Bab 2. Menyangkal Perasaan

1377 Words
Happy Reading. Kenan tersenyum miris, menatap kepergian Maudy dengan tatapan sendu. "Hanya kesalahan, ya?" gumam pria itu. Entah kenapa Kenan tidak suka dengan ungkapan Maudy yang mengatakan jika malam tadi adalah kesalahan. Karena bagi Kenan semalam adalah pengalaman yang sangat berharga. Malam yang baru pertama kali dia lakukan, begitu pun dengan Maudy. Semalam dia kehilangan perjakanya dan Maudy pun sama. Tetapi wanita itu mengatakan jika malam tadi adalah sebuah kesalahan. "Baiklah, mungkin hanya aku yang merasakan tadi malam itu sangat spesial, Maudy!" Kenan memutuskan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Kegiatan malam panas dengan Maudy benar-benar membuatnya terganggu dan dia harus segera mengenyahkan dari pikirannya. Maudy itu wanita idaman, memiliki tubuh yang indah proposional. Seorang pramugari memang sudah diharuskan memiliki tubuh tinggi ideal dan tentunya cantik. Apalagi semalam Kenan telah mengambil kesuciannya, entah apa yang dirasakan oleh Maudy sekarang, yang pasti dia tidak mau jika ada yang tahu skandal antara pilot dan pramugari meskipun hal ini sudah tidak asing lagi di kalangan mereka. Hanya saja, semua saling menutupi rahasianya masing-masing. Sedangan Maudy langsung kembali ke apartemennya. Ya, Maudy memang tinggal di Singapura. Aslinya sih orang Jakarta, tetapi dia lebih suka menetap di Singapura dan memiliki apartemen di sana. Tadi setelah keluar dari dalam kamar yang disewa Kenan, salah seorang pramugara di maskapai penerbangannya memanggil, sepertinya dia curiga jika Maudy terlibat hubungan semalam karena keluar dari tempat yang tidak lazim. Meski akhirnya Maudy membungkam pramugara itu karena juga melakukan hal yang sama, tetapi pikiran Maudy tetap berkecamuk. "Mudah-mudahan tidak ada yang tahu kalau aku dan Kenan masuk ke dalam kamar yang sama," gumam wanita cantik itu. Maudy sudah mandi dan kini dia tengah membuat sarapannya. Berusaha mengenyahkan segala macam perasaan aneh di kepalanya. Besok malam dia harus flight dengan maskapai Angkasa Airline, dua tahun sudah dia bekerja di sana. Baru setahun yang lalu dia bekerja menjadi pramugari yang dikomandoi oleh kapten Kenan Bagaskara. Pria yang semalam menghabiskan malam dengannya. Ada desiran aneh di hati Maudy saat Kenan menyentuhnya, Maudy tidak pungkiri jika dia terpesona oleh keindahan Kenan semalam. Sentuhan itu, ciuman itu, bahkan saat tubuh mereka menyatu, meskipun awalnya sakit, tetapi setelah Maudy menikmatinya. "Astaga! Tidak seharusnya aku berpikir seperti itu," gumam Maudy mengenyahkan segala macam pikiran tentang Kenan dan sentuhannya. Akhirnya dia memutuskan makan mie instan yang sudah matang, baru sekali ini dia terlibat dengan hubungan yang lebih intim, entah setan apa yang merasukinya sehingga dengan mudahnya Maudy hanyut dalam pelukan seorang Kenan Bagaskara. Tetapi jauh di dalam lubuk hatinya, dia tidak menyesal. "Dia memang tampan, tapi milik orang lain." Sebuah panggilan masuk di ponselnya, wanita berambut panjang itu langsung mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Ma. Ada apa?" "Maudy, sekarang kamu di mana?" "Di Singapura, aku di apartemen sekarang." "Bulan depan kalau kamu