Happy Reading.
Kenan terkejut mendengar ucapan Stevi, tetapi tidak sampai melototkan matanya karena Kenan tidak mau wanita di depannya itu semakin curiga.
"Maksudmu apa?" tanya Kenan berusaha tenang. Tentu saja dia tidak mau ada yang tahu jika malam di Singapura waktu itu dia berhasil memperawani Maudy. Bisa gawat jika skandal mereka terkuak, apalagi semua orang tahu jika dia sudah memiliki kekasih yang seorang publik figur alias model, bukan penyanyi ataupun artis sinetron, tetapi namanya cukup terkenal. Raya Tirta.
Stevi mendekat memangkas jarak dari Kenan, membuat pria itu sedikit memundurkan tubuhnya karena wanita itu benar-benar dekat. "Aku liat kamu berciuman dengan Maudy di bar waktu di Singapura. Ya, meskipun suasana waktu itu memang remang-remang, tapi dari waktu kamu masuk ke bar sampai kamu pergi bersama Maudy, aku liat."
Kenan berdecak, dia buka pria bergilir yang bisa seenaknya Stevi ajak ke sana sini hanya karena wanita itu melihatnya berciuman dengan Maudy dan pergi dengannya.
"Stevi, sepertinya Fery mau kamu ajak pergi, aku benar-benar tidak bisa karena sudah ada janji, maaf ya?" Setelah mengatakan itu, Kenan menutup pintu kamar hotelnya.
Dia mengelus d**a karena baru berhadapan dengan wanita seperti Stevi. Meskipun banyak pilot atau ko-pilot lainnya, wanita itu selalu suka mengusiknya.
***
Pagi itu, Kenan memilih sarapan di restoran yang ada di hotel tempatnya menginap, dia menatap layar tabletnya dan memeriksa jadwal penerbangan. Matahari pagi masuk melalui kaca jendela besar, menciptakan pantulan lembut di lantai. Dia menghela napas panjang, mencoba fokus pada pekerjaannya. Tetapi seperti biasanya, pikirannya melayang pada sosok Maudy.
Kenangan malam di Singapura masih terekam jelas. Kenangan itu bagai bayangan yang menolak pergi. Setiap kali ia memejamkan mata, dia bisa merasakan kembali sentuhan Maudy, hangatnya pelukan yang terasa begitu nyata. Meski sudah sepakat untuk melupakan, hatinya seolah tak bisa menolak magnet yang ditawarkan perasaan itu.
"Kamu tidak bisa terus seperti ini, Kenan," gumamnya pada diri sendiri. Dia tahu, di balik perasaan yang mendebarkan itu, ada kenyataan pahit bahwa dia masih bersama Raya.
"Ah, Raya. Sudah dua hari tidak memberikan kabar." Terakhir kali Raya mengabarkan jika dia akan pergi ke Bandung untuk pemotretan.
"Mungkin dia sekarang sedang bersenang-senang, di sini aku juga tengah gelisah memikirkan seseorang." Tidak dipungkiri jika perasaan aneh tumbuh subur di hati Kenan untuk Maudy.
Namun, belum sempat mengenyahkan pikiran itu, suara seorang wanita yang sangat dia kenal tengah berbincang di belakangnya membuat Kenan tersentak. Dia berbalik, melihat Maudy yang tengah berjalan masuk ke dalam restoran dengan salah satu teman pramugari yang Kenan tahu namanya Vina. Mereka bertukar pandang sejenak dan dalam tatapan itu, ada kerinduan yang terpendam, yang tak berani diucapkan oleh Kenan.
Maudy memilih duduk di meja yang agak jauh dari meja Kenan. Sesaat kemudian Maudy terlihat memesan makanan dan juga Vina yang ikut memesan. Kenan tahu kalau Maudy benar-benar menghindarinya.
Setelah beberapa saat, Kenan melihat Maudy berdiri dan berjalan ke arah toilet. Entah kenapa Kenan merasa senang, seperti ada perasaan 'Ah akhirnya ada kesempatan' dan dia ikut berdiri pergi menyusul Maudy, saat melewati Vina, Kenan menyapa dan sepertinya Vina juga baru menyadari keberadaannya di restoran itu.
Kenan menunggu Maudy, setelah wanita itu keluar dari dalam kamar mandi khusus perempuan, Kenan langsung mencegatnya.
"Hai," sapa Kenan pelan, seolah khawatir suaranya terlalu keras akan menarik perhatian.
Meskipun sedikit terkejut, Maudy akhirnya bisa menguasai dirinya. Dia hanya mengangguk singkat, tersenyum sedikit, lalu berusaha tetap profesional.
Kenan gugup, seriusan dia benar-benar gugup setengah mati. Maudy pun tidak bisa menyembunyikan kilatan di matanya yang menunjukkan bahwa dia juga merasakan sesuatu yang sama. Sebuah getaran halus yang tak bisa dia abaikan.
"Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan denganmu, kapan kamu day off?" tanya Kenan mencoba berbasa-basi, sambil merasakan jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.
"Tanggal 1 besok, kenapa?"
