Suasana hati Tania benar-benar hancur. Moodnya benar-benar rusak berantakan. Dan semua itu berubah sejak Bian mengatakan jika di hati pria tersebut ada seorang gadis yang sedang ditunggu.
Lucu bukan? harusnya ia tak marah sama sekali, namun faktanya mood-nya benar-benar hancur berantakan gara-gara kalimat yang Bian ucapkan itu. Ia Bahkan tak bisa menikmati pemandangan yang faktanya begitu indah terbentang di depan matanya.
Ia melirik ke arah Amel yang sedang asyik berfoto-foto bersama Rian. Sepertinya Amel dan Rian benar-benar menikmati suasana liburan mereka kali ini. Tania juga mengarahkan pandangannya pada Bian. Pria itu Tengah asik duduk-duduk sembari menyeruput segelas kopi hangat.
Tania menghela nafas gusar. Kenapa hatinya bisa kacau seperti ini. Padahal Bian tak ada hubungan apapun sama sekali dengannya. Dan sejak kejadian saat ia tanpa sengaja mengatakan Bian seorang gay, suasana antara dirinya dan Bian terasa begitu canggung. Ia Bahkan tak berani menyapa Bian sedikitpun.
Tania merasakan sesak di dadanya. Seperti ada puluhan jarum yang saat ini sedang menusuk jantungnya berulang kali dan itu benar-benar sakit.
Lagi-lagi ia menghela nafas gusar. Sesak di hatinya sangat sulit ia hilangkan. Bahkan ia sangat ingin menangis saat ini. Namun jika ia menangis Tanpa alasan yang jelas, orang-orang akan menertawakannya termasuk Bian sendiri.
"Kenapa suasana hati kamu sampai sebegininya Tania. Bukan untuk ini tujuan kamu berada di Indonesia kan?" Ucapnya bermonolog sendiri.
Tania memukul dadanya cukup kuat. Bahkan pukulan itu membuatnya batuk dan langsung menarik perhatian Bian. Walaupun begitu, Bian tak tertarik untuk mendekati Tania.
Tania berdiri dari duduknya. Ia melangkah berjalan menjauhi posisi Amel, Rian dan Bian. Ia benar-benar ingin sendiri terlebih dahulu.
"Tania, Kamu kenapa sih. Kenapa hati kamu sekarang bisa sesakit ini. Apa penyebabnya? Bukan untuk ini kamu kembali ke Indonesia. Kamu harus cari Rian. Di manapun ia berada saat ini kamu harus cari dia Tania. Jika 1 bulan ke depan kamu nggak bisa ketemu sama dia, sebaiknya balik lagi ke Malaysia. Dan Lupakan keinginan kamu untuk mencari tahu kenapa orang tuamu menetap sepenuhnya di Malaysia. Lupakan semua yang ada di Indonesia. Kamu harus bisa." Gumam Tania lirih. Bahkan suaranya yang keluar terdengar cukup serak.
Tania menarik nafas dalam lalu membuangnya secara perlahan. Ia mencoba untuk menenangkan hatinya.
Ia menghapus air matanya yang sempat terjatuh. Mencoba untuk tersenyum, Tania kembali memutar tubuhnya ke belakang namun terkejut Bukan main saat Bian tiba-tiba muncul di hadapannya. Tania bahkan mundur ke belakang dengan spontan membuatnya nyaris terjatuh. Beruntung Bian langsung menarik tangannya. Kalau tidak mungkin Tania sudah merasakan bokongnya berdenyut karena terhempas ke tanah.
"Om Bian!!" Teriaknya kesal. Bahkan teriakan itu berhasil menarik perhatian orang-orang sekitar termasuk Amel dan Rian.
"Berantem lagi mereka. Kapan akurnya sih." Ucap Amel. Gadis itu lalu melirik ke arah Rian, "sebenarnya Om lo itu kenapa sih? Selalu bikin Tania kesal."
"Lah kok Om Bian yang salah? Sahabat kamu itu yang aneh."
"Om Lo itu yang aneh."
"Sahabat kamu. Setahuku Om Bian sejak tadi duduk di sana sambil minum kopi." Ucap Rian sembari menunjuk tempat duduk Bian tadi.
Amel berdecak kesal. Ia lalu melirik ke arah Tania. Amel berniat hendak menghampiri Tania namun langsung ditahan oleh Rian.
"Biarin mereka ih. Kita jangan selalu ikut campur urusan mereka."
"Lah kenapa? Emangnya mereka ngapain?"
"Iya bukannya ngapa-ngapain, tapi kan apa yang kita lihat saat ini pasti mereka tahu apa penyebabnya dan biarin mereka menyelesaikannya sendiri."
"Dih, apaan sih lo. Sahabat gue itu tanggung jawab gue selama dia di Indonesia. Udah ah males gue. gue mau ke tempat Tania dulu." Ucap Amel tanpa bisa dibantah lagi.
Gadis itu berjalan mendekati Tania. "Tania," panggil Amel. "Lo kenapa?" Amel merangkul Tania,
"Nggak kenapa-napa kok. cuma kaget aja." Jawabnya.
Amel tak percaya sama sekali. Gadis itu lalu menatap Bian curiga.
"Apa? saya nggak ngelakuin apa-apa sama sahabat kamu."
"Kalau Om nggak ngelakuin apa-apa, Kenapa Tania bisa teriak seperti tadi?"
"Ya saya mana tahu."
Amel menatap Bian dengan tatapan curiga.
"Udah Amel, aku nggak papa kok. aku cuma kaget aku bilang."
Amel berdecak kesal. "Ya udah, lo deket gue aja di sana. ngapain ke sini sih. kalau lo nyasar gimana?"
Bian mendelik tajam, "Sahabat kamu ini bukan anak-anak lagi." sahut Bian
"Tapi Tania nggak tahu daerah sini Om."
"Ya Tuhan, dia nggak bakal hilang. Kebun teh ini bukan labirin setinggi 2 m." Ucap Bian kesal. Tak mau lagi berlama-lama di sana, Bian memutus untuk pergi ke tempat dia duduk tadi.
Ia benar-benar kesal. Ternyata tubuh dewasa Tania masih di perangkap oleh sifat kekanak-kanakan. Memilih menyendiri jika ada sesuatu yang terjadi bukan menyelesaikannya secara baik.
1 jam mereka menghabiskan waktu di kebun teh. Dan hanya Rian, Amel serta Tania yang menikmati indahnya suasana. Sementara Bian, pria itu justru tak bersemangat sama sekali. Seolah-olah mood jelek Tania tadi berpindah padanya.
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, dan Sebenarnya banyak pengunjung yang sudah mulai balik ke penyewaan ATV. Ditambah lagi langit yang mendung dan udara yang semakin dingin.
"Om balik yuk." Ajak Rian.
Bian mengangguk. pria itu berdiri dari duduknya dan melangkah mendekati ATV-nya.
"Om, Aku sama Amel ya." Ucap Tania. Bian menatap Amel. Dan Amel memberi kode gelengan pada Bian. Gadis itu berharap Bian tidak mengizinkan Tania untuk berbonceng dengannya. bukan karena ia tak mau tapi karena ia takut Tania terjatuh.
Namun sepertinya Bian tak terlalu peduli. Pria itu hanya mengangguk kembali dan naik ke atas ATV miliknya.
"Tania gue takut lo jatuh."
"Aku nggak bakalan jatuh kok. Kamu jalannya pelan-pelan aja."
"Tapi kalau beneran jatuh gimana?"
"Ya udah kalau jatuh juga aku yang nahan sakitnya."
"Ya Tuhan, ini anak bandel banget ya. Lo udah bagus-bagus sama Om Bian."
"Ya udah Tania sama aku aja."Ucap Rian memberi saran.
Tania menatap ke arah Bian. Dan pria itu juga menatap ke arahnya. Dan lagi-lagi Tania tak bisa menenangkan debaran jantungnya yang mendadak menggila karena tatapan Bian tersebut.
Tania lalu menatap Rian, "Nggak deh. Aku sama Om Bian aja. Justru sama kamu bikin aku makin jantungan." Tolaknya.
"Lo emangnya aku kenapa?"
"Au ah. Kamu juga, jadi sahabat nggak pengertian banget sih."
"La gue salah juga nih?"
"Ya emang kamu salah."
Tania melangkah kesal sembari menghentak-hentakkan kakinya kuat ke tanah. Ia lalu menaiki ATV milik Bian.
"Jalan Om." perintahnya.
"Kalau nyuruh saya itu baik-baik."
"Om Bian jalan." ucap Tania mengulang ucapannya tadi namun dengan nada suara yang begitu lembut.
"Saya bukan Om kamu."
"Ya Allah ribet banget ya Om ya. Ya udah deh Aku jalan kaki aja. Tau gitu aku pakai sendiri ATV-nya."
Tania hendak turun namun langsung ditahan oleh Bian. "Oke saya jalan. Tapi setelah ini saya masih ada urusan sama kamu. Pegangan kamu.!"
Tania menghela nafas kesal ia melingkarkan lengannya di pinggang Bian. Suasana hatinya benar-benar Aur auran. Bian mulai melajukan motor ATV nya sedikit lebih kencang namun tetap memastikan keselamatan dirinya dan juga Tania.
Tania sadar jika saat ini Bian sedang emosi. Dan itu membuat Tania ketakutan. Ia Bahkan tak bisa menahan air matanya. Air mata yang ia sendiri tak tahu apa alasannya untuk keluar.
Sepanjang perjalanan menuju pangkalan penyewaan, Tania terus menghapus air matanya. Dan tangisan Tania tak diketahui oleh Bian sedikitpun. Sampai mereka tiba di pangkalan penyewaan dan di sana Bian baru bisa menyadari jika mata Tania sembab
Setelah menyerahkan semua ATV nya, Bian tanpa permisi langsung menarik tangan Tania, "Kamu ikut saya! Rian, Amel, saya ada urusan dengan Tania sebentar." Ucapan Bian yang tegas membuat Amel dan Rian tak berani membantah. Tania sendiri juga tak berani memberontak. Alhasil gadis itu hanya mengikut saja ketika ia ditarik oleh Bian.
Bian membawanya menuju villa dan menariknya masuk ke kamar miliknya dan Amel.
Tania masih mencoba untuk tenang dan tidak memberontak.
"Kamu kenapa sih? hobinya nangis terus. Sedari tadi saya lihat kamu selalu menangis, nangis dan nangis. Apa kamu memang secengeng ini orangnya?"
Tania tak mau menjawab. Gadis itu memilih menunduk saja dan tak berani menatap mata biar.
"Jawab saya Tania? Apa kaki kamu lebih menarik dari pada saya?"
Tania menggeleng namun masih menunduk.
Bian benar-benar dibuat gemas. Ia meraih dagu Tania dan mendorong ke atas membuat mata Tania bertemu dengan mata Bian. "Saya buat salah sama kamu?" Tanya Bian melunak. Tania menggeleng. "Terus kenapa kamu nangis?"
Tania kembali menggeleng. Ia sendiri tak tahu harus menjawab apa. Mood nya hancur sejak Bian mengatakan jika pria itu menunggu seorang gadis yang sudah lama tersimpan di hati pria itu.
Tak mungkin ia jujur perihal yang membuatnya sedih.
"Kamu mau jadi pacar saya?"
"He?"
"Bukan he jawaban yang saya mau. Kamu mau jadi pacar saya?"
"Nggak." Jawab Tania cepat.
"Kenapa?"
"Karena ada gadis lain di hati om."
Bian seketika mengulum senyumnya. Ia bahkan menekan pipi dalamnya dengan ujung lidah.
"Kamu cemburu?" Tebak Bian namun respon Tania diluar dugaan.
"Ha? Uwahahahah, nggak mungkin om. Aku nggak mungkin cemburu. Emangnya kita ada hubungan apa?
Om jangan kepedean jangan kegantengan. Hahaha. Aneh-aneh aja om ini. Haha.. haha.." Bian menatap Tania yang saat ini sedang tertawa canggung. Bahkan Tania masih tertawa saat Bian menatapnya dalam sampai tawa itu akhirnya mereda dan berganti dengan beberapa kali batuk.
"Lucu?" Tanya Bian dingin.
Tania menggeleng. "Nggak."
"Lalu kenapa kamu tertawa?"
"Egheem, itu karena...Tania, kenapa kamu bisa salah tingkah begini sih, ah." Tania merutuk dalam hatinya.
"Karena apa?"
"Karena... Karena apa ya..."
"Ha? Ya Tuhan. Saya nggak paham kamu ini kenapa. Kalau kamu cemburu, buang jauh-jauh rasa cemburu kamu. Kita ke sini buat liburan bukan? Aneh." Bian melangkah meninggalkan Tania. Ia ingin keluar dari kamar tersebut namun belum ia menggenggam gagang pintu, Tania langsung menghalangi Bian.
Ia berdiri merentangkan tangannya di belakang pintu di depan Bian.
"Mau apa?" Tanya Bian ketus.
"Aku nggak cemburu om. Nggak ada gunanya aku cemburu. Emang aku suka sama om? Nggak sama sekali. Jadi jangan geer." Setelah mengucapkan kesal di hatinya, Tania lalu menyingkir dan mempersilahkan Bian untuk keluar.
Tania melangkah secara perlahan mendekati ranjang. Saat ia hendak duduk, ia tersentak karena Bian menarik tangannya dan persekian detik ia merasa waktunya tiba-tiba berhenti namun jantungnya bergemuruh hebat.
Lembutnya bibir Bian saat ini menyapu bibirnya. Beruntung Tania langsung mendapatkan kesadarannya. dengan cepat ia mendorong d**a Bian membuat ciuman itu terlepas. Tania langsung menyentuh bibirnya terkejut, sementara Bian menggigit Bibir bawahnya sembari mengusapnya dengan jempolnya.
"O...om?"
"Itu hukuman buat kamu." Setelah mengucapkan 4 kata tersebut, bian lalu memutar tubuhnya dan keluar dari kamar meninggalkan Tania yang masih syok.
*****