau kerja tuh males banget.” “Iya sih, tau sendiri orang office gimana,” Alex membenarkan. Ova lalu berdiri, “Gue ke tempat boss dulu ya, CV udah gue kirim ke lo.” “Oke udah masuk kok, good luck ya, Ova.” *** Ova lalu melangkah menuju ruang boss nya. Ia menarik nafas panjang menatap Bella yang sedang duduk di kursi kebangaanya yang kini sudah menjabat sebagai manager. “Ah, dasar penjilat” ucap Ova dalam hati. Ia sangat tidak suka dengan wanita bermuka dua itu, membuatnya gedeg luar biasa. Ova mengetok pintu beretalase kaca, ruangan pak Harvey boss nya. Ova lalu melangkah masuk ke dalam, ia memandang seorang pria mengenakan kemeja putih dengan rambut tertata rapi, ia juga menatap seketarisnya pak Harvey yang sedang sibuk dengan pekerjaanya. Wanita itu menyadari kehadirannya dan lalu tersenyum kepadanya. “Selamat siang pak Harvey,” ucap Ova mendekati meja kerja pak Harvey. “Selamat siang juga Ova,” ucapnya Harvey, memandang wanita mengenakan dress biru, dia adalah admin umum di perusahaannya. “Duduk,” ucap Harvey. Ova lalu duduk di kursi, “Ini pak proposalnya.” Ova menyerahkan proposal kepada boss nya itu. Ova berharap tidak ada revisi lagi, karena ia tidak ingin meninggalkan jejak kesalahan kerja pada perusahaanya. Ova mengamati pria berwajah tampan tanpa senyum itu sambil melihat hasil kerjanya. Harvey membaca dan membolak-balik proposal yang sudah dikerjakan oleh admin umumnya, ia melirik wanita berambut coklat itu, dia mengenakan softlens hazel bulu matanya lentik dan kulitnya putih bersih. Wanita itu tidak buruk menurutnya dan sangat cekatan dalam bekerja. Ia meneliti satu persatu pekerjaan Ova. “Bagus, ini sudah bener, sesuai apa yang saya inginkan.” “Terima kasih pak.” “Oiya Ova.” “Iya ada apa pak?” Harvey menatap Ova, ia melipat tangannya di d**a, “Saya baru tahu, kata HRD kamu nggak mau perpanjang kontrak?” Ova mengangguk dan tersenyum, “Iya pak, benar.” “Alasannya?” Tanya Harvey penasaran. Ova menarik nafas, ia lalu menatap wajah tampan boss nya itu, yang menyebabkan trauma dengan notif-notif tidak ada habisnya setiap hari, bahkan weekend ia tidak bisa tidur nyenyak karena memikirikan pekerjaan. “Alasan saya nggak perpanjang, karena saya tidak bisa bekerja sama dengan orang gila di kantor ini,” teriak  Ova dalam hati. “Saya stress banyak kerjaan pak. Mana nggak boleh ijin lagi, lingkungan kerja toxic semua, jabatan tiga tahun nggak naik-naik dan gaji gitu-gitu aja,” ucap Ova dalam hati. Ova tersenyum, “Sebelumnya, saya terima kasih tas kesempatan bapak sudah memperkerjakan saya di sini. Di sini saya banyak belajar dan mengembangkan diri. Namun saya ingin memperluas pengalaman saya dengan bekerja di tempat dan profesi yang berbeda pak,” ucap Ova tenang. “Tentu dengan tantangan lebih baru agar bisa meningkatkan kompetensi saya. Dan saya sudah merampungkan semua pekerjaan saya dan koopertif masa transisi saya selama berkerja di sini. Semoga bapak bisa menerima alasan saya.” Harvey kembali menatap Ova, “Kalau saya pindahin kamu posisi kamu sebagai seketaris saya gimana? Apa kamu masih tidak ingin perpanjang kontrak?” Harvey mencoba memberi opsi kepada Ova. Alis Ova meninggi, ia tidak percaya bahwa boss nya itu ingin menjadikannya seketaris, “OMG, serius jadi seketaris?” Ucap Ova dalam hati. “Bagaimana?” Tanya pak Harvey lagi. “Kamu sudah tahun ketiga di sini.” “Iya pak.” “Emang HRD nggak jelasin kalau kamu ingin saya pindahin sebagai seketaris?” “Enggak pak, tapi keputusan saya sudah bulat pak ingin mengakhiri kontrak kerja saya,” ucap Ova lagi. “Bagitu ternyata. Padahal selama ini saya suka dengan pekerjaan kamu.” “Terima kasih pak. Karena senior saya di office ini toxic semua, apalagi HRD kayaknya seneng saya keluar dari perusahaan ini,” timpal Ova lagi dalam hati. “Apa kamu masih mempertimbangkannya?” Tanya Harvey menatap Ova. “Saya pikir nggak pak.” Ova tersenyum dengan tenang. “Jadi seketaris saya, kamu bisa mendapat gaji tiga kali gaji yang biasa kamu dapat.” Ova menelan ludah mendengar tiga kali gaji. Ia kembali menatap pak Harvey, ia tidak tahu akan berkata apa karena ia sangat tergiur dengan tawaran pak Harvey. Naik jabatan sebagai sebagai seketaris, dengan gaji tiga kali lipat dari gaji yang ia terima, setidaknya ia bisa nyewa apartemen tidak ngekost lagi. Tapi mengingat tawaran Alex untuk bekerja sebagai asisten dengan gaji 20 juta juga sangat menggiurkan, namun belum tentu juga deal. Namun ia tetap ingin hidup tenang, setenang-tenangnya. Jika ia berkerja di sini lagi, sama saja bertemu dengan senior-senior yang gila jabatan. “Saya tetap tidak perpanjang pak, maaf.” Harvey menarik nafas panjang, ia menatap Ova. Wanita cantik itu tersenyum, padahal ia sudah menawarkan jabatan dan  gaji yang cukup menjanjikan menurutnya. Havery melipat tangannya di d**a, sebenarnya ia sudah lama memperhatikan wanita itu bekerja, apapun yang dia kerjakan cukup baik dan ulet. Tak jarang wanita itu lembur hingga malam, dan ia memperhatikan wanita itu menyapa security di bawah dengan ramah. Mungkin karena wajah cantiknya orang-orang sekitar tidak menyukainya dan tidak  membuat wanita itu betah. “Ok, saya terima alasan kamu.” “Iya pak.” “Kapan terakhir kamu bekerja di sini?” “Besok pak. Dan Ini proposal terakhir yang saya kerjakan.” “Baik, terima kasih atas semuanya Ova.” “Iya sama-sama pak.” Ova lalu berdiri dan menatap pak Harvey, “Terima kasih pak, saya undur diri dulu.” ***   Ova keluar dari kantor akhirnya ia bisa bernafas lega. Ia melangkah menuju kubikel, memandang banyak karyawan yang menatapnya dengan tatapan tidak suka.  Alex tersenyum lalu melambaikan kepadanya. Ova lalu duduk di kursinya kembali, jujur hanya Alex lah yang bisa ia ajak diskusi di sini, itu juga jika pria itu stay di tempat, karena aktifitas pria itu sibuk diluar sebagai PR. “Ada kabar bagus nih,” ucap Ova memandang Alex. “Iya bagus banget, tante Adhisti katanya Ok. Lo ke rumahnya aja langsung nanti sore.” “Di mana?” “Deket kok, di Setiabudi.” “Gue kerja di Setiabudi?” “Enggak lah, itu rumah tante Adhisti. Anaknya Victor punya rumah sendiri di PIK, lo mungkin nanti kerja di rumah anaknya. Mamanya cuma bantu cariin asisten aja, karena Victornya sibuk banget, biasa keluar negri, nggak ngurusin asisten gituan, yang penting rumahnya rapid an bersih aja sih.” “Kerja apa emangnya anaknya?” “Pengusaha furniture gitu, furniture nya udah di exspor ke Eropa, dan America. Biasalah dari keluarga konglemerat dari lahir. Bokapnya setahu gue punya hotel gitu, tapi diluar Jakarta, nggak tau hotel apa. Victor itu dua saudara, adeknya namanya Neny Beatrix, cantik banget umur 24 tahun aja udah punya resort gitu di Lombok.” Alis Ova terangkat, umur 24 ia masih sibuk nyari kerja kesan kemari. Sedangkan Neny Beatrix seusia itu malah sudah punya resort di Lombok pula. Ova mengambil Lays dan ia lalu membuka bungkus itu, dan  memakannya, “Jadi gue kerja sama Victor nanti.” “Iya.” “Victor tinggal sama siapa?” “Sendiri sih kayaknya, tapi ada security, tukang kebun juga di rumahnya.” “Hemmm, enak juga ya. Kayak berasa jaga rumah aja.” “Iya bener sih.” Ova menarik nafas, “Lo tau nggak tadi pak Harvey bilang apa sama gue?” “Apa?” Tanya Alex penasaran, ia menyesap kopi sturbuck. “Pak Harvey tau kalau gue nggak perpanjang kontrak. Terus dia kayaknya masih nahan gue di sini.” “Terus.” “Pak Harvey mau mindahin posisi gue jadi seketaris dia dan gaji gue naik 3 kali lipat dari yang gue terima sekarang,” ucap Ova memelankan volume suaranya. “Serius?” Ucap Alex tidak percaya. Ova mengangguk, “Serius, cuma gue bilang maaf, tetap nggak bisa pak.” “Kenapa lo nggak mau? Lumayan tau.” “Yaelah sama aja gue kerja sama orang gila, yang ada gue dijulidin sama yang lain. Malah issue tentang gue jadi seketaris malah aneh-aneh. Entar malah dikira gue bobo sama boss, gara-gara naik jabatan.” “Iya sih bener.” “Males gua di sini, toxic semua.” “Mereka pada iri sama lo, karena lo cantik.” “Bahkan HRD aja nggak ngasih tau gue kalau gue naik jabatan. Gila nggak sih !” “Iya bener banget, rese semua !” “Lo kirim WA ya alamatnya, nanti balik kerja gue langsung ke sana.” “Iya” ***      

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
218.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
107.0K
bc

My Secret Little Wife

read
115.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook