Pemikiran Jahat

1302 Words
“Ma, apa maksud laki-laki tadi ngomong gitu? Apa mungkin, mba Renata lagi hamil anak mas Gemilang?” tanya Deby dengan nada tak percaya. Mayang tampak pucat dan langsung menggeleng cepat. Dia tidak bisa membiarkan Renata mengandung anak Gemilang. Mayang tidak rela jika nanti Gemilang harus kembali lagi kepada Renata dengan alih-alih mereka akan segera punya anak. “Nggak mungkin, By. Dia kan mandul! Mana mungkin dia hamil,” cetus Mayang dengan nada sinis. “Tapi, tadi dia memang pendarahan loh, Ma. Itu ... di lantai kita masih ada darahnya tadi,” ucap Deby dan menunjuk genangan darah yang tidak terlalu banyak di lantai keramik rumah itu. Mata Mayang pun beralih ke tempat di mana Deby menunjuk. Benar saja, darah segar masih tampak terpias di sana dan hal itu membuat jantung Mayang serasa akan copot dari tempatnya. Mana mungkin dia rela jika Gemilang kembali lagi pada Renata, sedangkan sekarang Gemilang sudah sukses dan ada wanita seperti Cherry yang lebih layak berada di sisinya. “Cepat kamu ambil kain pel dan bersihkan semuanya. Jangan sampai ada yang tersisa dan membuat Gemilang curiga nanti saat dia pulang bekerja,” titah Mayang kepada Deby dengan cepat. “Kok aku sih yang bersihkan noda darah itu, Ma?” tanya Deby dengan merungut kesal. “Jadi siapa, dong? Kamu suruh Mama yang bersihkan itu semua? Durhaka banget kamu!” “Bukan gitu maksud aku. Tapi ... ya udahlah. Biar aku ambil kain pelnya dulu ke dapur.” “Nah gitu, dong. Buruan! Mama yakin dia datang ke sini hanya untuk menjebak kita dengan tipu muslihatnya itu doang,” gerutu Mayang lagi dan kembali duduk di sofa. Sementara Mayang duduk santai di sofa empuk, Deby ke dapur sambil terus mencerocos dan menggerutu kesal karena disuruh mengepel darah Renata tadi. Namun, dalam benaknya Deby masih tidak habis pikir dengan yang tadi dikatakan oleh Rama. Deby seperti percaya bahwa Renata saat ini memang sedang hamil anak Gemilang. Mengingat saat wanita itu pergi dari rumah ini, dia masih dalam keadaan sakit dan lemas seperti wanita yang sedang hamil muda. Deby mana berani membantah atau membahas hal yang tidak lagi disukai oleh Mayang. Bisa-bisa, nanti jatah belanja Deby dikurangi dan dia disuruh mengerjakan ini itu. Sejak kepergian Renata dari rumah ini, sebenarnya mereka memang kewalahan dalam segala hal, terutama soal makanan. Jadi, Deby sudah merengek ke Gemilang untuk dicarikan asisten rumah tangga saja. “Yang bersih pelnya, By. Kasih juga tuh pengharum lantai biar bau amis darahnya nggak kecium ke mana-mana,” titah Mayang dan asik menonton tv layar jumbo di depannya. “Ma, dia serius hamil nggak, Ma? Kalau benar dan nanti dia keguguran, kita bisa kena masalah besar, Ma. Kita bisa dipenjara tuh kemungkinan, Ma!” ungkap Deby yang akhirnya tetap tidak bisa diam dengan masalah tadi. Netra Mayang berpindah dari layar tv ke arah Deby yang sedang mengepel. “Kamu jangan bikin takut Mama deh, By. Mana mungkin hal sepele gitu doang kita dipenjara, By! Kita kan nggak membunuh dia atau anaknya,” terang Mayang berusaha untuk tetap tenang di depan Deby. “Mama nggak tau sih hukum sekarang udah banyak berubah. Aku takut kalau dipenjara, Ma. Aku masih muda dan belum nikah, masa harus jadi napi sih,” rengek Deby yang semakin takut dan meletakkan tangkai pel di dekat sudut meja yang menghentak pinggang Renata tadi. Gadis itu lantas duduk di samping Mayang dan bergelayut manja sambil terus merengek. Dia begitu takut dengan polisi dan penjara yang identik dengan perbuatan kriminal tingkat tinggi. Deby tak ingin nama dan wajahnya jadi tercemar hanya karena masalah sepele yang bahkan tidak dia lakukan. “Pokoknya aku nggak mau tau, ya Ma. Kalau ada apa-apa nanti, Mama yang tanggung jawab. Kan Mama yang udah terus memancing keributan.” “Enak aja kamu, ya! Yang dorong perempuan udik itu siapa tadi? Kamu kan? Kalau terjadi apa-apa, ya kamu lah yang harus tanggung jawab!” “Mama!” seru Deby dan semakin takut dirinya akan dipenjara. Suasana hening beberapa saat dan Mayang yang sedang menatap layar tv sebenarnya tidak sedang menyaksikan siaran di layar tv itu. Pikirannya justru sedang mengembara entah ke mana. Sedangkan Deby masih dengan kekalutan dan kegalauan hatinya yang hakiki. