Happy Reading
Kenan melongo mendengar ucapan dari Maudy yang mengatakan jika dia dan Raya akan bertunangan. Kok rasanya ingin tertawa ya. Bukannya marah, tetapi Kenan merasa jika apa yang diucapkan Raya itu lucu bin aneh.
"Hahaha, gila! Kapan aku bilang sama wanita itu kalau akan bertunangan? Jelas-jelas malam itu aku udah mutusin dia. Jangan percaya, ya? Sepertinya dia nggak mau aku putusin," jelas Kenan.
"Maksudnya?" Maudy mengerutkan keningnya.
"Dia nggak mau putus sama aku, jadi dia ngarang kayak gitu. Lagian, dari mana dia kenal dan tahu kamu, apa motifnya kasih tahu kayak gitu?" Mata Maudy masih memicing, seolah masih tidak percaya dengan ucapan Kenan.
Sebenarnya di sini yang benar tuh Kenan apa Raya? Dua-duanya memiliki pendapat sendiri. Yang satu bilang udah putus, satunya bilang jika hubungannya mereka semakin dalam. Apalagi udah ada rencana Kenan melamar kekasihnya itu.
"Aku juga nggak tau, waktu dia ngenalin diri, dengan gaya sok nya dia bilang kalau kekasihnya Kenan, pilot pesawat Angkasa Airline. Terus katanya kamu tuh cinta mati sama dia, seolah dia tuh sengaja ngomporin. Tapi kenapa dia sok-sokan ngomong gitu, ya?"
"Ya, dia tahu kalau aku lagi deketin kamu."
"Apa? Kok bisa tahu?"
"Sepertinya dia memang menyelidiki tentang kita, dia udah curiga sama perubahan sikapku, apalagi dia liat foto-foto kita yang menurutnya beda. Aku nggak bilang kalau kita punya hubungan, tapi sepertinya dia tetap curiga," ujar Kenan.
Pria itu mengambil tangan Maudy yang ada di atas meja dan menggenggamnya. "Kamu percaya, kan sama aku? Aku benar-benar udah selesai sama dia. Aku tahu kalau dia sebenarnya dia juga nggak setia, di saat yang sama perasaanku pun ikut mati. Aku udah nggak cinta sama dia karena hatiku udah berpindah padamu, Maudy. Mau kan kali ini kita mencoba dan berusaha untuk membuat komitmen?"
Maudy menatap mata Kenan, menyelami tatapan itu, mungkin saja Kenan hanya bicara bukan dari hati, tetapi sepertinya apa yang diucapkan Kenan memang dari lubuk hatinya. Terlihat dari matanya yang memancarkan kejujuran.
Maudy mengangguk. "Baiklah, kita coba dulu."
Kenan tersenyum senang. Setelah itu keduanya memutuskan untuk memesan makanan ringan saja. Kenan ingin menjadikan malam itu sebagai kencan perdana dengan Maudy.
Setelah dari cafe, Maudy dan Kenan memutuskan pergi ke suatu tempat. Tempat yang membuat Maudy langsung membelalakkan matanya tidak percaya.
"Kenapa kita ke sini?" tanya Maudy dengan tatapan horor.
"Aku ingin bisa berduaan denganmu. Di tempat seperti ini biar lebih leluasa. Ayo, kita masuk."
"Tapi—"
"Percaya deh sama aku, kita hanya ngobrol untuk saling mendalami perasaan dan mencoba untuk saling mendekatkan diri," sela Kenan. Maudy pun pasrah saat Kenan membukan pintu mobilnya dan menggandeng Maudy keluar.
Sebuah "Home Stay" yang tidak terlalu besar, tetapi tempatnya terdapat di tempat yang sepi. Maksudnya bukan di tempat keramaian seperti di tengah-tengah kota.
"Aku udah referensi online, tinggal kita ambil kunci dan masuk."
"Tunggu, kamu udah nyiapin ini? Sejak kapan?"
"Sejak tadi, sayang. Kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh, aku emang ingin bisa ngobrol sama kamu di tempat yang nyaman saja."
Maudy masih belum terima. "Kenapa nggak ke apartemen kamu saja?"
Kenan tersenyum, mengusap pipi Maudy pelan. "Kalau di sana nggak aman, Raya tahu sandi unit apartemen ku, takutnya dia tiba-tiba datang," jawab Kenan menyelipkan tangannya pada sela-sela jari Maudy.
"Kenapa nggak diganti sandinya?" tanya Maudy dengan nada ketus, terlihat sekali wajahnya yang tidak suka.
Kenan tersenyum. "Nanti aku ganti, soalnya ada simbok yang tiap seminggu sekali datang buat bersihin apartemen, dia udah tahu sandinya yang biasa, nanti aku kasih tahu simbok kalau sandinya ganti dan Raya nggak boleh tahu," jawab Kenan mengulum senyum. Dia suka dengan ekspresi Maudy yang terlihat cemburu.
Bukankah cemburu tanda cinta. Itu artinya Maudy juga cinta padanya, kan?
"Terserah, ya? Aku cuma tanya tadi," ujar Maudy terlihat salah tingkah.
"Iya, aku juga udah mikir mau ganti sandi apartemenku, sayang. Biar bisa bawa kamu ke sana kalau, gak perlu nyewa home stay. Yuk, masuk ke sana."
Kenan mengajak Maudy masuk ke dalam home stay itu. Tempatnya tidak terlalu luas tetapi nyaman. Maudy melihat sekeliling, entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Apa karena ada Kenan di belakangnya.
Maudy tersentak ketika merasakan sebuah lengan besar memeluk perutnya. Napas Kenan terasa menggelitik di telinga Maudy. Kenan menempelkan tubuhnya pada punggung Maudy dan wanita itu bisa merasakan detak jantung Kenan yang terasa kencang.
"Aku benar-benar serius sama kamu, aku ingin kenal sama ibumu, meskipun sulit tapi aku akan tetap berusaha, aku cinta kamu, Maudy." Kenan mencium tengkuk wanita itu membuat Maudy melenguh.
Kenan membalikan tubuh Maudy, merapatkan pinggangnya dan langsung mencium bibirnya. Maudy terkejut, tetapi dia juga membalas ciuman itu. Bunyi decapan dari tautan bibir mereka menimbulkan bunyi erotis di kamar itu.
***
Pagi-pagi sekali, di hari Minggu seperti ini, Maudy sudah dikejutkan dengan kehadiran seorang pria di rumah ibunya. Maudy masih menginap di rumah ibunya karena tentu saja atas desakan sang ibu. Adiknya tengah keluar kota ke rumah ayahnya yang sudah memiliki keluarga lagi. Mumpung Maudy di rumah, katanya. Farel ingin minta uang pada ayahnya. Maklum, anak muda yang belum punya pekerjaan.
"Pagi, Maudy," sapa pria itu tersenyum.
Maudy berhenti di ujung tangga dan menatap pria itu dengan kening yang mengkerut.
"Adrian, kok bisa kesini?" tanya Maudy heran. Soalnya sejak kapan Adrian tahu rumah ibunya.
Ah, Maudy lupa, kalau Adrian itu 'kan bestinya sang ibu.
Tentu saja dengan rencana ibunya yang menginginkan dirinya jadian dengan sosok pria yang sebenarnya tampan itu, membuat Adrian leluasa pagi-pagi sudah bertandang ke rumahnya.
"Nah, itu Maudy udah keluar kamar, baru aja Mama mau ketuk pintu kamarmu, buat kasih tahu kalau Adrian datang," ujar sang ibu yang tersenyum cerah, secerah mentari pagi menyinari. Maudy bahkan sampai memutar bola matanya malas melihat tingkah ibunya tersebut.
"Memangnya ada apa? Pagi-pagi datang?" tanya Maudy yang kini menatap Adrian.
Pria itu memakai pakaian kasual sopan, kemeja navi dengan celana jeans warna hitam.
"Mumpung weekend dan kamu masih libur, aku ingin ngajak kamu jalan," jawab Adrian masih tersenyum.
"Sini-sini, Adrian 'kan liburnya cuma weekend, jadi mumpung dia libur, mending kalian jalan-jalan, deh. Maudy pasti mau, ya kan?" Bu Ratna menarik lengan Maudy dan menyuruhnya duduk di sampingnya, berhadapan dengan Adrian.
Adrian tersenyum canggung saat menatap Maudy yang balik menatapnya dengan tatapan memicing.
"Tapi, Ma. Hari ini rencananya aku mau pergi—"
"Kebetulan, donk. Pergi sama Adrian aja, pas banget jadi kamu ada temennya," sela Bu Ratna.
Maudy kesal setengah mati dengan sikap sang ibu.
Masalahnya, Maudy sudah janjian dengan Kenan hari ini. Semalam Kenan mengatakan jika dia akan coba silaturahmi ke rumah ibunya, berusaha untuk memperkenalkan diri agar ibunya tahu kalau ada seseorang yang tulus mencintai Maudy. Dia akan membuktikan jika bisa menjadi imam buat Maudy dan sangat pantas.
"Assalamualaikum!"
Tuh, kan? Baru saja di batin sama Maudy, Kenan sudah datang.
"Waalaikumsalam, siapa ya?" seru Bu Ratna.
"Biar aku aja yang bukain pintunya, Ma." Maudy langsung berjalan ke arah pintu. Jantungnya berdebar-debar karena kedatangan Kenan pas ada Adrian juga.
Bersambung.