ada libur, pulanglah. Mama merindukanmu. Setidaknya luangkan waktu berlibur dan mencari pasangan, usia kamu sudah tidak muda lagi, sayang. Kamu sudah harus menikah." Selalu itu saja pembahasan yang dibicarakan oleh ibunya, jodoh dan nikah. Maudy masih belum memikirkan hal itu, dia masih ingin bebas dan tidak terikat, apalagi ada trauma sendiri dengan sebuah komitmen hubungan itu. "Kalau sudah saatnya, pasti Maudy nikah, Mama nggak usah khawatir. Udah dulu ya, Maudy mau istirahat, besok ada jadwal penerbangan." Maudy memutuskan panggilan itu sepihak, dia sudah malas menanggapi ibunya yang terus menuntut untuk segera dicarikan menantu. Malam ini Maudy hanya duduk termenung di ruang tamunya. Di tangannya tergenggam cangkir kopi yang sudah mendingin sejak tadi. Seharusnya ia sudah mulai bersiap untuk tidur, tetapi pikirannya masih berkecamuk. Rasa bersalah menggerogoti hatinya. Ia tak menyangka bahwa dirinya akan melanggar prinsip yang selama ini ia jaga. "Kenapa aku bisa terbawa perasaan?" gumamnya pada diri sendiri. Bayangan Kenan masih menghantuinya. Ia bisa merasakan sentuhannya, senyum hangatnya yang membuatnya merasa diterima, seolah semua luka yang ia simpan selama ini menemukan tempatnya. Tetapi di balik semua itu, ada keraguan yang merayapi hatinya. Kenapa harus Kenan? Kenapa harus pria yang sudah memiliki kekasih? Maudy menggelengkan kepala, mencoba menghapus bayangan itu. Namun, sekeras apapun ia mencoba, perasaan itu tetap ada di sana, menggantung di sudut hatinya. *** Di sisi lain, Kenan tidak bisa mengenyahkan pikirannya dari Maudy. Bayangan semalam masih lekat di benak Kenan. Setiap ia menutup mata, wajah Maudy muncul di antara kilasan-kilasan ingatan yang seharusnya ia lupakan. Namun, perasaan yang tertinggal dari malam itu bukanlah sekadar kenangan yang mudah ia usir. Kenan menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya. Sudah malam dan dia seharusnya sudah memejamkan matanya mengingat jika besok pagi dia harus flight. Hari ini dia tidak keluar hanya sekitar makan siang ataupun makan malam. Kenan masih enggan bertemu dengan Maudy. Ada perasaan malu dan canggung. Seharian penuh dia hanya berdiam di kamar. Besok jam 9 pagi dia harus flight ke Dubai. Hati Kenan digelayuti rasa bersalah pada Raya, meskipun ia tahu bahwa Raya telah lebih dulu mengkhianatinya. Tetapi, tetap saja, ada sesuatu dalam dirinya yang merasakan bahwa ia tidak seharusnya melakukan ini. Kenan menarik napas panjang, mencoba membuang semua pikirannya ke udara. "Apa yang sebenarnya aku inginkan?" bisiknya lirih. Namun, jawaban yang ia harapkan tak kunjung datang. Alih-alih, pikirannya justru kembali kepada Maudy. Senyumnya yang tulus, matanya yang tajam namun penuh kelembutan, membuatnya merasa hidup seperti yang sudah lama tak ia rasakan. *** Keesokan harinya, Maudy telah bersiap, memakai seragam pramugari dari maskapai Angkasa Airline dan berjalan beriringan dengan beberapa teman sejawatnya. Rambut Maudy di cepol ke atas, nampak leher jenjangnya yang mulus putih. Untung saja Kenan tidak meninggalkan jejak di sana dua malam yang lalu. Maudy melihat Kenan dan co pilot Fery Irawan juga beberapa pramugara berjalan di depan. Entah kenapa melihat Kenan sekarang jantung Maudy berdebar kencang. "Jangan baper, malam itu, hanya one night stand," batin Maudy. Sudah masuk waktunya flight dan Maudy beserta pramugari lainnya memastikan semua prosedur keselamatan penumpang. Mengecek Kelengkapan peralatan keselamatan dan memberikan arahan-arahan sebagaimana mestinya. *** Perjalanan menuju Dubai tentu saja memakan waktu berjam-jam. Setelah landing, Maudy memutuskan untuk segera mencari hotel terdekat dari bandara untuk istirahat. Maudy saat ini tengah duduk di sofa lobi hotel. Rasanya lelah sekali, tiba-tiba dia dikejutkan oleh seseorang yang juga tengah berjalan ke arahnya. "Hai," sapa Kenan pelan. Pria itu langsung duduk di depan Maudy. Maudy hanya tersenyum singkat. "Hai." Ada kecanggungan yang menggantung di antara mereka. Keduanya tidak tahu harus berkata apa. Kenan ingin menyampaikan sesuatu, namun ia takut kata-katanya justru akan menambah beban di hati Maudy. "Kamu baik-baik saja?" tanya Kenan akhirnya. Melihat wajah cantik Maudy yang terlihat pucat membuat pria itu khawatir. Maudy mengangguk, meskipun hatinya tidak sepenuhnya yakin. "Ya, aku baik," jawabnya pelan. Kenan menghela napas, menyadari betapa berat perasaan yang mereka hadapi. "Aku mengerti kalau kamu ingin menjauh dariku," kata Kenan dengan suara pelan. "Tapi, aku... merasa ada yang hilang tanpa dirimu, Maudy." Maudy menatap Kenan, melihat kesungguhan dalam matanya. Namun, ia tahu, bahwa perasaan mereka tidak semudah itu untuk diterima. "Kenan, kita ... kita tahu ini tidak benar. Kamu masih masih memiliki kekasih, dan aku ... aku tidak ingin melibatkan diriku dalam hal yang lebih rumit." "Kau benar," jawab Kenan, suaranya sedikit gemetar. "Aku juga tidak tahu bagaimana harus menyikapi ini." Akhirnya Kenan memilih pergi setelah berpamitan pada Maudy, dia juga tidak ingin terjerat lebih jauh dengan asmara terlarang yang tumbuh begitu saja di hatinya. Kenan sudah berada di kamarnya setelah chek in hotel, dia mendapatkan pesan dari Raya, mengatakan jika dia akan melakukan pemotretan di Bandung bersama stafnya. Raya melampirkan sebuah foto di mana dirinya sedang berada di dalam mobil. Entah kenapa, rasa kecewa masih menggelayuti hati Kenan mengenai Raya yang masuk hotel dengan seorang pria sambil berangkulan. Ingin sekali menanyakan itu, tetapi rasa takutnya mengetahui kenyataan yang sebenarnya membuatnya urung. "Maudy, sedang apa?" Pikiran Kenan malah ke Maudy. Sebuah ketukan pintu terdengar, suara seorang wanita di luar membuat Kenan beranjak membukakan pintu tersebut. "Ada apa, Stevi?" tanya Kenan ketika melihat Stevi–salah satu pramugari senior di depan kamar hotelnya. "Ehm, aku hanya ingin ngajak kamu makan di luar. Tadi aku chat kamu tapi nggak dibalas, jadi aku langsung ke kamarmu, saja," jawab wanita itu dengan gestur polos tetapi menggoda. Kenan menghela napas, dia tahu jika beberapa pramugarinya selalu bersikap seperti ini, menggodanya. Bahkan secara terang-terangan mengajaknya bercinta. "Aku udah ada janji, maaf Stevi." Wanita berbaju merah itu cemberut mendengar jawaban Kenan. "Batalkan saja, kali ini kamu harus sama aku, Ken. Bukankah malam di Singapura kamu udah sama Maudy?" Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD