Bab 17. Ancaman

1307 Words
Happy Reading Maudy duduk di meja makan dengan wajah penuh kebimbangan. Ia baru saja menerima pesan dari Raya. Isi pesan itu masih terngiang di benaknya. Raya : Kamu pikir kamu bisa merebut Kenan dariku? Kalau kamu nggak menjauh, aku akan pastikan semua orang tahu apa yang kalian lakukan di Singapura. Tangannya gemetar saat ia membaca ulang pesan itu. Ada foto-foto dirinya bersama Kenan di bar saat mereka berciuman dan saat mereka masuk ke dalam hotel dalam pesan tersebut. "Maudy, kamu nggak apa-apa?" suara ibunya memecah lamunannya. Maudy tersentak dan mencoba memasang wajah tenang. "Aku nggak apa-apa, Ma." "Kamu kelihatan lelah. Adrian tadi menelepon, dia bilang kamu belum membalas pesannya," lanjut ibunya. Duh, si Adrian ini kenapa Cepu banget sih. Maudy mengangguk tanpa semangat. "Iya, Ma. Aku akan hubungi dia nanti." Maudy memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia bingung, harus bagaimana menjalani hidupnya yang seperti ini. Serasa dia nggak bisa bebas menjalani hidup. Di dalam hatinya, Maudy merasa semakin tertekan. Ibunya terus mendorongnya untuk menerima Adrian, pria yang tak pernah ia cintai. Kini, ancaman dari Raya menambah beban pikirannya. Maudy tahu dia harus bicara dengan Kenan, tapi ketakutan akan konsekuensi yang mungkin muncul membuatnya ragu. "Ah, aku nggak bisa diam saja! Aku harus ketemu sama Raya." Malam sudah larut ketika Maudy memutuskan untuk memenuhi undangan Raya. Di sepanjang perjalanan menuju restoran The Horizon, pikirannya berkecamuk. Apa yang sebenarnya diinginkan Raya? The Horizon tampak elegan seperti biasa. Lampu-lampu kristal yang menggantung di langit-langit memberikan suasana mewah, tetapi bagi Maudy, tempat itu terasa dingin dan menyesakkan. Ketika ia melangkah masuk, matanya langsung menangkap sosok Raya yang sudah duduk di meja dekat jendela. Dengan gaun merah yang mencolok, Raya tampak seperti seseorang yang sangat besar akan kekuatannya. Di sebelahnya, seorang pria yang tidak lain adalah Andre duduk dengan sikap tenang, tetapi dari cara ia mengetukkan jarinya di meja, Maudy bisa merasakan ketidaksabarannya. "Maudy, akhirnya kau datang," suara Raya memecah keraguan di langkah Maudy. Senyumnya tipis, hampir seperti tantangan. Dengan ragu, Maudy mendekat. "Apa yang kamu mau, Raya?" tanyanya tanpa basa-basi. "Oh, jangan terburu-buru," jawab Raya, mempersilakannya duduk. "Kita akan segera mulai. Aku hanya menunggu satu orang lagi." Hati Maudy mencelos. Ia tahu siapa yang dimaksud Raya. "Duduklah dulu, jangan tegang." Maudy terkekeh, dia langsung duduk di depan Maudy dan menatap wanita itu dengan tatapan tidak kalah berani. "Aku hanya ingin tahu, apa maumu sebenarnya?" desis Maudy. "Sudah ku bilang, jangan terburu-buru, aku akan bicara kalau tamuku yang satu lagi sudah datang." *** Pukul 20.10 Kenan tiba dengan langkah tergesa. Matanya langsung menangkap kehadiran Maudy, dan tatapan bingungnya berubah menjadi waspada saat melihat Raya dan Andre. Ia menghampiri meja itu dengan ekspresi serius. "Ada apa, Raya?" tanyanya, nadanya menahan amarah. "Kenapa ada Andre di sini?" tanya Kenan dengan tatapan tajam. Raya tersenyum penuh kemenangan. "Kenan, duduklah. Kita akan mengobrol. Aku hanya ingin meluruskan beberapa hal yang sepertinya telah menjadi simpang siur." "Meluruskan apa?" Kenan menatap Maudy, mencoba mencari penjelasan. Tapi Maudy hanya menggeleng pelan, tidak tahu harus berkata apa. Setelah Kenan duduk, Raya mengangkat gelas anggurnya seolah merayakan sesuatu. "Kalian berdua sangat pintar menyembunyikan rahasia, aku akui itu. Tapi sayangnya, rahasia selalu punya cara untuk terungkap." "Raya, apa yang kamu bicarakan?" tanya Kenan, mulai kehilangan kesabaran. Raya menatap Kenan. "Sayang, aku ingin memastikan kamu tahu siapa yang sebenarnya kamu hadapi." Kenan mengerutkan kening, tatapannya tajam. "Maksudmu apa, Raya?" Dengan gerakan yang disengaja, Raya mengeluarkan ponselnya. Ia membuka sebuah folder dan menunjukkan beberapa foto di layar kepada Kenan dan Maudy. "Kenan, kamu bohong sama aku, katanya nggak ada hubungan apapun sama Maudy, tapi ini buktinya. Kalian menjalin hubungan dibelakangku!" Kenan menatap layar ponsel dengan rahang mengeras. Foto-foto itu menunjukkan Kenan dan Maudy di lobi hotel di Singapura, wajah mereka jelas terlihat. Ada juga satu foto yang diambil dari sudut yang lebih intim—Kenan dan Maudy tengah berciuman di bar dan ternyata ada yang memotret mereka. Andre sejak tadi diam saja dengan senyuman yang menyeringai. "Jadi, ini benar, kan?" tanya Raya dengan suara rendah yang penuh amarah. Ia menatap Kenan, lalu Maudy. "Kalian berdua berselingkuh." "Terserah! Tapi aku gak peduli dengan ancaman murahan kamu!" seru Kenan. "Sudah cukup!" seru Andre sambil berdiri dari kursinya. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke arah Kenan. "Kamu seharusnya tidak melakukan hal ini Kenan! Kau pikir bisa berbuat seperti ini tanpa konsekuensi?" "Cih, kamu juga kenapa ikut campur?" "Aku sahabat Raya, kamu sendiri juga tahu itu dan kamu sepupuku, tidak seharusnya kamu menyakiti sahabatku!" seru Andre. Kenan berdiri, mencoba tetap tenang. "Tapi aku sudah memutuskan Raya, dia juga udah tahu kalau aku memiliki hubungan sama Maudy, lalu apa masalahnya? Raya bukan istriku yang bisa mengatur semuanya, kan?" Raya berdiri dan menampar pipi Kenan. Andre senang sekali melihat perdebatan ini. "Cukup! Aku nggak pernah mau pisah sama kamu, Kenan! Aku mau kamu tinggalin Maudy, kalau nggak—" "Kalau nggak, apa?" tantang Kenan. Maudy sejak tadi diam saja. Sebenarnya dia muak sekali dengan drama mereka, tetapi masalahnya, Raya sudah menggunakan ancaman murahan yang bisa membuat karir mereka hancur jika benar Raya melaporkan tindakan mereka. "Kalau nggak aku akan buat karir kalian hancur!" Teriak Raya "b******k lu!" Kenan emosi jiwa. Tangannya menunjuk Raya tetapi langsung ditepis Andre. "Lo tuh yang b******k! Udah berani selingkuh dibelakang Raya, seharusnya lu yang dikasih pelajaran!" Ketegangan Memuncak Kenan mundur selangkah, berusaha menahan diri ketika Andre mendorongnya. "Andre, aku nggak mau berkelahi sama lu." "Terlambat," balas Andre dingin. Ia melayangkan tinjunya, tetapi Kenan dengan sigap menangkisnya. "Berhenti!" Maudy berteriak, suaranya menggelegar. Ia berdiri di antara mereka, mendorong Andre menjauh. "Jangan kayak gini!" Andre menatap Maudy dan tersenyum sinis. "Mending lu minggir, deh! Gue gak mukul perempuan!" "Kalau mau adu pukul, di luar sana. Gue nggak akan bikin kalian berhenti!" Maudy kesal sekali dengan Andre yang menurutnya sejak tadi wajahnya terlihat tengil. Sok ikut campur membuat Maudy jadi curiga. "Eh, lo tuh yang diem, dasar pelakor! Jalang nggak tahu diri, udah ngerebut Kenan seenaknya! Kenan tuh milik gue!" Kenan langsung menarik tangan Maudy dan melindunginya dari Raya. Kenan mendekat ke arah Raya, nadanya penuh kemarahan. "Aku bukan milik siapa pun, Raya. Hubungan kita sudah selesai sejak malam itu. Kau hanya tidak mau menerima kenyataan." Raya menatapnya dengan mata yang penuh emosi, tetapi ia tetap menjaga sikap dinginnya. "Mungkin, tapi aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja. Jika aku tidak bisa memilikimu, tidak ada yang bisa." *** Kekacauan Diredam Suasana mulai terkendali ketika petugas keamanan restoran datang. "Maaf, Tuan dan Nona. Jika Anda tidak bisa tenang, kami harus meminta Anda semua meninggalkan tempat ini." Andre melemparkan tatapan tajam kepada Kenan sebelum melangkah pergi tanpa berkata apa-apa. Raya pun berdiri, tetapi sebelum pergi, ia menatap Maudy dengan senyum penuh kemenangan. "Maudy, ini baru permulaan. Kau pikir bisa mencuri Kenan dariku? Kau salah besar," bisiknya sebelum melangkah keluar. Maudy hanya terdiam. Tubuhnya terasa lemas, seolah semua energi telah terkuras habis. Ia menatap Kenan dengan mata yang terlihat lelah. "Kenapa semua ini harus terjadi, Kenan? Kenapa kita nggak bisa bahagia?" tanyanya lirih. Kenan mencoba mendekatinya, menggenggam tangannya dengan lembut. "Maudy, aku minta maaf. Aku janji akan menyelesaikan semuanya. Aku nggak akan biarkan mereka menghancurkan kita." "Tapi bagaimana?" Maudy menarik tangannya, berdiri dari kursinya. "Semua ini terlalu rumit, Kenan. Aku nggak tahu apa aku bisa terus bertahan." "Maudy, tolong jangan menyerah," pinta Kenan, suaranya penuh emosi. Namun, Maudy hanya menggeleng pelan. "Aku butuh waktu. Aku nggak bisa seperti ini, Kenan. Aku nggak bisa terus menjadi alasan Raya mengancammu." Tanpa menunggu jawaban, Maudy melangkah pergi meninggalkan Kenan sendirian di restoran itu. Hatinya penuh luka, tetapi ia tahu ia tidak bisa terus bertahan dalam hubungan yang penuh konflik. Di Luar Restoran Saat Maudy berjalan keluar, matanya tertumbuk pada sosok Andre yang berdiri di dekat mobilnya. Ia tampak tenang, tetapi dari caranya menatap Maudy, ia tahu kemarahan itu belum sepenuhnya reda. "Apa lihat-lihat!" seru Maudy galak. Kesal sekali dengan pria itu. Andre langsung masuk ke dalam mobilnya ketika melihat Maudy memelototinya dengan garang. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD