When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Ma! Kenapa malah diam aja sih?" protes Andra yang hanya mendapat tatapan dari sang ibu. "Aw! Adududuh ... sakit, Ma!" pekiknya kemudian saat telinganya dijewer. "Makanya, kalau bicara itu jangan suka ngawur!" Elia menjauhkan tangannya dari telinga sang anak. "Ngatur apa?" Andra mengusap telinga dengan wajah meringis. "Itu tadi apa? Mana ada kamu punya kembaran." "Loh? Tadi mama bilang kayak gitu. Masa Mama lupa." "Mama cuma bercanda. Lagian kamu kenapa tiba-tiba tanya soal itu? Pakai acara berpikir kalau kamu itu punya kembaran," balas Elia, manatap penuh tanya. "Mama ... aku serius." "Mama juga serius, Sayang. Kamu itu cuma sendirian waktu lahir ke dunia, nggak bawa temen kecuali ari-ari." Andra diam. Jika ia tidak memiliki saudara kembar, lalu kenapa wajah suami Binar begitu mir