When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Elia duduk di samping tempat tidur pasien, tempat putra tercinta berada. Digenggamnya tangan terkulai yang dialiri selang itu. "Cepat sadar, Nak. Jangan kelamaan tidur. Memang kamu mau kayak dulu lagi? Anggota tubuh kamu gak bisa bergerak. Kamu belajar jalan lagi kayak bayi," ujar Elia sambil menatap sendu putra tercinta. Febi mendekat lalu mengusap pundak wanita yang masih ia anggap calon ibu mertua. "Tante gak usah khawatir. Dokter 'kan bilang masa kritisnya udah lewat. Tinggal tunggu siuman dan aku yakin sebentar lagi Andra pasti siuman." Elia mengangguk lalu mengecup punggung tangan anaknya. Beralih menatap calon menantu. "Kamu kenal wanita dan anaknya tadi?" Elia sebenarnya berniat untuk berkenalan dengan Binar setelah terlebih dahulu mendengar penjelasan dokter tentang putranya.