Happy Reading
Malam itu, Maudy pulang ke rumahnya dengan perasaan yang begitu hampa. Kakinya terasa berat, seakan setiap langkahnya semakin menjauhkan diri dari kenyataan yang baru saja terungkap.
Raya tidak mau melepaskan Kenan begitu saja. Jadi, apakah artinya dia tidak bisa bersama Kenan?
Raya terlihat begitu cantik, dia seorang model jelas saja cantik dan bodynya juga bagus. Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada Raya, hubungan Kenan dan Raya juga sudah terjalin lama. Tentu saja banyak kenangan yang terjadi diantara mereka.
"Baru aja ngerasain cinta sama seorang cowok, eh ternyata nggak mudah. Dia masih sulit lepas dari masa lalunya," gumamnya.
Maudy duduk di sofa dengan tangan yang terlipat di d**a, matanya menatap kosong ke luar jendela. Rumah yang selalu ia anggap sebagai pelarian dari kehidupan yang penuh harapan palsu ini kini terasa begitu asing, begitu menyesakkan.
Tetapi ini bukanlah waktunya untuk meratap. Bahkan setelah semua yang terjadi. Ibunya masih memaksanya untuk menerima Adrian.
Sejak tadi ponselnya berdering, tetapi Maudy tidak mau mengangkatnya. Dia tahu siapa yang menghubunginya.
Kenan. Pria itu sungguh sangat rumit, sulit untuk diraih dan juga membuatnya semakin ragu.
Matanya menatap salah satu pesan dari Raya, dia akhirnya penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh wanita itu. Maudy membukanya dan membaca setiap kalimat yang diutarakan oleh Raya.
Raya : Maudy, asal kamu tahu, ya? Kamu tuh cuma dijadikan Kenan pelarian. Dia tahu kalau aku jalan sama cowok dan dia lagi cemburu aja. Tapi biar ku jelaskan, cowok itu sepupuku dan sekarang Kenan sudah tahu. Jadi, jangan berbangga diri ataupun merasa menjadi cewek yang paling dicintai oleh Kenan. Karena kamu hanya pelarian sesaat. Besok kalau Kenan udah bosan bermain, dia pasti kembali sama aku, karena Kenan jodohku, aku yang akan nikah sama dia.
Maudy meremas ponselnya setelah membaca pesan panjang dari Raya. Entah kenapa kata-kata itu membuat sudut hatinya sakit sekali. Apa benar yang dikatakan oleh wanita itu jika dia hanya dijadikan pelarian saja oleh Kenan. Saat mengingat kembali bagaimana pertama kali mereka berinteraksi dengan begitu intim, Kenan memang mengatakan jika kekasihnya selingkuh dan dia merasa sakit hati, kecewa karena dikhianati.
Setelah malam panas penuh keintiman terjadi, Kenan terlihat gencar mendekatinya, bahkan pria itu terang-terangan ingin memiliki hubungan spesial dengannya meskipun saat itu Kenan masih berstatus sebagai kekasihnya Raya.
"Aku harus pergi." Kalimat itu muncul begitu saja dalam pikirannya, seolah-olah itu adalah satu-satunya jalan keluar yang bisa diambil. Ia mengambil ponselnya, lalu membuka aplikasi tiket pesawat. Tangan Maudy sedikit gemetar saat ia memesan tiket ke Singapura—ke tempat yang selama ini ia anggap sebagai pelarian dari kehidupannya yang penuh konflik.
"Ma, maaf. Maudy harus pergi, rasanya semua ini begitu rumit. Maudy nggak mau hidup Maudy seperti ini terus," gumam Maudy menarik kopernya keluar rumah. Malam-malam begini dia akan ke Singapura.
Maudy ingin keluar dari segala kerumitan di sini, lagian 4 hari lagi dia sudah kembali bekerja. Dia tidak mengangkat panggilan dari Kenan sama sekali. Maudy akan melepaskan pria itu jika memang Kenan memang hanya menganggapnya sebagai pelarian.
***
Kenan sejak semalam gelisah, dia tidak bisa menghubungi Maudy, wanita itu mematikan ponselnya setelah kejadian malam itu.
"Sial! Apa aku harus ke rumahnya?" gumam Kenan. Pria itu bergegas keluar dari apartemen setelah menyambar kunci mobilnya.
Dia harus bicara pada Maudy. Dia tidak bisa seperti ini.
Akan tetapi, saat sampai di depan rumah, dia melihat Bu Ratna dan Adrian yang terlihat saling berbincang serius. Kenan memperhatikan mereka di dalam mobil dari keadaan tidak jauh.
"Tante nggak tau kemana Maudy, tiba-tiba aja dia udah keluar dan nggak pamitan. Nomornya juga gak aktif, coba deh kamu hubungi, Tante benar-benar khawatir."
Kenan meremas setirnya ketika mendengar hal itu. Seperti Maudy memang pergi untuk menenangkan diri dan Kenan harus tahu di mana Maudy sekarang.
"Maudy, kenapa kamu nggak mau percaya sama aku."
Di sisi lain, Maudy duduk di kamar tidurnya, menatap ke layar ponselnya. Dia sudah berada di apartemennya yang ada di Singapura.
Suasana di luar tampak tenang, tetapi hatinya penuh dengan keraguan. Ia sudah memutuskan untuk meninggalkan semua masalah ini, untuk sejenak melupakan semua yang telah terjadi. Namun, ada rasa cemas yang terus menggelayuti pikirannya. Ia merasa seperti pelarian ini hanya akan memperburuk keadaan.
Pikirannya kembali pada kenangan indah bersama Kenan, pada saat-saat mereka tertawa bersama, berbicara tentang masa depan yang penuh harapan. Baru kemarin , mereka bisa seperti itu. Tetapi sekarang, masa depan itu terasa seperti ilusi yang hancur begitu saja. Kenan... Nama itu berputar-putar dalam pikirannya, meskipun ia berusaha untuk menepisnya. Maudy sakit hati, dia begitu kesal karena merasa dipermainkan.
"Ini yang ku benci dari yang namanya cinta, rasa sakit yang teramat sakit, aku nggak bisa," lirih Maudy.
Seharusnya dia tidak peduli pada Kenan ataupun menerima perasaan pria itu, nyatanya dia langsung terjerumus ke dalam rasa sakit yang seperti ini.
Maudy berbalik, melihat sekeliling kamarnya yang sederhana di apartemennya itu. Ia merasa seperti berada di dalam penjara—terkurung oleh segala ekspektasi, oleh keluarga yang selalu menekan, ibunya seolah tidak pernah benar-benar mengerti dirinya. Dan sekarang, perasaan bersalah dan cemas terus membebani.
Ponselnya bergetar setelah sebelumnya tadi dia nyalakan karena sejak kemarin ponsel itu dia matikan. Maudy tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat pesan yang masuk. Itu dari Kenan. Sebuah pesan pendek, tapi sangat berarti.
Kenan : Maudy, sayang. Aku akan datang ke Singapura. Tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan."
Darimana Kenan tahu kalau dia ada di Singapura?
Maudy menatap pesan itu dalam diam, hatinya semakin berat. Ia tak tahu harus bagaimana. Cinta yang ia rasakan untuk Kenan begitu kuat, tetapi luka yang dia beri juga terlalu dalam. Ia tahu, meskipun Kenan berjanji untuk membuatnya bisa percaya padanya, tetapi semuanya tidak semudah yang dibayangkan.
"Aku nggak ingin bicara sama kamu, Kenan,," gumam Maudy.
Ponsel Maudy bergetar lagi. Kali ini, itu dari ibunya.
“Maudy, kamu ada di mana? Adrian sudah menghubungi kamu belum. Kamu tidak boleh mengabaikan Adria. Ini sudah saatnya kamu mulai serius dengan hidupmu, tidak ada pria yang lebih cocok denganmu selian Adrian, tidak juga dengan si pilot itu!" pesan ibunya penuh dengan tekanan.
Maudy menggigit bibirnya. Ia tahu ini hanya awal dari semuanya. Adrian—pria yang dipilihkan oleh ibunya, dia harus mematuhi segala keinginan sang ibu, meskipun Maudy tak pernah menyukai Adrian, ia merasa terjebak dalam keinginan keluarganya.
"Apa aku harus nurut kali ini?"
Dengan napas panjang, Maudy mematikan ponselnya lagi dan berbaring di atas kasur.
"Aku butuh waktu, maafin Maudy, Ma!"
Bersambung.