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas siang dan itu artinya sebentar lagi Gemilang akan pulang ke rumah. Anak sulung kesayangannya itu sekarang jadi sering pulang ke rumah saat jam makan siang dan tentu saja dia datang bersama dengan wanita idamannya – Cherry. “Mama nggak yakin dia itu hamil, By. Masa sih kebetulan banget pas dia datang ke sini, kasih surat cerai dan kemudian bikin ribut. Tau-tau didorong dikit doang jatuh dan malah pendarahan. Mama yakin semua ini hanyalah rekayasa dia doang untuk menarik simpati Gemilang lagi.” Mayang berkata setelah beberapa saat diam dan memecah keheningan yang terjadi antara ibu dan anak itu. “Hah! Masa sih, Ma? Segitunya banget dia mau menarik perhatian mas Gemilang?” tanya Deby dengan nada tak percaya. “Siapa yang bisa tau apa isi dalam otak wanita licik itu! Dia pasti menggunakan segala macam cara untuk bisa kembali lagi ke sini. Secara kan, Gemilang udah jadi CEO sekarang.” “Bisa jadi juga sih, Ma. Aku juga heran sama penampilan dia yang mendadak jadi wow banget gitu. Padahal, baru aja diusir dari rumah tanpa bawa apa-apa. Dari mana dia bisa tampil seperti wanita sosialita gitu coba?” “Makanya itu! Kamu sih nggak nyimak dan nggak percaya sama yang Mama bilang dari tadi. Dia itu pasti udah jadi simpanan om-om tua. Udah jadi ani-ani dia, makanya bisa dandan gitu. Selama ini sama Gemilang kayak gembel terus, karena uang belanja kan Mama yang handle. Mana bisa dia pakai semaunya,” ungkap Mayang dengan nada sinis dan diberikan anggukan oleh Deby pertanda membenarkan ucapan sang ibu yang kejam. Dua ibu dan beranak itu tampak begitu serius menonton hingga tak sadar bahwa Gemilang dan Cherry sudah datang. Mereka berdua menyambut kedatangan sepasang kekasih itu dengan senyum hangat dan juga suka cita karena Cherry selalu membawa banyak makanan saat datang. “Kita langsung makan aja gimana? Udah jam dua belas nih,” ajak Mayang saat melihat jarum jam dinding. “Boleh, Tante. Aku panaskan dulu sop yang aku bawa ini ke dapur, ya.” Cherry berkata dengan lemah lembut. “Nggak usah, Sayang. Biar Deby aja yang manasin sop-nya. Kamu langsung aja sama Gemilang ke meja makan. Tante siapkan dulu yang lainnya,” tolak Mayang yang tak mengizinkan calon menantunya itu memegang satu pekerjaan pun di rumah. “Nggak apa-apa kok, Tante. Nanti, kalau udah jadi istri mas Gemilang, aku pasti juga akan bantu-bantu kerjaan di rumah ini,” ucap Cherry malu-malu pada Mayang. “Kamu nggak usah kerja, Sayang. Nanti Gemilang akan sewa asisten rumah tangga untuk kita di rumah ini,” ucap Mayang pula dengan penuh rasa percaya diri. Gemilang langsung memandang ibunya dengan tatapan masam dan seperti tidak membenarkan hal itu. Namun, Mayang pura-pura tidak tahu dan terus saja tersenyum ramah kepada Cherry. Begitu pula dengan Deby yang setuju pada ucapan Mayang tadi. Dia tidak ingin melakukan pekerjaan lagi di rumah itu yang biasanya semua pekerjaan dilakukan oleh Renata, saat dia masih tinggal di sini. “Ma, ini dokumen apa?” tanya Gemilang saat melihat ada amplop coklat terletak di atas meja sudut ruangan itu. “Ini juga. Kenapa ngepel di sini nggak selesai sih? Apa yang terjadi tadi di rumah?” tanya Gemilang sekali lagi saat pertanyaannya tadi belum dijawab juga oleh Mayang. Mayang dan Deby saling berpandangan dan seperti sedang memberikan kode. Bagaimanapun, Mayang tetap tidak senang jika keturunannya lahir dari rahim Renata. Wanita yang dianggapnya gembel dan tak layak jadi ibu dari ahli waris Gemilang kelak. Pikiran Mayang sudah jauh ke depan dan tak ingin anak cucunya malu akan kehadiran Renata yang tak jelas asal usulnya. “I-itu ... tadi mba Renata datang, Mas!” seru Deby dengan gugup dan sedikit takut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD