Pada keesokan harinya, Krystal masih kepikiran tentang apa yang dibicarakan oleh Austin kepada lawan teleponnya semalam.
Apa yang dimaksud oleh austin tentang menahan emosinya, dan setelah satu minggu jika kakaknya tidak ketemu apakah dia akan disiksa oleh Austin?
Krystal menggelengkan kepalanya, Austin tidak mungkin orang yang seperti itu. Namun, bisa saja memang seperti itu karena yang dicintai oleh Austin adalah kakaknya, dan juga yang dicintai oleh kakaknya adalah Austin.
Dia menghela nafas, kemudian membentuk coretan-coretan asal pada kertas skripsinya yang baru saja diminta revisi oleh dosen pembimbingnya.
"Ada apa denganmu, Krystal?" tanya Yosi yang merupakan teman satu kampus dengan Krystal.
"Aku sudah menikah,” beritahu Krystal dengan begitu tiba-tiba.
"Hah? Hahaha! Selesaikan dulu skripsimu, baru menikah," jawab Yosi yang mengira Krystal sedang bercanda.
"Aku tidak bercanda, Yosi. Aku sudah menikah, dan itu terjadi begitu saja."
"Kau serius?" Yosi kembali bertanya karena melihat wajah Krystal yang memang terlihat sedang tidak bercanda. "Semalam Robert masih menghubungiku menanyakan apakah kamu bersamaku. Lalu kapan kalian menikah?" tanyanya dengan raut bingung.
"Aku menikah bukan dengan Robert, tapi calon suami kakakku," jawab Krystal dengan cemberut.
"Hah? Hahaha aku hampir saja percaya kepadamu,” balas Yosi yang sudah kembali bersikap seperti biasa.
"Aku serius, Yosi. Aku benar-benar sudah menikah."
Krystal menceritakan semuanya kepada temannya itu. Mulai dari kakaknya melarikan diri di hari pernikahan, dia yang menggantikan sang kakak, hingga semalam dia bertemu dengan Robert.
"Sepertinya Robert ingin bertemu denganmu," ucap Yosi setelah mendengarkan penjelasan Krystal yang panjang lebar.
Krystal mengikuti arah pandang Yosi, dan ternyata Robert sudah berada di belakangnya.
"Kita perlu bicara, Krystal," ujar Robert, berjalan terlebih dahulu keluar dari cafe kampus mereka. Mau tidak mau Krystal mengikutinya.
"Masuklah!" Robert membukakan pintu mobil, kemudian Krystal masuk ke dalam mobil.
"Aku tidak sengaja mendengar penjelasanmu tadi kepada Yosi. Bagiku tidak masalah, dia akan menceraikanmu, dan setelah itu aku akan menikahimu." Robert menggenggam tangan Krystal, kemudian menciumnya dengan sebelah tangannya yang berada pada setir mobil.
"Maafkan aku."
"Tidak masalah, aku akan membantumu mencari kakakmu supaya pria itu secepatnya menceraikanmu," jawab Robert dengan tulus.
"Terimakasih, Robert. Aku mencintaimu." Krystal mendekatkan tubuhnya pada Robert lalu memeluk lengan Robert.
Hari mereka dihabiskan dengan jalan-jalan dan siang sudah berganti malam. Namun, dua manusia berlainan jenis kelamin itu masih belum rela untuk berpisah, dan di sinilah mereka saat ini, berada pada taman yang sepi.
Krystal duduk di ayunan dan Robert mengayunnya dari belakang. Sungguh, gambaran pasangan yang sangat romantis dan serasi. Setelah puas bermain, barulah Robert mengantarkan Krystal pulang.
"Hati-hati dijalan," ujar Krystal ketika akan keluar dari mobil Robert tapi Robert menahan tangannya. "Kamu tidak memberikanku salam perpisahan seperti biasanya?"
"Robert, saat ini aku adalah adalah istri orang. Bersabarlah hingga dia menceraikanku."
"Dia tidak akan tahu jika kita hanya saling mengecup."
"Huh, baiklah!" Krystal mendekatkan wajahnya pada Robert lalu mengecup bibir Robert, lalu keluar dari mobil.
Krystal dengan was-was memasuki lift. Jawaban apa yang harus dia berikan jika Austin menanyakan kenapa dia terlambat pulang?
Setelah sampai di depan penthouse Austin, dia pun memasukkan beberapa digit angka lalu membuka pintu penthouse itu dengan perlahan. Tapi dia tidak menemukan keberadaan Austin di sana.
Kemudian, dia menaiki tangga menuju kamar dan melakukan hal yang sama dengan sebelumnya, ternyata Austin berada di sana.
"Kenapa baru pulang?" tanya Austin dengan suara teramat dingin dan wajah datar, membuat Krystal menelan ludah dengan susah payah.
"Aku tadi revisi skripsi bersama teman-temanku," jawab Krystal berbohong.
Tentu saja dia berbohong, dia tidak mungkin mengatakan bahwa dia pergi bersama Robert.
"Kamu tidak berbohong?" tanya Austin menyelidik.
"Yap, aku tidak berbohong," jawab Krystal dengan begitu meyakinkan.
"Baiklah, mandilah!"
Krystal menghela nafas lega. Meletakkan tas dan laptopnya di atas meja, lalu berlalu ke arah kamar mandi, tapi suara Austin kembali membuatnya gugup.
"Jika aku mendapatimu berbohong kepadaku ...." Austin mendekati Krystal, memepetkan tubuh bagian depannya dengan tubuh bagian belakang Krystal, lalu kembali melanjutkan ucapannya, "maka bersiaplah, kamu akan menerima akibatnya, Krystal!"
Krystal bergidik ngeri mendengar penuturan Austin, ditambah dengan nafas Austin yang menyapu tengkuknya ketika Austin berbicara. Detik berikutnya sebuah kecupan langsung mendarat pada tengkuknya.
Krystal langsung menjauhkan tubuhnya dari Austin, membalikkan tubuhnya dan melihat Austin yang sedang menyeringai. Dengan cepat ia kembali berbalik, kemudian berlari memasuki kamar mandi.
Setelah mengunci pintu kamar mandi, tubuhnya langsung merosot ke lantai kamar—seakan sendi pada tubuhnya tidak berfungsi lagi. Saat ini barulah dia menyadari bahwa Austin adalah orang yang berbahaya.
*
Krystal sengaja berlama-lama di kamar mandi supaya dia tidak bertemu dengan Austin, tapi sekarang dia terpaksa keluar karena sudah hampir satu jam berada di dalam kamar mandi.
Dengan perlahan dia membuka pintu kamar mandi dan melihat Austin yang sedang sibuk dengan laptopnya.
Krystal menghela nafas lega, kemudian dengan santai keluar dan menuju ke arah sofa yang sudah dua malam dia tiduri.
"Tidur di sini!" suara Austin tiba-tiba mengintrupsinya.
"Huh!"
"Tidur di ranjang!"
"Tidak perlu, aku tidur di sini saja," ujar Krystal menolak perintah Austin, dia merasa agak takut untuk dekat-dekat bersama Austin.
"Tidur di sini atau kamu mau sofa itu aku banting ke luar?!"
Dengan berat hati Krystal menuruti perintah Austin. Dia turun dari sofa yang biasa dia tiduri, kemudian berjalan ke arah ranjang dan menempatkan tubuhnya di sisi ranjang, bersebelahan dengan Austin.
"Tidurlah!"
"Apakah aman?" cicit Krystal. Semenjak kejadian tadi dia merasa was-was dengan Austin.
"Tenang saja, aku tidak akan memperkosamu. Tubuhmu tidak ada yang menarik. d**a dan b****g yang tepos, sangat berbeda dengan Cindy."
Mendengar jawaban Austin itu membuat Krystal kesal, bagaimanapun dia tidak suka tubuhnya dibanding-bandingkan, apalagi dengan kakaknya.
Kakaknya memang sempurna, lebih cantik, lebih berisi dan lebih bisa segalanya dibanding Krystal. Tanpa dikatakan pun, Krystal tahu sendiri bahwa dirinya jauh di bawah kakaknya, tapi dia tidak suka orang mengatakan itu secara terang-terangan.
Krystal mendengus, kemudian membalikkan tubuhnya dan menutup mata dengan kesal.
Tidak lama setelah Krystal tertidur, Austin pun menutup laptopnya, lalu merebahkan tubuhnya di sisi ranjang yang berbeda dengan Krystal.
Jarak mereka cukup jauh dari ujung ke ujung, tapi itu hanya sebentar. Setelah mereka tertidur lelap, entah bagaimana ceritanya mereka menjadi berpelukan.
Austin memeluk Krystal dengan erat, krystal pun juga merasa sangat nyaman berada di dalam pelukan Austin. Mereka berdua berbagi kehangatan.
Hingga fajar terbit, kedua insan itu tidak ada yang membuka mata terlebih dahulu, keduanya masih nyaman dengan posisi yang saling berpelukan. Hingga orang yang paling awal terbangun adalah Krystal.
Tangannya meraba-raba permukaan d**a bidang Austin, dan sesekali mengernyitkan dahinya karena merasakan tekstur aneh dengan benda yang dia raba, hingga dia membuka matanya untuk memastikan, dan betapa terkejutnya dia ketika melihat siapa orang yang ada di depannya saat ini.
"AAAAA!"
Saking terkejutnya, dia langsung menendang Austin, membuat Austin jatuh ke lantai.