"Oh, nggak apa-apa. Aku juga libur akhir bulan," jawab Kenan. Entah kenapa dia menanyakan hari libur Maudy dan memberitahukan jadwal liburnya.
Ada jeda di antara mereka, canggung sekali rasanya. Kenan dan Maudy memang sebelumnya tidak terlalu dekat
"Aku harus kembali, Capt!"
"Sebentar lagi, please!" Kenan tak bisa menahan diri.
Maudy menatap Kenan dengan tatapan yang sulit diartikan, sejujurnya jantungnya sudah bergemuruh tidak terkendali.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya wanita itu.
“Maudy, aku nggak bisa melupakanmu,” ujar Kenan. Kali ini suaranya lebih rendah, seolah memberitahukan jika perasaannya tumbuh subur untuk wanita itu. "Aku nggak tahu kenapa, tapi aku benar-benar kepikiran kamu terus."
Maudy terkejut mendengar ungkapan Kenan, entah apa itu namanya, apakah bisa disebut dengan ungkapan cinta atau hanya sekedar ungkapan perasaan?
Kenan bergerak mendekat, membelai pipi Maudy dan akan menciumnya. Tetapi Maudy langsung menggeleng pelan.
“Kenan, kita tidak seharusnya terus seperti ini.”
Kenan mengangguk. “Aku tahu. Tapi ... kenapa rasanya sulit sekali? Aku selalu kepikiran kamu, aku selalu rindu setelah malam itu." Kenan sedikit menjauh dari tubuh Maudy. Dia juga takut jika ada yang melihat mereka nanti.
Maudy menunduk, jantungnya masih berdebar-debar. “Kamu masih dengan Raya. Aku ... aku nggak ingin melibatkan diriku dalam hal yang lebih rumit dan masuk ke dalam hubungan kalian.”
“Tapi malam itu ....” Kenan terdiam sejenak, mencari kata-kata. “Malam itu terasa benar-benar beda dan aku tidak bisa berhenti memikirkanmu, Maudy.”
Maudy menutup matanya sejenak, merasakan dorongan kuat dalam hatinya yang sama sekali tidak ingin dia akui. “Aku juga, Kenan. Tapi perasaan ini salah.”
Namun, meskipun kata-katanya tegas, pandangannya yang tertunduk dan tangan yang sedikit gemetar menunjukkan konflik yang sebenarnya. Dia juga terjebak dalam perasaan yang sama, dan itu membuatnya bimbang, sama seperti Kenan.
"Aku mengerti, Maudy. Aku akan berusaha untuk ini, tunggu aku, ya?"
Maudy tidak membalas kata-kata Kenan karena ada langkah kaki yang datang, dia langsung berjalan meninggalkan Kenan di toilet.
***
Vina menatap Maudy yang baru saja datang dari kamar mandi. "Kok lama?"
"Iya, kebelet," jawab Maudy berusaha menahan debaran jantungnya.
"Oh, ku kira kamu ngobrol sama kapten Kenan. Tadi dia juga masuk ke toilet."
Maudy terkejut mendengar ucapan Vina, jadi Vina tahu kalau Kenan juga ada di restoran ini bahkan sempat melihatnya masuk ke dalam toilet.
Entah kenapa Maudy sangat takut jika skandal hubungan semalam dengan pilot itu terungkap. Sosok Kenan memang tampan, banyak yang menyukai pria itu, bahkan para teman pramugarinya terang-terangan mengatakan jika menyukai sang pilot yang memiliki karisma luar biasa bahkan mereka bertaruh siapa yang akan naik ke ranjang Kenan lebih dulu.
Taruhan apa-apaan?
Tidak tahu saja jika Maudy sudah menghabiskan malam panas untuk pertama kalinya dengan Kenan dan pasti jika itu para wanita lain sudah merasa ketagihan.
Maudy melihat beberapa kru Angkasa Airline masuk ke restoran tersebut. Karena memang waktunya sarapan dan yang pasti para teman-temannya juga sedang mencari makanan untuk mengisi perut mereka.
"Eh, dengar-dengar Stevi semalam masuk ke kamarnya Kapten Kenan, kamu tahu nggak?" bisik Vina. "Katanya mereka bahkan menghabiskan malam penuh keintiman."
Mendengar itu entah kenapa membuat Maudy tidak suka. Ada apa dengannya? Seharusnya dia tidak perlu marah, bukan?
Apakah itu artinya Kenan memang seorang bad boy yang suka tidur dengan banyak wanita? Lalu, apa maksud Kenan yang mengatakan jika dia tidak bisa melupakan malam panasnya bersama Maudy?
"Ternyata dia sama saja, b******k!" batin Maudy.
Vina bercerita dengan bisik-bisik karena tidak mau didengar oleh Stevi. Jika Stevi tahu ada yang tengah membicarakannya, bisa besar kepala dia.
"Kata siapa?" tanya Maudy berusaha baik-baik saja.
"Stevi sendiri yang cerita."
Di belakangnya, Maudy bahkan mendengar Stevi bercerita dengan teman-temannya bagaimana perkasanya Kenan.
"Sialan, kenapa aku harus cemburu!"
Bersambung.