Belum Malam Pertama

1075 Words
"Menantu cantik. Mommy datang!!" Caca meletakkan pulpennya, berlari tergesa-gesa menuju lantai bawah mendengar suara yang tak asing pada indra pendengaran. Bibir tipisnya yang dibaluti lipbalm merekah membentuk senyum lebar. Tampak pasangan suami istri yang begitu dirindukan berdiri santai pada ruang tamu. "Mommy mertua." teriak Caca tak kalah keras. Perasaan bahagia semakin membuncak saat dia sampai pada pijakan tangga yang terakhir. "Caca kangen." "Mommy juga kangen." balas Lina tak kalah bahagia. Wajah awet mudanya ikut berseri menyambut istri dari putra kebanggaannya. Apalagi Caca adalah menantu yang diinginkan. Walaupun Caca masih 19 tahun, tapi umur bukan masalah dalam suatu hubungan. Terbukti sampai sekarang semua berjalan lancar. Tak ada kabar buruk dari Caca yang mengadu karena tak dianggap oleh suami, dan juga Bara yang tak pernah protes dinikahkan dengan anak dibawah umur. Mertua dan menantu itu tampak berpelukan, mengabaikan satu pria yang tengah memegang boneka besar yang hampir sama dengan tubuhnya. "Daddy mertua mana?" tanya Caca tiba-tiba, kepalanya mencari keberadaan pria yang pernah memberi janji padanya. Lina menunjuk pria yang wajahnya tertutupi oleh boneka besar. "Tuh, cantik." "Ini boneka babi Caca?" senyum Caca semakin lebar, bola matanya berbinar menatap boneka babi berwarna merah muda itu. Tak butuh waktu lama Caca langsung menyambar boneka besar yang sudah diklaim sebagai miliknya, memeluk dengan erat sembari mencium beberapa kali. Aromanya masih harum, artinya masih baru. Caca menyukainya. "Iya dong sayang, ini oleh-oleh yang kamu minta kan? Gimana suka gak?" tanya Lina kemudian. Butuh perjuangan untuk mengabulkan permintaan menantunya. Bukan karena mahal dan langkah, tapi karena harus meyakinkan Tiar agar mau mengabulkan permintaan Caca yang ingin dibawakan boneka babi sebagai oleh-oleh dari luar negeri sesuai janji yang mereka katakan sebelum berangkat. "Bau-bau parisnya masih ada. Caca suka banget mommy." jawab Caca bahagia. "Kenapa mintanya boneka babi? Harusnya kamu minta oleh-olehnya baju gucci, tas hermes, sepatu nike air jordan, emas, berlian, permata, mobil mazda atau yang lainnya asalkan mahal. Harga diri daddy sebagai orang kaya jatuh karena menantunya cuma minta boneka babi." protes Tiar. "Warna merah mudah pula. Mau ditaruh dimana muka daddy kalau orang-orang tau Cassandra Caramel?" "Tapi Caca kan maunya boneka babi daddy mertua. Maunya dari paris." "Udah sih, Mas. yang penting menantu kita senang. Lagian siapa yang peduli kalau kamu beliin Caca boneka babi." "Tapi, Yang. Masa jauh-jauh cuma bawanya boneka babi. Aku malu, Yang. Apa kata orang? Gimana kalau ada berita isinya 'Tiar Arfandi Handoko si pengusaha tajir melintir yang tak pernah merasakan utang melilit ternyata pelit sama menantu sendiri' Aku malu loh, Yang." "Siapa juga yang mau bikin berita gak ada faedahnya kayak gitu, Mas." "Kamu masih belum paham yang namanya perberitaan, Yang. Orang terpandang kayak kita itu selalu disorot. Kemarin aja ada berita tentang artis, judulnya gini 'Dinda Mihaw rela begadang demi anaknya yang yang kebangun saat malam.' Padahal itu gak penting dijadiin berita, tapi karena dikenal banyak orang makanya disorot. Sama kayak kita, orang kayak kita yang tajir melintir pasti dijadiin berita oleh kalangan pencari uang." Caca meletakkan boneka babinya pada pinggiran sofa. "Yaudah, nanti kalau daddy sama mommy mertua pergi lagi Caca mintanya oleh-oleh mahal." Tiar mengangguk cepat. "Harus itu, harus. Nanti daddy kasih list sama kamu. Kebetulan bulan depan daddy sama mommy mau ke jerman, kamu mau daddy beliin villa di sana? Siapa tau nanti kamu sama Bara mau honeymoon di sana." "Oke, Caca minta villa aja." Tak ingin memperpanjang akhirnya Caca menjawab asal. Dia tau mau berdebat lama, apalagi Caca sudah tak sabar ingin tidur dengan boneka babi barunya. "Gitu dong, daddy kan senang." "Tapi gak kemahalan kan daddy?" Padahal sudah bertekad tak mau memperpanjang lagi. Tapi jika difikir-fikir, sebuah Villa pasti sangat mahal. Bagaimana kalau Caca dikatakan matre oleh orang-orang? Tiar mendekat pada Caca. "kayaknya Gerald belum ajarin kamu jadi orang kaya. Bisa-bisanya papamu itu tega sama putrinya sendiri. Padahal dia kaya, tapi kamu punya pemikiran kayak orang melarat. Daddy akan marahi papamu." "Papa baik kok daddy, waktu Caca ulang tahun papa ngundang Lisa blackpink buat nyanyiin Caca lagu happy birthday. Sama ngundang Jeno buat suapin Caca. Papa juga pernah bilang kalau mau apa-apa Caca harus minta sama om suami. Gak boleh sungkan, papa cuma gak pernah bilang mintanya ke daddy. Katanya daddy udah gak punya apa-apa karena udah nulis surat wasiat buat bagiin hartanya." "Wah, papamu emang kurang ajar. Emang dia fikir daddy udah sekarat sampai nulis surat wasiat. Pokoknya dengerin daddy. Gak ada sejarahnya daddy gak punya uang. Mau beli hotel, apartemen, jet pribadi, pulau pribadi. Daddy masih sangat mampu." Tiar mengelus kepala menantunya. "Tapi papamu ada benarnya juga, kalau mau apa-apa kamu mintanya ke Bara dulu. Minta apa aja boleh, kalau dia pelit sama kamu ngomong sama daddy dan mommy. Okey?" "Oke." "Sudah-sudah, sekarang Caca ikut aku. Kamu tunggu Bara aja di sini. Mas." "Memang kamu mau bicara apa sih sama Caca, Yang?" tanya Tiar penasaran. Lina hanya tersenyum penuh arti, menunjuk bibirnya yang terkatup menandakan agar Tiar tak boleh bertanya lagi. Menyuruhnya untuk diam karena ini masalah wanita. *** "Mommy kenapa bawa Caca ke kamar?" Lina membantu Caca untuk duduk di atas ranjang. Boneka babi yang masih dipegang dia singkirkan lebih dulu agar mereka bisa lebih leluasa mengobrol. "Mommy mau bicara penting sayang." "Bicara penting apa mommy?" Lina berfikir sejenak. "Tapi sebelumnya mommy mau tanya. Kamu suka gak sama dedek bayi?" tanyanya hati-hati. "Suka kok mommy." "Bagus, kalau gitu. Kamu mau kan dihamilin sama anak mommy? Udah lama mommy mau cucu, kalau kamu punya dedek bayi pasti anaknya lucu. Anak mommy kan ganteng, kamu cantik. Pasti dedek bayinya lucu kan sayang?" Wajah Caca bersemu merah. "Caca mau mommy. Cuma---itu, om suami...." "Kenapa sayang? Anak mommy jahat sama kamu? Dia bentak-bentak kamu? Cerita sama mommy. Biar nanti mommy yang marahin dia, bisa-bisanya jahat sama mantu kesayangan mommy." "Bukan, om suami baik kok." Lina terdiam sejenak. "Terus kalau baik masalahnya apa sayang?" "Om suami gak mau pegang-pegang Caca. Padahal Caca udah goda om suami, tapi gak mempan-mempan. Jadi Caca gak bisa deh kasih mommy cucu lucu." Bola mata Lina membulat saking terkejutnya. "Jadi maksud kamu. Kalian belum malam pertama? Bara gak pernah nyentuh kamu?" tanyanya syok. Caca mengangguk pelan. "Mustahil, kalau dicolek pernah?" Kali ini Caca menggeleng. Sontak hal itu membuat mulut Lina terbuka lebar. Pengantin baru tak mungkin belum melakukan malam pertama. Lina pernah diposisi yang sama, bahkan dia baru masuk kamar tapi Tiar langsung menyeretnya ke tempat tidur. Membuatnya kewalahan sampai tak bisa bernafas dengan baik. Padahal mereka juga dipersatukan oleh perjodohan. Lina jadi berfikir, apa yang membuat putranya kuat iman menahan godaan dari wanita secantik Cassandra? Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD